Kejujuran Yang Menyakitkan.

4.7K 413 39
                                    

"Danish! Kenapa kamu marah? Istighfar, Dan," ucapku.

Kulihat mata sayunya benar-benar kemerahan, dia marah bahkan sangat marah. Napasnya tersengal setelah dia bicara.

"Danish, jangan memarahi Pak Udin, Nak. Dia tidak bersalah, dia hanya menceritakan hal sejujurnya pada Umi tentang kebenaran yang memang harus ia ungkapkan," sela Bu Rosma.

"Tapi, Umi. Aku hanya khawatir pada kesehatan Umi. Inilah sebabnya kenapa aku tidak pernah ingin Umi tahu, siapa pun yang melakukannya, aku tidak akan memperpanjang masalah ini," tutur Danish.

Aku menoleh dan semakin tak mengerti arah pembicaraan mereka, hanya mengusap pundak Danish agar dia bisa lebih tenang.

"Umi tak apa, Danish. Umi hanya kaget dan syok. Sekarang Umi sudah tahu semuanya karena Pak Udin sudah bercerita kalau sakit kamu kemarin penyebabnya adalah--" Bu Rosma menahan kata, isak tangis semakin menjadi kala dia melihat wanita yang bertekuk lutut di sampingnya.

Apa ini? Apa maksudnya, Pak Udin berkata kalau Zahra lah yang memasukkan udang kedalam masakanku kemarin?

Saat hati masih berkemelut sendiri, seorang perempuan mendekat dan meraih lengan Zahra. Meski wanita itu enggan bergeming namun wanita tua itu lebih kukuh dan sedikit marah.

"Ayo pulang, kamu sudah mempermalukan Ayah sama Ibu, Zahra! Ayo pulang!"

"Tidak, Ibu. Aku masih ingin di sini, aku yakin kalau aku tidak bersalah. Laki-laki itu pasti hanya membual dan memfitnahku," ucap Zahra.

"Tidak, saya berani bersumpah. Kalau apa yang saya lihat itu adalah benar. Mbak Zahra sudah mencampuri masakan Non Anika saat saya kebetulan lewat di dapur, saya terpaksa menceritakan ini kepada Ibu karena saya tidak tega mendengar Non Anika terus disalahkan. Apalagi Non Anika jelas tidak bersalah, saya tidak berkata ini dari awal karena waktu itu Mbak Zahra mengancam saya," jelas Pak Udin.

Ya Allah, ternyata inilah yang terjadi.

Kebenaran tentang penyebab Danish masuk rumah sakit tempo hari kini sudah bertemu dengan titik terang. Allah sudah menunjukkan jalan meski aku tak pernah berharap lagi kalau ini akan diungkit.

"Tidak! Itu semua bohong, Umi. Jangan percaya kata-katanya, Pak Udin bohong sama kita."

Wanita itu terus menyangkal, berkelit lidah dan memberikan banyak alasan. Tak menggubris ucapan Ibunya dia terus meyakinkan Bu Rosma kalau dia tidak bersalah.

Lalu apa yang harus kulakukan?

Di sini, aku adalah kambing hitam dari permainan Zahra tempo hari, dia sudah mencerai-beraikan hubungan manis yang telah susah pAyah kujalin nersama Bu Rosma.

"Umi tidak akan pernah percaya dengan setiap ucapanmu lagi, Zahra. Umi kecewa padamu!" ucap Bu Rosma datar. Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah orang tua paruh baya di dekat kami. "Maaf Bu Siska. Sepertinya, kali ini kesalahan Zahra sudah sangat fatal. Saya harap, Ibu segera membawa Zahra pulang saat ini juga."

"Tidak! Aku tidak akan pulang, Umi! Aku akan di sini untuk Umi dan Danish, kalau pun iya aku melakukannya, itu pasti karena aku lupa, aku benar-benar lupa apa yang sudah aku lakukan. Umi tolong jangan usir aku dari sini."

Zahra tak henti berkata, memohon belas kasihan pada Bu Rosma yang telah ia kecewakan.

Sebagai seorang istri, jujur aku sangat cemburu saat Danish berdekatan dengan wanita lain apalagi Zahra adalah mantan istrinya. Kelakuannya memang sangat diluar batas, tapi aku mengerti dia melakukan itu karena ingin kembali bersama Danish.

Entah penyakit yang dideritanya sembuh atau tidak, namun sisi kewanitaanku muncul melihat Zahra terisak di depan mata.

Danish pernah berkata, kalau sebenarnya Zahra adalah wanita baik-baik. Dia penurut dan memang mampu melakukan segala hal. Satu kekurangannya yang tak bisa diterima oleh Danish adalah sifatnya yang terlalu kekanak-kanakan.

Pernikahan Kedua AnikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang