*5 Mounth Later*
Dara bangun dari tidurnya, ini masih sangat pagi tapi entah kenapa dia merasakan gerah disekujur tubuhnya. Hati-hati dia menuruni sofa dan berjalan menuju kamar mandi, mungkin gerah ini akan hilang kalau dia pergi mandi, bathin Dara. Bukannya langsung menghidupkan shower dan mandi, Dara malah mematung memandangi tubuhnya di kaca. Sejenak Dara benci dengan kaca yang ada di kamar mandinya ini, sebab disini dia terlihat sangat menyedihkan. Perutnya buncit, ada bayi berusia 7 bulan disana, namun bayi itu seperti kekurangan kasih sayang. Bukan kekurangan tapi memang bayinya tidak mendapatkan kasih sayang dari sang ayah. Donghae bahkan tega membiarkan Dara tidur di sofa selama beberapa bulan terakhir ini, meninggalkannya yang sedang hamil besar sendirian dirumah tanpa pendamping meskipun dengan segala fasilitas mewah. Sekalipun Donghae tidak pernah bertanya tentang bayinya apalagi mengelus perutnya. Donghae terlalu dingin untuk melakukan itu semua. Namja itu hanya sesekali bicara padanya, itupun hanya jika ia ditanya oleh Dara. Dara menghela nafas pelan. Pernikahan macam apa ini, kenapa rumit sekali, bathin Dara. Detik kemudian Dara menghidupkan shower dan mandi, sekaligus kembali merenung dibawah pancuran air hangat.
Donghae keluar dari kamarnya dengan setelan rapih, ia siap untuk bekerja hari ini. Ia berjalan menuju dapur hendak mengambil minum di kulkas, sekilas ia melihat Dara yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan. "Duduklah, mari sarapan.." ajak Dara. Donghae menurut, ia duduk di kursinya tanpa menyelah. "Makanlah.." Donghae memakan roti sandwich panggang buatan Dara. Selama sarapan tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya, mereka hanya menikmati sarapan dalam diam. Beberapa menit kemudian, Donghae selesai. "Aku sudah selesai. Terimakasih untuk sarapannya. Aku pergi dulu.." ujar Donghae sebelum dirinya melenggang keluar, meninggalkan Dara yang belum sempat menjawab perkataannya tadi. Dara kembali terdiam, ia sedih namun tak bisa berbuat apa-apa. Semua ini memang terjadi tanpa rencana, apalagi cinta.
***
Donghae berjalan masuk kedalam gedung Lee Corp, semua pegawainya menunduk memberikan hormat. Donghae lalu berjalan masuk kedalam ruangannya dan seseorang pun ikut masuk kedalam. "Apa yang ingin kau katakan, Tuan Kim ?" tanya Donghae setelah ia duduk di kursinya. Tuan Kim berdehem pelan, "Aku ingin minta cuti selama satu minggu, Tuan. Istriku sedang hamil besar, dokter bilang dia akan melahirkan dalam minggu ini. Aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya, Tuan. Maka dari itu aku ingin meminta cuti bekerja. Aku ingin menemaninya sampai bayi kami lahir. Aku mohon pengertianmu Tuan.." ujar Tuan Kim dengan nada memelas. Donghae terdiam sejenak, ditatapnya Tuan Kim. Donghae mengangguk tanda mengiyakan keinginan Tuan Kim. Tuan Kim tersenyum senang, ia sampai berkali-kali menunduk hormat pada Donghae. "Kamsahamnida Tuan, jeongmal kamsahamnida.." Donghae mengamati raut wajah Tuan Kim. Pria itu sangat senang sekali. Donghae berdehem pelan, ia lalu bertanya. "Hm.. Tuan Kim, apa ini kelahiran anak pertamamu ?" Tuan Kim mengangguk antusias. "Ini bayi pertama kami setelah empat tahun menikah, kami sangat menantikan kelahirannya, Tuan. Aku sungguh tidak sabar.." Donghae tersenyum penuh arti. Benaknya bergejolak, saat ini istrinya juga sedang hamil anak pertamanya, tapi kenapa dia tak sesenang Tuan Kim ? Kenapa Donghae malah terkesan acuh dan tak peduli pada istri dan anaknya, darah dagingnya ? Lamunan Donghae buyar seiring dengan pamitnya Tuan Kim. Donghae hanya bisa menghela nafas, sebelum ia kembali melanjutkan aktifitas kantor yang padat.
Jam sudah menunjukan waktu makan siang, handphone Donghae bergetar. Telepon dari Hyukjae. Donghae langsung mengangkatnya. Hyukjae mengajaknya makan siang diluar, awalnya Donghae menolak, tapi setelah berkali-kali dipaksa Donghae pun menuruti keinginan sahabatnya itu.
***
Hari berganti hari telah Dara lalui. Usia kandungannya memasuki bulan ke sembilan. Sebentar lagi ia akan melahirkan. Tapi bukannya istirahat dirumah, Dara malah meminjam Black Card Donghae dan pergi keluar untuk membeli peralatan bayi. Awalnya Donghae melarang keras Dara pergi sendirian, tapi Dara terus memaksanya karena peralatan bayi belum ada sama sekali, perdebatan terus terjadi namun akhirnya dengan hati kesal Donghae mengiyakan. Dara kini sedang berjalan dengan senyum senang. Ia masuki semua toko peralatan bayi dan membeli semua yang dia suka. Black Card ini sangat membantu, pikirnya. Semua barang yang Dara beli menggunakan jasa pengiriman kerumah, jadi tak perlu susah payah membawanya kesana kemari. Sampai ditengah perjalanan seseorang menyenggol badannya. Dara terkejut, ia mendongak dan menatap orang itu. "Omo.. Park Chanyeol.." ujar Dara. Orang itu sama kagetnya dengan Dara namun kemudian tersenyum. "Hai.." senyum di bibir Chanyeol berangsur hilang kala matanya menatap perut buncit Dara. "Yakk!! Chanyeol-ah, kau sedang apa disini ??" tanya Dara antusias. Senang sekali rasanya bisa bertemu dengan kawan lama disaat kau merasa bahwa dirimu hidup hanya sendirian didunia ini. "Aku kebetulan lewat saja.. Hm.. Kau.. Kapan menikah ?" tanya Chanyeol penasaran. Dara diam sejenak, kemudian dia tertawa pelan. "Ohh.. Ini.. Aku sudah lama menikah, sengaja tidak mengundang banyak orang sebab pernikahanku kemarin terjadi secara mendadak.." jelas Dara mencoba jujur. Chanyeol semakin penasaran. "Kau sudah makan ? Mau temani aku makan ? Aku lapar.." ajak Chanyeol to the point. Dara menganga, belum sempat menjawab, Chanyeol sudah menarik tangannya dan membawanya ke kedai makanan terdekat. Chanyeol dan Dara adalah teman semasa sekolah, keduanya sangat akrab hingga Dara tak sadar kalau Chanyeol sudah lama menaruh hati padanya. Dan di kedai itulah Dara menjelaskan semua hal yang dialaminya pada Chanyeol tanpa ada yang dia rahasiakan. Dan sejak saat itu pula Chanyeol merasa bahwa dirinya harus menjaga Dara, apapun resikonya.
***
Dara membuka pintu apartemen, masih kosong seperti biasa. Karena memang jam pulang Donghae bukan jam segini, melainkan nanti jam 11 malam atau malah lewat tengah malam. Selalu begitu sampai Dara terbiasa menjalani hari-harinya sendirian disini. Dara duduk di sofa, rasa lelah menerpa seluruh badannya, kakinya pegal setelah lama berbelanja ditoko bayi. Tak lama kemudian Dara tanpa sadar tertidur pulas di sofa.
Tepat jam 1 malam, Donghae membuka pintu apartemen. Dilihatnya Dara tertidur pulas diatas sofa, dengan banyak sekali kantong belanjaan berserakan dibawahnya. Donghae menatapnya iba. Entahlah, disatu sisi ada rasa bersalah dalam dirinya saat melihat Dara seperti ini, menanggung semuanya sendirian tanpa ada rasa peduli sedikitpun darinya. Donghae sadar itu. Tapi disisi lain Donghae tak bisa berbuat banyak, meskipun ia memaksakan dirinya, Donghae tetap akan berlaku dingin kepada Dara. Entah kenapa..
***
Sinar matahari pagi menyilaukan mata Dara, sudah jam berapa ini. Dara lupa ia harus menyiapkan sarapan untuk Donghae. Cepat-cepat Dara bangun dari tidurnya. Saat ingin melangkah kedapur, gerak langkah kaki Dara mendadak terhenti saat dirasanya ada cairan yang melesat cepat dari tubuhnya. Dara menatap kebawah, ketubannya pecah. Dara menganga sambil memegangi perutnya. Matanya berair menahan tangis, Dara benar-benar ketakutan sekarang. Ia sendirian dirumah dan dalam keadaan seperti ini. "Omo.. Ottokhae.. Ottokhae.." Dara berjalan pelan menuju sofa, mengambil ponselnya dan menelpon Donghae. Sambil menahan sakit Dara terus menghubungi suaminya, berharap sang suami kembali secepat mungkin dan membawanya kerumah sakit. Ia sudah tidak tahan. Sambungan telepon tersambung. "Yeobseo.." suara tenabg Donghae membuat Dara lega. "Donghae-ssi.. Tolong aku.. Aku mau melahirkan.. Perutku sakit sekali.." ujar Dara dengan nafas tersengal. Namun tidak ada jawaban dari suaminya, beberapa detik kemudian telepon itu terputus begitu saja. Dara semakin ketakutan, ia menangis sejadinya. Tega sekali Donghae melakukan ini padanya, bathin Dara. Dara pasrah dengan apa yang terjadi, dia sungguh tidak tahan. Tangannya menggenggan kuat ujung sofa. Wajahnya memerah, semerah darah yang mulai keluar dari pangkal pahanya.
Disisi lain, Donghae keluar terbirit-birit dari ruangan Hyukjae membuat sahabatnya kebingungan. Donghae sedang berada di gedung SJProject saat ini. Ia berlari menuju parkiran dengan cepat secepat yang ia bisa. Donghae masih bisa merasakan bagaimana suara Dara menahan sakitnya tadi, ia begitu panik sampai-sampai tidak menjawab Dara. Sejenak Donghae merutuki kebodohannya sebelum melesat pergi menuju apartemen. Dering handphone Donghae terus berbunyi. Hyukjae yang menelpon. Donghae mengaktipkan headset bluetoot nya. "Yak!! Odiga?? Kenapa pergi begitu saja?? Kau tau kami belum selesai bicara, hah.." cerca Hyukjae. Donghae menghela nafas pelan mengatur emosinya. "Maaf, aku harus pulang Hyuk-ah. Dara akan melahirkan.." suara gaduh tercipta setelah Donghae mengucapkan itu. Pusing dengan suara yang ada diseberang sana, Donghae mematikan sambungan telepon dan kembali fokus pada jalan.
Kontraksi perut semakin membuat Dara menjerit kesakitan, sejenak dia ingin mati saja. Ini lebih dari sakit dari yang dia bayangkan. Keringat bercucuran dari dahinya. Dara mendongak kala melihat ada seseorang yang masuk dengan cepat lalu menghampirinya. Donghae, itu Lee Donghae. Suaminya datang disaat yang tepat. Dara tersenyum penuh kelegaan, lain dengan Donghae yang kini menatapnya panik. "Gwenchana?? Apa aku terlambat??" tanya Donghae penuh kelabakan. Dara menggeleng. "Sakit.. Sakit sekali.. Cepat bawa aku kerumah sakit, aku sudah tidak tahan.." racau Dara, nada bicaranya semakin melemah, nafasnya pun semakin tersengal. Tanpa menunggu Donghae langsung menggendong Dara menuju mobil dan membawanya ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Donghae terlihat sangat cemas, Dara diam-diam memperhatikan wajah itu. Sambil menahan sakit, senyum bahagia terulas disudut bibir Dara. Donghae mencemaskan dia dan anaknya, bathin Dara.
Di dalam ruang bersalin, Dara berjuang keras mengeluarkan bayinya yang sudah hampir keluar. Donghae melihat proses kelahiran itu, suster menariknya kedalam. Donghae memperhatikan Dara yang mengatur nafasnya dengan susah payah. Tangan kanannya digenggam kuat oleh Dara, sementara tangan kirinya mengelus pelan rambut Dara. Donghae seolah dapat merasakan apa yang Dara rasakan, keringat pun muncul didahi Donghae. Donghae melihat semuanya, proses antara hidup dan mati kedua manusia yang akhir-akhir ini mengisi hidupnya. Donghae melihat semuanya. Hingga tangis bayi yang memekakkan telinga akhirnya terdengar juga. Semua orang tersenyum senang, begitupun Donghae. Raut kelegaan terpancar dari wajahnya. "Selamat.. Bayi anda laki-laki yang sempurna.." ujar sang dokter. Dara melepas genggaman tangannya dengan Donghae, ia merebahkan tangannya dan meraih bayinya yang diberikan oleh dokter. Donghae ikut memegang sang bayi. Tangis bahagia Dara semakin menjadi saat bayinya menggenggam jari telunjuk Donghae. Keduanya tersenyum, dan babak baru dalam hidup keluarga Lee akan segera dimulai.
.
.
.
TBC
.
.
.
Vote + Comment 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
(DaraHae) The Story Of My Life
RomanceBercerita tentang pahit getir kehidupan Lee Donghae dan Sandara Park yang menikah karena sebuah kejadian. Dan kehadiran Lee Donghyun merubah segalanya... . . . ENJOY!!! 😘