"Ini gak berdarah, tapi kenapa sakit?"
Sorak sorai di lapangan basket mendominasi suasana. Banyak siswi yang rela kepanasan hanya untuk melihat permainan basket dadakan. Suara semakin meriuh saat pemain basket memasukkan bola tepat ke dalam ring. Ada juga yang sampai membawa kertas bertuliskan.
"Semangat my prince Deven."
Deven, Clinton dan Friden. Tiga cowok itulah yang membuat teriakan semakin keras. Apalagi saat mereka asyik saling merebut bola. Itu menjadi ketegangan sendiri bagi penonton.
Di sisi lain Anneth dan dua sahabat nya sedang asyik duduk di kursi panjang depan kelas. Anneth fokus dengan alunan nada dari earphone dan camilan di tangan.
"Asli parah Deven. Baru dua jam dia di sekolah kita. Tapi udah bikin cewek klepek-klepek." Joa lagi-lagi berdecak kagum.
"Dasar orang nya aja kali yang tebar pesona."
"Emang asli ganteng tau neth," bela Joa tidak mau kalah.
"Minion!" gumam nya lirih sembari memutar bola mata jengah.
"Apa?" Joa langsung mendekatkan wajah nya.
"Melon!"
"Melon?"
Pantulan bola tergiring mendekati ring. Keringat semakin mengalir membasahi dahi.
"Kegantengan gue tetep nomor wahid," ucap Clinton yang dihadang Deven secara mendadak.
"Iye percaya," jawab nya terkekeh.
"Emang lo harus percaya. Karna gue masih keturunan emaknya." napasnya tersenggal. "Shawn Mendes."
"Halu lo!" kekehnya lagi dan dalam hitungan detik Deven berhasil mengambil alih bola basket dari kuasa Clinton.
"Anjir gue dibilang halu,"
Shoot.
Masuk.
"Aaaaa......Deven.......Deven....." sorak seluruh siswi berjingkrak-jingkrak ria.
Deven berjalan menyusul Clinton dan Friden yang terlebih dahulu menepi. Clinton langsung menelentangkan tubuhnya di tepi lapangan.
"Gogo sayang. Lemparin minum gue dong!" pinta Clinton dengan napas masih terengah-engah, terlihat Gogo sedang berjalan di bawah payung berwarna pelangi yang sengaja dibawa. Lengkap dengan menenteng sekantung plastik berisi beberapa botol mineral.
"Skali skali gue ikut main kali. Masa gue slalu nunggu di pinggir lapangan kayak cabe kurang garem," ucapnya bernada kesal sembari melempar sebotol mineral.
"Kalo lo main lapangan nya jadi sempit Go," sahut Deven menyusul duduk di tepi lapangan.
"Bener tuh bener seribu persen!" tambah Friden setelah meneguk air.
"Anak baru ngeselin banget dah lo."
"Bercanda kali!" "Go minum," terus Deven tersenyum mengiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
Teen FictionCerita tentang keseharian Deven dan Anneth a.k.a Denneth. Kepo? Baca makannya.