"Disaat semua seolah mendukung.
Mengapa kamu tidak?""Mending lo pulang sana. Nenek lo kan dirumah sendiri." lontar Anneth lagi mencoba mempengaruhi orangtuanya dengan mempertegas kata 'nenek'.
"Betul Deven?"
"Enggak kok om," elak Deven. "Nenek Deven hari ini lagi ngombre rambut ke salon. Jadi gak ada dirumah." jelasnya yang langsung mendapat pelototan dari setiap pasang mata.
"Ombre?"
Terlihat Deven menggaruk kepala yang tidak gatal seraya terkekeh. Menyadari neneknya sedikit berbeda dari umumnya.
"Nenek kamu kayak nya lucu," kali ini ganti Debby yang manggut-manggut ringan.
"Gitu deh tante. Sama kayak cucunya,"
"Basi!" sahut Anneth melewati tubuh Deven. Mengumpat tajam saat usaha mengusir Deven gagal. Senyum Anneth semakin kecut saat Debby dan Amenk sudah terlihat akrab dengan Deven. Malah sangat akrab. Entah jampi-jampi apa yang Deven pakai.
•~•~•~•
Duduk berhadapan. Berjarak tak lebih dari tiga meter. Mata leluasa menatap. Tanpa terhalang apapun. Sesekali ia harus membuang wajah agar tak bertemu dengan bilik mata itu. Di sisi lain, sosok perempuan sedang berdiri sibuk menghidangkan makanan.
"Deven suka rica-rica apa spaghetti?"
"Deven pilih sayur asam aja tante. Lebih sehat."
Sambutan senyuman bangga terpancar dari wajah Debby. Memang sudah jarang, makanan dipilih karena melihat kandungannya. Jaman sekarang banyak orang memilih makanan karena trend.
"Dasar carmuk!" desis Anneth berdecak sebal.
"Cia," tegur Amenk memperingatkan dengan gelengan pelan. Sontak membuat Anneth hanya mampu mendengus kasar.
Melihat Debby yang masih sibuk menanyai makanan dan minuman apa yang Deven pilih. Anneth berdehem. Sengaja dibuat-buat.
"Anneth gak ditanya Ma?"
"Iya sayang. Kamu mau apa?"
"Ric-"
Ntar si jengki lagi. -batin Anneth sedikit trauma.
"Spaghetti," putus Anneth. Debby segera mengambil spaghetti dan menaruh di atas piring. Kalau minuman jangan ditanya. Ia selalu memilih jus jeruk buatan Debby. Bulir jeruk yang begitu segar dapat menghilangkan semua dahaga dan langsung menyejukkan tenggorokan.
"Ayo dimakan jangan sungkan-sungkan," pinta Debby yang sudah duduk di kursi.
"Emang dia gak punya malu Ma," sahut Anneth cepat dengan mulut sudah sibuk mengunyah. Tanpa berniat untuk menatap siapapun.
Semua sibuk dengan makanan masing-masing begitu pula Deven yang menyantap segarnya sayur asam. Makanan ini memang sudah lama tidak ia makan. Sesekali mata Deven memperhatikan tingkah Anneth yang lebih kalem dari biasanya. Senyuman samar kerap ia munculkan. Untung saja yang diperhatikan tidak peka.
Terkadang ketidakpekaan memiliki kelebihan tersendiri.
"Kamu teman barunya Cia ya? Kayaknya om gak pernah liat kamu," tanya Amenk di sela-sela makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
Fiksi RemajaCerita tentang keseharian Deven dan Anneth a.k.a Denneth. Kepo? Baca makannya.