PART 12

1.5K 74 11
                                    

"Usia bukanlah dasar untuk menjadi
tua."

Bau asam menyengat indera penciuman. Lengket. Seolah kulit habis diolesi lem super. Rambut sudah lepek seperti baru terjebur kolam. Rasanya ingin segera sampai dirumah. Menegak segelas jus dingin dan menjeburkan diri di dalam air.

"Ini gara-gara lo!" omel Anneth langsung mengawali percakapan.

Suara tawa bahkan langsung menyambar dari ponsel.

"Teman yang baik memang harus ada disaat senang, sedih ataupun gundah gulana merana Neth."

"Tapi gak sampe tutup juga kali," gerutunya lagi.

Waktu berputar kembali dalam beberapa jam yang lalu saat Charissa meminta Anneth untuk menemani melihat konser arkustik Devano di salah satu kafe ternama. Bukan meminta lebih tepatnya Charissa memaksa. Mulai jam lima sore sampai jam sepuluh malam. Baju seragam pun masih melekat tak beraturan di tubuh.

"Gue kira dia bakal perfom lagi-"

"Ternyata gak!" timpal Anneth cepat penuh penekanan.

"Hehe, iya. Gue sebel jadinya."

"Gue yang paling sebel bego!"
Temperamen naik. Menarik napas untuk mengeluarkan emosi.

"Lo paksa gue buat duduk sama orang berbadan se-gunung Bromo biar lo bisa duduk di bangku paling depan. Tega lo! Dan lo tau semua makanan yang gue pesen ludes dia makan!"

"Udah keleus, ngomel mulu lo."

Anneth hanya bisa berdecak sebal.

"Daerah komplek lo mati lampu kan?"

Ia mengernyit tajam. "Kok lo tau?"

"Gue tadi mau kerumah lo, eh gelap banget kaya komplek cabe-cabean."

"Terus?"

"Gak jadi lah. Soalnya gue gak suka yang remang-remang."

"Masa sih, bukannya lo asistennya bos remang-remang gitu," jawab Anneth bernada menggoda.

"Gue bukan asisten. Sekarang naik pangkat jadi nyonya bos," celetuk Charissa di barengi tawa yang ingin Anneth sumpal saat itu juga.

"Gila lo!" balas kekehnya.

Jeda suara beberapa detik hingga terdengar suara desisan. Di sisi lain seseorang yang duduk di kemudi menunggu kelanjutan dengan konsentrasi penuh.

"Hati-hati lampu mati banyak setan yang keluar cari angin."

"Itu mulut minta di congkel?!"

Brak!

"Bunyi apaan Neth?"

Wajah Anneth masih tak berkutik sama sekali. Mata baru saja menangkap bayangan putih melintas. Telinga mendapat getaran suara yang cukup keras. Sontak memaksa mobil berdecit dan berhenti mendadak.

"Gue nabrak orang," suara Anneth berubah parau.

"Makannya nyetir itu konsentrasi dan tidak boleh bertelepon."

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang