→←"Aku ingin makan ramen," kata Jisung sambil membaringkan tubuhnya di atas sofa. Mereka baru saja tiba di apartemen.
"Tumben sekali."
Jisung tak menjawab dan hanya memainkan ponselnya membuat Jaemin mendengus kesal. Laki-laki itu beranjak mengambil panci dan mulai memasak air untuk membuat ramen. Diam-diam yang lebih muda memperhatikan sosok itu dari belakang.
"Mau pakai telur?"
Jisung bangun dan mendekat setelah mendengar pertanyaan itu. Dia berdiri di samping Jaemin yang tengah mengaduk ramen dalam panci. "Boleh."
Laki-laki yang lebih muda terus memperhatikan apa yang tengah Jaemin lakukan.
"Kau kenapa?" tanya Jaemin yang merasa asing terus ditatap seperti itu.
"Kau yakin lebih tua dua tahun dariku?" Jisung terus memperhatikan seluruh sudut wajah Jaemin tanpa terlewat sedikit pun. Hal itu sedikit membuat Jaemin risih.
"Tentu saja. Haruskah aku memperlihatkanmu tanda pengenalku?" Ada nada kesal dalam kalimatnya barusan.
Jisung mengendikkan bahunya. "Hanya saja wajahmu terlalu manis untuk laki-laki usia dua puluh empat tahun. Apa kau benar-benar sudah berumur dua puluh empat tahun?"
Kali ini Jisung jelas sadar dengan apa yang ia ucapkan. Dia baru saja mengatakan Na Jaemin 'manis' entah untuk yang keberapa kalinya jika membatin diikut sertakan dalam hitungan.
Hening untuk beberapa saat sampai Jaemin mematikan kompornya setelah memastikan ramennya matang. Dia melipat tangannya di depan dada, matanya menelisik, memperhatikan Jisung.
"Kau sakit?"
Jisung menaikkan kedua alisnya, bingung. "Huh?"
Jaemin mengangkat tangannya, menyentuh kening yang lebih muda untuk memeriksa suhu tubuhnya.
"Siapa yang sakit?" Jisung menepis tangan Jaemin setelah sedetik tangan itu menempel di keningnya.
"Suhu tubuhmu normal."
"Tentu saja."
Jaemin tampak berpikir, memiringkan kepalanya yang mana hal itu tampak begitu menggemaskan di mata Jisung. "Seharusnya panas yang artinya kau sedang sakit karena kau yang tiba-tiba sangat ingin tahu tentangku itu adalah hal aneh."
Jisung terdiam untuk beberapa detik sebelum tiba-tiba melangkah maju perlahan, menghimpit Jaemin di antara tubuhnya dan countertop dapur dengan bola mata yang menggelap memandang intens netra bening itu.
"Kau mau membuatku panas?"
"H-Huh?" Jaemin merutuki suaranya yang tiba-tiba bergetar. Itu karena dia tiba-tiba mengingat kejadian di atas sofa tempo hari. Entah bagaimana dia merasakan atmosfir yang sama dengan hari itu.
Jaemin baru saja meletakkan dua tangannya di dada Jisung untuk mendorong laki-laki itu menjauh darinya, tapi yang lebih muda justru menggenggam pergelangan tangannya dengan erat tanpa melepas tatapan tajamnya.
"Jisung, menjauh!" sergah Jaemin kala menatap netra kelam di depannya yang terasa semakin asing hingga untuk beberapa alasan yang entah itu apa, Jaemin menjadi gugup.
"Jaemin ..." Suara berat yang rendah itu sukses membuat Jaemin meremang.
"Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan padaku?" Mendengar gumaman rendah itu, Jaemin menautkan alisnya tak mengerti. Seingatnya dia tidak melakukan hal apapun pada anak itu selain membangunkan, mengantar-jemput, dan memasakkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Actor [On Going]
Romance"Aku punya kenalan yang bekerja di agensi. Dia sedang mencari seseorang untuk menjadi asisten pribadi seorang aktor." "Aktor? Siapa?" "Park Jisung." ©wintooblee