"Apa itu cukup ... untuk menjawab pertanyaanmu?"Jaemin masih terdiam bak patung bahkan setelah Jisung memundurkan tubuhnya dengan gerakan kaku. Pemuda manis itu mengerjap dengan mata yang masih menatap Jisung. Sedangkan pemuda yang satunya perlahan berubah gugup. Padahal tadi dia seberani itu untuk mencium Jaemin.
"J-Jisung ... apa yang barusan kau lakukan?" Akhirnya Jaemin mampu untuk membuka bibirnya.
"Mencium ... mu." Jisung menggigit pipi dalamnya sebentar untuk menyalurkan kegugupannya. "Itu juga jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu tadi."
Jaemin menelan salivanya dengan susah payah, "Maksudmu ... kau benar menyatakan perasaan padaku? Kau ... juga menciumku malam itu?"
Mendengar ulang pertanyaan itu membuat yang lebih muda merasa malu. Ia mendecak. "Apa masih kurang jelas?" Nada bicaranya terdengar kesal, tapi wajahnya berubah merah.
Jaemin hanya menatapnya dalam diam hingga kekehan garing keluar dari belah bibir manis itu membuat kening Jisung mengernyit.
"Kau sedang mengerjaiku 'kan? Aku rasa kali ini terlalu berlebi—"
"Apa aku harus mencium mu sekali lagi untuk membuktikan kalau aku serius?"
Satu kalimat tanya yang diucapkan dengan lugas dan cepat itu mampu membungkam Jaemin. Tangannya langsung terangkat untuk menutup bibirnya lalu menggeleng cepat.
Jisung merasa tertolak, tapi kenapa dia justru menjadi gemas saat melihat tingkat yang lebih tua?
Ditatap intens terus menerus seperti itu membuat Jaemin mulai percaya bahwa anak di depannya ini sedang tidak main-main. Dia menurunkan tangannya perlahan lalu menatap Jisung dengan ragu, "Kau ... menyukaiku? Tapi kenapa?"
Tapi kenapa?
Jisung sendiri bahkan tak tahu jawabannya. Dia sendiri sebenarnya belum tahu apa perasaannya ini bisa digolongkan sebagai perasaan yang sungguh-sungguh atau hanya cinta monyet—mengingat ini adalah pengalaman pertamanya selama kurang lebih dua puluh satu tahun hidupnya di dunia.
Park Jisung terlalu sibuk mengejar impiannya daripada memikirkan perihal asmara, tapi kemudian berubah setelah ia bertemu Na Jaemin.
Anak itu memalingkan wajah ke arah jendela kamar dengan tirai gorden yang sudah Jaemin singkap hingga tampak jelas bahwa matahari sudah semakin tinggi. "Aku juga ingin tahu. Kenapa? Dari sekian banyak orang, kenapa aku menyukaimu? Kenapa kau menjadi cinta pertamaku?"
Mata Jaemin membelalak—dia baru ingat bahwa Park Jisung mengatakan dia hanya pernah menyukai seseorang sekali dalam hidupnya. "C-Cinta pertama? Maksudmu ... pertanyaanmu di Jeju waktu itu—Maksudmu itu aku?" Dia menunjuk dirinya sendiri dengan canggung.
Jisung terlalu malu untuk menatap Jaemin. Jadi dia hanya mengangguk sekali untuk menjawab pertanyaan laki-laki manis itu—tentu saja tanpa melakukan kontak mata.
Tubuh Jaemin melemas. Dia benar-benar terkejut dengan semua ini. Terlebih bahwa ucapan Renjun yang ia anggap seratus persen lelucon itu benar-benar nyata. Dan sekarang dia tahu ada apa dengan sikap aneh Jisung belakangan ini.
"Sejak kapan?"
Jisung menggeleng. "Aku tidak tahu, tapi aku mulai menyadarinya sejak kita berada di Jeju." Dia diam-diam melirik Jaemin yang masih menatap lurus padanya.
Jisung benar-benar ingin menenggelamkan dirinya sendiri. Terbelenggu dalam kecanggungan, Jisung memutuskan untuk melarikan diri. "A-Aku mandi dulu. Tidak perlu dijawab—maksudku tidak perlu ditanggapi sekarang. Tapi kalau kau mau juga—Ah, sudahlah. Aku mandi dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Actor [On Going]
Romance"Aku punya kenalan yang bekerja di agensi. Dia sedang mencari seseorang untuk menjadi asisten pribadi seorang aktor." "Aktor? Siapa?" "Park Jisung." ©wintooblee