PLAK
Jimin mengeluarkan napas tak beraturan. Kedua matanya membulat. Pipinya yang lebam akibat siksaan sipir penjara menjadi tambah ngilu dan perih ketika Jiyeon memukul keras di daerah yang sama.
“Kau yang mengirim mereka ke sini. Iya, kan?”
Suara Jiyeon terdengar berbeda dari yang sebelumnya. Gadis itu seolah berubah 180 derajat, menjadi pribadi lain tanpa tahu mengapa.
“Apa… apa maksudmu?” sahutnya pelan.
“Kau datang ke sini agar kerajaanmu bisa menyerang kami, kan?
Jimin menyipitkan mata, merasa lelah karena tidak pernah tidur. Namun, iris gelapnya tetap pada Jiyeon, penuh kebingungan. “Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan.”
PLAK!
Jiyeon memukulnya lagi. Kali ini lebih keras. “Bohong,” tuduhnya.
Jimin menarik-ulur napasnya. Kepalanya pusing, pipinya nyeri, seluruh tubuhnya menjerit kesakitan. Satu kali lagi Jiyeon memukulnya, Jimin tahu kesadarannya akan hilang cepat atau lambat.
“Untuk apa aku berbohong?” suara Jimin yang pecah memantul di dinding penjara. “Aku ke sini hanya untuk kau,” akunya.
Jiyeon melipat tangannya. Mulutnya mengeluarkan tawa pahit. “Telingaku sampai muak mendengarnya. Mau sampai kapan menggunakan lidahmu untuk berdusta, hah?”
Terdengar Jimin menghembuskan napas. “Aku tidak pernah berbohong jika menyangkut tentangmu, Kim Jiyeon.”
Mendengar Jimin menyebutkan nama lengkapnya dengan suara pecahnya membuat Jiyeon kalut sesaat. Digigitnya bibir kemerahannya dan kedua tangan mengepal.
“Baiklah,” Jiyeon berkata. “Kerajaanmu akan ke sini, membawa perang. Kami akan mengungsi dan kau akan dibiarkan di sini. Mereka bisa membawamu kembali.”
Ketika Jiyeon memutar tumitnya untuk keluar dari sana, “T-tunggu!”
Jiyeon akui hatinya lemah. Ia menghentikan langkah setelah mendengar panggilan Jimin.
“Kau bilang… aku akan dibawa kembali?” Jimin bertanya dengan tenggorokan keringnya.
“Ya,” jawab Jiyeon tanpa menoleh. “Kau tidak seharusnya berada di sini.”
“Bagaimana jika aku tidak mau?”
Jiyeon memiringkan kepala. Punggungnya masih menghadap Jimin. “Lalu kau ingin terus berada di sini? Menerima siksaan tanpa henti?”
Jimin meneguk ludahnya dengan susah payah. Lebih dari dua hari tidak ada apapun yang melewati tenggorokannya. “Aku lebih memilih disiksa di sini daripada harus pulang dan menikahi Holly.”
“Apakah Holly seburuk itu?”
“Tidak sebaik dirimu.”
“Bohong.”
“Aku serius.”
“Apakah kau akan terus seperti ini?” Jiyeon kembali berbalik. Maniknya menyipit penuh kekesalan pada pria keras kepala di hadapannya. “Mengapa kau selalu membawaku di atas penderitaanmu? Kau membuatku merasa bersalah!”
Jimin pun mengangkat kepalanya. Wajahnya yang hancur karena luka-luka menyunggingkan senyuman menyakitkan. “Kalau begitu, bawa aku bersamamu. Kita pergi dari sini, hidup berdua, bahagia selamanya. Bagaimana?”
Manik hijau Jiyeon menatap Jimin tak percaya. “Kau gila? Aku baru menemukan keluargaku di sini! Dan kau,” telunjuknya terarah pada hidung Jimin yang bengkok dan penuh jejak darah mengering. “Kau adalah manusia paling bengis dan kau berharap aku akan melepaskanmu? Kemana otakmu?”
![](https://img.wattpad.com/cover/97190453-288-k54689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...