Kau cahayaku, kau cahayaku
Sejauh apapun kita
Cahayamu tetap menerangiku
Jinyoung menutup penampilan sore hari itu dengan suara merdunya. Seluruh massa yang menonton di balaikota memberikan apresiasi pada setiap penampil dengan tepuk tangan yang meriah.
Senyuman puas terkulum di wajah Jinyoung saat lampu dimatikan. Riuh tepuk tangan tidak kunjung reda sampai Jinyoung turun menuju belakang panggung.
"Kerja bagus!" Mina menghambur Jinyoung dengan sebuah pelukan erat, nyaris membuatnya terjungkal.
"Terima kasih," bisik Jinyoung dengan nafas terengah. Sebelah tangan melingkar di pinggang gadis itu dan membawanya lebih dekat. Sebuah kecupan tertanam di sisi kepalanya.
Namun, Mina tidak menyadari ketika kepalanya diperlakukan demikian. Gadis itu hanya tersenyum lebar dan melepas pelukan erat itu secepat kilat. "Aku tahu kau bisa melakukannya," ucapnya girang.
Sadar tidak mendapat reaksi yang berarti dari Mina, Jinyoung tertawa miring. "Akan kulakukan apapun agar kau tidak membenciku lagi."
Mina masih tersenyum. "Kau telah membayar dosamu dengan pentas yang sempurna. Tentu saja, aku tidak membencimu lagi."
"Terima kasih."
Tepat setelah Jinyoung katakan itu, Mina berlalu untuk memberi selamat pada penampil yang lain.
Jinyoung menghela nafas. Tubuhnya bermandikan peluh dan nafasnya masih terdengar liar. Ia pun mencari tempat untuk duduk.
"Melihatmu mencium Mina barusan."
Jinyoung menengadah saat ada yang menyodorkan minum. Tampak Joy dengan senyum misterius berdiri di hadapannya.
"Apa urusanmu?" tanya Jinyoung pelan tanpa berniat menyinggung. Ia terima minum dari tangan Joy dan langsung menenggaknya hingga habis.
Gadis berambut sepinggang tersebut pun mengambil duduk di samping Jinyoung. Kala para kru membereskan semua perlengkapan untuk bersiap pulang, keduanya duduk diam di pinggir, mengamati kru yang berlalu lalang di hadapan mereka.
"Sayang sekali Mina tidak menyadari ciuman itu," goda Joy kemudian. Senyum mengejeknya kembali.
"Berisik," ujar Jiyoung seraya membersihkan wajah penuh makeup-nya dengan sapu tangan. "Bukan berarti aku serius dengannya."
"Oh?" Joy berbalik menatap sang tokoh utama. "Kupikir kau sudah merelakan Jiyeon?"
Mendengar nama gadis yang hingga kini Jinyoung berusaha lupakan membuat wajah pria tersebut kusut. "Bisakah kau tidak menyebut namanya?"
"Kenapa? Kukira Jiyeon masih hidup?"
"Dia memang masih hidup..." tapi Jinyoung tidak melanjutkan. Ia selalu berpikir orang-orang akan menganggapnya gila jika terus menerus meraung-raung tentang Jiyeon. Saat ini, Jiyeon masih menjadi bahasan yang sangat sensitif untuk seluruh kru. Butuh perjuangan hebat agar bisa mengembalikan semangat teater setelah Pak Kepala pergi. Jinyoung tidak ingin semangat mereka kembali luntur hanya karena cinta Jinyoung pada Jiyeon yang bertepuk sebelah tangan.
Joy paham betul mengapa Jinyoung tidak melanjutkan. Jadi ia tidak bertanya. Gadis itu hanya meluruskan kakinya dan menghela. "Aku selalu bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Jiyeon. Jika memang dia masih hidup, kau pikir apakah dia baik-baik saja?"
"Aku yakin dia baik." Jinyoung menatap gelasnya yang kosong. "Aku tidak tahu kondisi yang pasti, tetapi aku yakin dia baik-baik saja."
Joy bergumam setuju. "Kuharap kau serius menghilangkan Jiyeon dari hatimu karena Mina tertarik padamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...