Masih di bukunya yang pertama halaman ke-9, Jimin menghela napas.
"Seonsaengnim. Aku ingin istirahat," katanya.
Yoongi yang tengah membuat kaligrafi di sampingnya segera menoleh. "Wah. Kau sopan sekali."
Jimin nyaris mendecak jika tidak ingat bahwa itu dilarang. Ia harus menjadi anak yang baik jika ingin keinginannya terkabul.
"Aku jenuh. Aku butuh hiburan." Jimin tidak mengalihkan pembicaraan.
Ia harus keluar dari ruangan penuh kertas itu. Mencium bau kayu lapuk yang menjadi bahan dasar kertas ini sangat membuat Jimin muak. Ia akan melakukan apapun meskipun ia harus menjadi bocah manja.
Yoongi menghela napas berat. Jimin memang tidak lebih dari bocah manja di balik wajah rupawan dan tubuh terlatihnya. Tahun ini Jimin telah memasuki usia legal tetapi sikapnya masih saja kekanakan.
"Ingin hiburan apa?" tanya Yoongi, mencoba mengikuti permainan yang Jimin buat. Kuasnya diletakkan.
Diam-diam, Jimin menyimpan senyum. Bagaimana bisa Yoongi jatuh dengan mudah? Gurunya itu memang lembek di balik wajah dingin dan sifatnya yang keras.
"Aku ingin ke ballroom," jawab Jimin cepat. Ia tak sanggup menahan rasa senangnya meski bibirnya tidak membentuk senyum.
"Ballroom," ulang Yoongi. Maniknya jatuh pada hasil karya kaligrafinya yang setengah selesai.
"Aku mendengar dari Namjoon. Katanya kau menyimpan sesuatu pada seorang gadis. Benar begitu?"
Kegembiraan Jimin menyusut tiba-tiba. Hidungnya tidak sengaja mengeluarkan dengusan.
Kim Namjoon, mulut besar itu. Jika lelaki itu tidak jauh lebih tinggi darinya, Jimin akan memukul kepalanya tanpa henti. Ia benar-benar harus dibungkam.
"Bukan urusanmu." Jimin memalingkan wajahnya. Mendadak ia menjadi murung. Bukunya ditutup rapat-rapat.
"Dia gadis yang kau siksa itu, kan? Ada apa? Apakah seseorang yang kau anggap rendah ternyata memesona di matamu? Hm?" Yoongi mendekatkan tubuhnya. Senyum jahil tercetak jelas di wajah pucatnya.
Jimin memejamkan mata. Ia sedang tidak ingin emosi. Ia bisa saja memukul Yoongi jika memandang wajah mengejek itu terlalu lama. Tentu saja, jika Jimin melakukan itu maka ia menggali kuburannya sendiri.
"Berhenti bertanya atau sopanku tidak akan bertahan lama, Seonsaengnim." Rahang Jimin mengeras.
Yoongi tertawa atas itu. Ia tidak akan memungkiri bahwa menggoda Jimin sangatlah menyenangkan. Anak itu terlalu menggemaskan.
"Baiklah. Kuberi waktu 30 menit untuk menonton. Jika kau terlambat untuk kembali, aku bisa mengikatmu di sini. Mengerti?"
Kelopak mata Jimin terbuka dengan cepat. Wajahnya penuh dengan kejut.
"Jinjja?!"
Siapa yang tidak terkejut? Hampir 15 tahun bersama Yoongi sebagai gurunya, lelaki bermarga Min tersebut tidak pernah membiarkan Jimin memutuskan waktu istirahatnya sendiri. Min Yoongi memang seorang guru yang keras.
Yoongi mengangguk. "Silakan nikmati gladi resik gadismu. Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran."
Tidak perlu dikatakan dua kali, Jimin berdiri dan berlari keluar dengan cepat. Senyuman lebar menghiasi wajahnya. Akhirnya!
Jimin menerobos melewati para pengawal yang menjaga pintu perpustakaan istana. Setelah kakinya menginjak lantai koridor, Jimin tidak pernah merasa sebebas ini.
Tidak ada pengawal, tidak ada pelayan merepotkan, dan tidak ada Namjoon. Jimin bisa melakukan apapun yang ia mau.
Kakinya melangkah ringan ke arah barat, tempat di mana ballroom istana berada. Ia lewati koridor-koridor panjang nan tinggi istana yang selalu sepi. Jimin ingin sekali pergi keluar benteng, tetapi ia dilarang. Sering kali ia mengira bahwa istana ini adalah penjara untuknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/97190453-288-k54689.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...