Jungkook memimpin pasukannya mengarungi lorong-lorong istana yang gelap. Lebih dari lima ratus prajurit ia kerahkan untuk serangan malam ini. Masing-masing didampingi oleh minimal satu senjata. Langkah mereka tegap, namun tetap berhati-hati. Pelan-pelan Jungkook telah membawa pasukannya menuju sisi barat istana. Ia sebar prajuritnya ke semua sisi, mengepung target mereka.
Jungkook mendekat dengan pedang di tangan. Matanya memicing, berusaha fokus di dalam kegelapan. Ketika kakinya menyentuh lantai marmer ruang utama wing barat, ia tidak melihat satu orang pun di sana. Suasana sunyi senyap, hanya meninggalkan jejak api unggun yang meletup-letup.
Kepala Jungkook berayun ke depan, memberi sinyal pada prajuritnya untuk terus maju. Jungkook tentu menyadari bahwa ruang utama tersebut dikelilingi oleh pintu-pintu yang tertutup rapat. Ia meyakini orang-orang Timur sedang beristirahat di dalam masing-masing pintu.
"Tuan, apakah aneh jika mereka tidak meninggalkan satu orang pun untuk berjaga? Kesunyian ini sangat mencurigakan." seorang prajuritnya berbisik dari belakang, membuat Jungkook memutar otaknya.
"Bersiap saja. Mungkin mereka memang berniat untuk menyambut kita," Jungkook menyahut.
"Kau benar."
Seketika, semua senjata tajam tertuju pada sumber suara. Jungkook berikan fokus berlebih pada sosok yang baru saja keluar dari salah satu pintu. Seorang wanita.
"Kau pikir kami sebodoh itu? Memasuki kandang musuh dengan tangan kosong dan mental lemah?" wanita tersebut diam di tempat. Rambut pirangnya bersinar di bawah cahaya rembulan. Manik hijau berkilat penuh ambisi.
Jungkook melirik salah seorang prajuritnya. Mereka yang paham segera menyalahkan suluh, menimbulkan cahaya terang berwarna kuning keemasan yang menerangi seluruh ruangan. Rupa wanita tadi menjadi semakin jelas.
Wanita dengan kecantikan luar biasa hingga membuat seluruh prajurit terperanjat sesaat. Iris hijaunya bermain secara misterius, memandang ancaman di depan dengan tenang dan anggun. Bohong jika Jungkook tidak terintimidasi. Terutama ketika matanya melihat wanita tersebut menggenggam gagang pedang di pinggangnya.
"Tamu dilarang membawa senjata. Jatuhkan pedangmu sekarang juga," titah Jungkook dengan tegas. Pedangnya sendiri teracung pada wanita tersebut.
"Untuk apa? Agar kalian bisa menyerang kami kapanpun kalian mau?"
Jungkook menelan ludah saat wanita ini tidak terpengaruh oleh gertakannya sama sekali. Ia sanggup melihat hawa berbahaya yang wanita ini keluarkan.
"Aku selalu tahu bahwa Selatan bukanlah pihak yang bisa diajak kerja sama. Kalian membuatku muak." wanita tersebut mencibir. Meski wajahnya menunjukkan kejijikan, ia tetap berdiri dengan kecantikan absolut. Sial, Jungkook tidak bisa fokus. Begitupun dengan semua prajuritnya.
"Kalian ingin perang?" Wanita di depan melangkah ke kiri, hendak bergerak memutar. Prajurit Jungkook di depannya juga ikut bergerak, mundur.
Jungkook tidak paham. Wanita ini hanya sendirian, ia dikelilingi oleh ratusan laki-laki yang lebih tinggi dan lebih kuat darinya. Namun, pengaruh yang ia berikan sangatlah kuat, mampu membuat semua orang yang dihadapinya untuk jatuh berlutut dan menyerah padanya.
Akan tetapi, Jungkook pastikan bahwa hal itu tidak akan terjadi malam ini.
"Apa yang kalian lakukan? Jangan mundur!" berang Jungkook saat beberapa prajurit betul-betul mundur saat wanita itu mendekat.
"Ha. Dasar lemah," maki wanita itu. Jungkook tidak bisa untuk tidak geram.
"Akan kuberikan apa yang kalian mau, jika kalian memang ingin menyulut api peperangan di sini." wanita tersebut berhenti. Ia mendorong seluruh pasukan Jungkook ke tengah ruangan. Seketika, semua bulu kuduk Jungkook berdiri saat wanita di depan menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...