"Dia hilang?!"
Jungkook menunduk dalam-dalam. "Maafkan aku. Aku--"
PLAK!
"Bodoh! Kau sungguh bodoh!"
Manik Jungkook terpejam. Ditahannya rasa sakit yang menjalar dari pipinya. Sang Raja menghembuskan nafas berat di hadapan Jungkook berdiri. Ia tampak marah, tentu. Dia sangat murka. Bagaimana tidak? Jungkook dan puluhan pengawalnya mengejar seorang gadis dan mereka kehilangan jejak di depan mata kepala mereka sendiri!
Nafas Jungkook terhembus pelan. Bibirnya bergetar. "Maafkan... aku..."
Raja kembali duduk. Dua pelayan bergegas mengayunkan kipas agar sang penguasa tidak kepanasan akibat amarah. "Cepat atau lambat, Timur pasti mengetahui kejadian ini. Kita tidak dapat menghindari perang lagi. Kita harus bersiap."
Jungkook menggigit bibirnya. "Aku akan mencari gadis itu. Meski aku harus kehilangan tidurku, aku akan--"
"Lupakan saja." Raja memotong. Tatapannya masih penuh murka. "Ada kemungkinan dia kembali pada rombongannya. Mungkin juga mereka sedang menyiapkan serangan malam ini."
Dua tangan Jungkook yang melipat sopan di depan mengepal. Tubuhnya bergetar karena takut. "Maafkan aku."
"Berhenti meminta maaf! Beribu maaf darimu tidak akan menyelesaikan masalah!"
Jungkook tersentak saat Raja berteriak. Kemudian, pria setengah baya tersebut pun melanjutkan, "Sekarang kau pergi siapkan pasukan untuk bersiap. Tidak perlu banyak-banyak. Lebihkan saja dari jumlah mereka. Serang saat mereka lengah daripada menunggu lebih lama. Lenyapkan mereka sebelum ada yang kabur."
"Aku mengerti." Jungkook membungkuk dalam-dalam dan memutar tumitnya untuk pergi.
Sang Raja pun kembali menghembuskan nafasnya. Ia mengangkat tangan untuk memanggil pelayan. "Bawa aku dan istriku pergi dari sini," katanya dengan suara rendah.
***
Seokjin mengetuk-ngetuk ujung sepatunya di atas karpet koridor istana. Ia masih diam di tempat, melipat dua tangan di depan dada dengan punggung bersandar pada salah satu pilar. Manik hijaunya memindai sekitar.
"Mengapa ia lama sekali?" Seokjin bergumam.
Koridor tempat ia berdiri sungguh sepi. Yang terdengar hanyalah suara ketukan sepatunya dan nafasnya yang berderu. Beberapa pengawal yang pada awalnya menemani Seokjin di sana sudah pergi beberapa menit lalu. Entahlah, mungkin memang sudah waktunya pergi karena sudah malam. Seokjin pun berdiri sendirian, menunggu.
"Lagipula, apa urusan Jiyeon di sana? Siapa yang ia cari?" ia berpikir. Kakinya mulai bergerak gelisah. Seokjin rasa saat itu belum terlalu malam, tetapi mengapa istana ini begitu sepi?
Ketika Seokjin memutuskan untuk menyusul, pergerakannya terhenti saat ia mendengar langkah kaki. Telinganya menangkap beberapa orang sedang berderap ke arahnya.
Seokjin tidak bergerak. Ia tahu itu adalah suara langkah orang-orang Selatan. Namun, ia tidak merasa harus ketakutan atau panik. Tubuhnya bergeming di tempat dan melihat beberapa orang muncul dari ujung koridor.
Sejumlah pengawal berjalan di belakang seorang pria. Seokjin mengenal pria itu. Dia adalah pria yang selalu membersamai Jimin sepanjang Seokjin menginjakkan kaki di sana. Mata bulatnya tersorot tajam dan tampak dari langkahnya yang dihentak-hentakkan, Seokjin yakin bahwa kondisi hati pria tersebut sedang tidak baik.
Seokjin terus menatapnya selama mereka berjalan. Hingga manik pria yang ditatap pun bertemu dengannya.
Pada awalnya, Seokjin tidak berniat untuk menajamkan tatapannya. Namun, pria yang sedang berjalan melewatinya itu seolah memaksa Seokjin untuk balas menatapnya tidak ramah. Manik kecokelatan milik pria tersebut terus beradu dengan miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...