Sang Raja menghela nafas ketika ia berhasil mendapat posisi yang nyaman di tempat tidurnya. Kerajaannya kacau, sangat kacau. Banyak yang gugur bahkan sebelum perang betul-betul dimulai. Yang terpenting adalah rakyatnya tidak boleh tahu. Tidak boleh ada yang tahu tentang kekacauan gila ini.
Istana ditutup. Seluruh pintu ditutup. Orang luar tidak diperbolehkan masuk sebelum kekacauan ini bisa terselesaikan. Raja Selatan pun mengadakan sebuah rapat darurat di kamar tidurnya. Kematian membuat kerajaan ini mengalami kekosongan di beberapa tempat. Seperti pengawal dan pelayan Raja karena semua miliknya telah mati terbunuh.
“Sebelum ke sana,” Raja memulai. Beberapa Jenderal, pengawal dan pelayan hadir di sana, menyesaki kamar tidurnya. Tapi ia tidak akan memedulikan itu sekarang. Kerajaannya sedang berada dalam kondisi genting. Ia betul-betul menyalahkan Jimin atas semua ini dan bersumpah akan menghukumnya berat saat anak itu kembali.
“Aku ingin seseorang mencarikan Jimin untukku. Mereka bilang Jimin sudah tidak ada di Timur, pergi bersama putri mereka.”
Sebelum ada yang menyebutkan nama, Raja kembali bicara, “Aku ingin anakmu yang mengambil misi ini. Bawa Jimin kembali.”
Pandangan Raja jatuh pada Jenderal Jeon. Pria setengah baya tersebut terluka di sekujur tubuhnya akibat insiden semalam. Matanya yang bengkak pun melebar. “Anakku, Yang Mulia?”
“Ya, anakmu.”
Sang Jenderal tampak kebingungan. “Ta-tapi.. Dia sedang berada dalam pelatihan di puncak gunung Alps. Butuh berhari-hari untuk bisa membawanya kembali.”
“Tidak perlu repot. Kita kirim elang pengirim pesan. Dia pasti paham.”
Jenderal Jeon membungkukkan kepalanya dalam-dalam. “Terima kasih atas kesempatan yang kau berikan. Kami tidak akan mengecewakanmu.”
“Jangan kecewakan aku.” Raja tersenyum samar. “Jika anakmu berhasil, mungkin aku bisa memberinya hadiah.”
“Sebuah kehormatan bagi kami. Terima kasih.”
Setelah puas mendapat jawaban, Raja melanjutkan rapatnya. Pelan-pelan pikirannya berlarian, memikirkan nasib rakyatnya, kerajaannya. Jika ia sehancur ini, apa yang akan terjadi? Mungkin Timur memang tidak lakukan apapun padanya tadi malam, tetapi siapa yang akan tahu di masa depan? Bagaimana jika mereka lah yang akan mengirim pasukan untuk perang?
Raja Selatan menghembuskan napas beratnya di sela-sela pemilihan seratus pengawal khusus untuk Raja. Tiba-tiba, sebuah pikiran terbesit di kepalanya.
“Oh, ya. Jenderal Jeon.”
“Ya, Yang Mulia?”
“Bisakah kau sertakan dalam surat untuk anakmu bahwa ia juga harus membunuh Putri Kerajaan Timur yang sedang bersama Jimin?”
***
Pelayan di rumah yang sangat besar itu membukakan pintu untuk Yoongi.
“Tuan,” beberapa pelayan membungkuk. Namun, Yoongi tidak menggubris mereka. Ia terus melangkah masuk dengan pakaian compang-camping juga tubuh yang babak belur. Tidak lupa dengan bau tidak sedap yang menguar dari tubuhnya. Yoongi sudah tidak ingat kapan terakhir kali ia mandi.
“Siapkan mandi untukku,” Yoongi berkata dan para pelayan tersebut segera mengerjakan tugas mereka.
Yoongi berjalan sempoyongan. Ia ingin merebahkan diri sejenak, setidaknya jika bukan di kasur, di lantai juga Yoongi bersyukur. Namun, ia tahu ia tidak boleh sembarangan mengotori rumah kakaknya.
“Samchun?” seseorang memanggil. Yoongi segera menengadah.
Di lantai atas, Holly memunculkan kepalanya. “Astaga, Samchun.” Tepat setelah ia katakan itu, Holly melesat turun ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[pjm] Servant of Evil ✔
Fanfiction[TELAH TERBIT! TERSEDIA DI TOKO BUKU ONLINE] Jiyeon tidak pernah tahu bahwa lelaki nomor satu setelah raja adalah seorang bocah tidak tahu sopan santun dan kejam di balik senyum menawannya. Jiyeon akui dia tampan. Wajar, dia adalah seorang Pangeran...