•••
past(n) Amigdala, dipercayai merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan ingatan terhadap reaksi emosi.
"Entah kenapa, setiap kali aku menaiki wahana ini aku teringat amigdala."
"Amigdala? Apa itu?"
"Kalau dari wikipedia, amigdala dipercayai merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan ingatan terhadap reaksi emosi,"
"Hah? Apa hubungannya?"
"Nggak ada. Aku pernah melihat di pinterest, dan aku suka."
"Aneh, dasar."
Untung sayang.
"Setiap naik wahana ini, kita melihat semua hal dari atas. Terlihat kecil. dan kebanyakan yang terlihat cuma langit, atau pemandangan kota gitu." jelas Haechan.
"Apa korelasinya, Chan?" Rena memberengut kesal.
Ia menerawang pemandangan di depan matanya. Ia tersenyum, "Kayak hidup, dari jauh semuanya kelihatan indah—seperti yang biasa orang lain lihat. Tapi kita nggak pernah tahu, apa yang sebenarnya terjadi sama orang lain disana." ia menjeda kalimatnya.
"Amigdala merespon reaksi emosi terhadap ingatan. Aku harap amigdalaku merespon semua hal sama seperti ketika aku melihat pemandangan ini, Indah, dan menyenangkan.
"Sulit dimengerti, memang. Pada akhirnya kamu bakal mengerti—atau nggak sama sekali." katanya kemudian tertawa.
Rena mengangguk. "Aku mengerti,"
Haechan menoleh padanya, tersenyum simpul.
"Kuharap begitu juga miliku." kata Rena.
Haechan menatap tepat di manik mata coklat Rena. "Aku ingin menceritakan banyak hal kepadamu, Ren."
Tidak, tidak ada respon. Tubuhnya kaku, mulutnya rasanya tidak bisa bergerak. Jantungnya sudah berkeliaran entah kemana. Tatapan itu, tatapan itu adalah segalanya.
"Kamu bisa menceritakan apa saja, Chan. Aku selalu mendengarkan." kata Rena akhirnya. Gadis itu tersenyum lembut. Andaikan, setiap hari bisa seperti ini, gadis itu tak perlu surga.
Haechan tersenyum simpul, giginya tak terlihat. Bersamaan dengan itu, ada hati yang sedang melebur begitu saja. Tak disadari, dinding tak kasat mata yang Haechan miliki telah sirna. Bukan jarak yang mereka punya, tapi makna. Makna dari kehadiran masing-masing.
Mereka kini saling mengorbit. Entah, sejak kapan tatapan dan senyum lugu Rena menjadi obat terbaik untuk Haechan. Yang sialnya, Haechan baru menyadarinya saat ini.
Ia begitu benci waktu pertama kali Rena melihatnya menangis, tapi kini ia tak menyesalinya sama-sekali. Berkat tangisan itu, kini hari suramnya menjadi tawa.
Ia begitu lega karena Rena telah muncul sebagai bagian dari hidupnya.
"Chan," panggil gadis itu. Sang pemuda masih menatap manik matanya. "Aku, tidak minta selamanya. Tapi untuk kali ini, selamanya tak akan pernah cukup untukku."
Pemuda itu diam sejenak. "Selamanya bukan hal yang kamu butuhkan," manik matanya menatap lembut sekali. Pemuda itu tersenyum, "Yang kamu butuhkan cuma dirimu."
Haechan memutus kontak mata. Ia menatap pemandangan senja disekelilingnya. Segalanya begitu indah disini. Semuanya.
"Aku tahu sesuatu, yang selama ini kau sembunyikan." Haechan menjeda kalimatnya.
"Jangan pernah menyerah untukku Rena. Kau boleh beristirahat, tapi jangan pernah menyerah untukku."
Rena terdiam, ia bingung. Jadi, selama ini Haechan, Haechannya tahu?
Haechan kembali menoleh, menatap tepat di netra sang gadis di hadapannya. "Aku tahu," ia tersenyum.
"Mulai sekarang aku akan ikut berjuang." kata Haechan. Pemuda itu bergerak mendekat, dan membawanya kedalam dekapannya yang hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMIGDALA || HAECHAN
Fanfiction𝐝𝐢𝐤𝐚𝐥𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠, 𝐚𝐤𝐮 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐫𝐢𝐧𝐭𝐢𝐤 𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐤𝐞 𝐛𝐮𝐦𝐢. sebuah kisah pendek tentang gadis pengagum matahari. amigdala 01, com...