2.0 japan : everything you need to know

35 6 0
                                    

"Renaaaa~~~" panggil Haechan dari ujung koridor.

"Kenapa sih? Suaramu lebay banget, Chan." protes Rena saat Haechan telah jalan di sebelahnya. Gadis itu bergidik ngeri dan menjalankan kakinya lebih cepat menuju kantin sekolah.

Haechan kembali menyamakan langkah mereka, "Beasiswanya kuambil, dann ternyataa akhir tahun berangkatnya!!" cengir Haechan.

"Waaaaah. Tepuk tangan." ujar Rena datar.

Pemuda itu menghentikan jalannya. "Serius, Ren."

"Aku tidak mau pura-pura bahagia saat tahu kamu akan pergi, Chan." jawab gadis itu.

"Jadi, apa aku tidak usah pergi?"

"Kamu gila?!" pekik Rena. "Ya maksudnya tetap jalani lah, tapi ya aku tetap setengah ikhlasnya." ujar Rena terbata-bata.

Haechan tersenyum, "Oke, karena waktuku tidak banyak, mulai hari ini aku akan selalu di dekatmu jadi nanti kamu tidak kangen saat aku ke Jepang."

"Malah, kalau makin dekat aku makin merasa kehilangan, bodoh." gadis itu terus terang. "Aku tidak mau bohong soal perasaanku padamu lagi, Chan. Aku tidak mau menyesal. Maaf kalau kata-kataku buat kamu kurang nyaman."

"Terus aku harus gimana, Kim Rena? Pergi menjauh sejauh-jauhnya sekarang? Itu maumu?" tanya Haechan gusar. Jalannya semakin cepat, mengikuti ritme jalannya Rena.

"Gak tau ah." Rena segera pergi.

"Rena." Kata pemuda itu. Haechan mencekal tangannya, gadis itu tidak bisa pergi. "Bicara yang serius. Jangan berhenti ditengah, aku tidak mau ribut."

"Maumu bagaimana? Aku pergi meninggalkan beasiswa itu? Aku tetap mengambil beasiswa itu dan menjauh darimu sekarang? Aku tetap mengambil beasiswa itu dan tetap di dekatmu sekarang? Atau apa? Katakan." kata Haechan, setengah menahan amarah. Mukanya merah padam.

Rena merasa bersalah, ia diam. Gadis itu menunduk hendak menangis, tapi malu, di kantin sangat ramai. "Tetap bersamaku, Chan. Ambil beasiswa itu. Aku—aku baik-baik saja. Jangan hancurkan masa depanmu hanya karena aku."

"Bukan 'hanya' Ren. Kamu itu bagian dari hidupku. Salah satu yang terbesar." jawab pemuda itu. Ia tersenyum dengan begitu tulus. Rena ikut tersenyum dibuatnya.

"Ngomong-ngomong, kamu sudah bicarakan ke Ayahmu?" Tanya Rena mendadak.

Haechan diam tak berkutik, mulutnya tertutup sangat rapat.

Rena menggenggam tangan pemuda itu, memaksanya membalikkan badan sehingga mereka saling berhadapan. "Jawab."

"Belum. Nanti mungkin," jawab Haechan sekedarnya.

Rena menghela napasnya, "Chan, ini buat masa depanmu. Tolong jangan main-main."

"Siapa sih yang main-main? Aku juga serius, dari dulu." jawab pemuda itu mendadak tinggi nada bicaranya.

Rena sedikir terkejut dan memundurkan langkah. "Chan, aku tahu kamu merasa kurang nyaman bicara dengan Ayahmu, tapi coba untuk kali ini, kali ini saja please kamu usahain ya? Ini buat masa depanmu juga. Kalau Ayahmu gak tahu, dan tahunya mendadak nanti beliau malah tambah sensitif. Ya?" bujuk Rena kepada Haechan. Pemuda itu masih diam saja.

"Aku nggak maksa. Aku cuma mau yang terbaik buat kamu, Chan. Kamu nggak bisa selamanya diem-dieman sama Ayahmu." Lanjut gadis itu.

"Iya... nanti aku bilang." Haechan mengangguk pasrah. Rena tidak tahu, apakah pemuda itu mengangguk hanya agar mereka tidak bertengkar atau ia benar-benar memaknai perkataannya.

AMIGDALA || HAECHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang