2.3 rain and everything on it

14 1 0
                                    

Jujur, Haechan sedang sangat malas berinteraksi dengan manusia. Manusia manapun, kecuali mereka yang benar-benar penting dalam sesuatu.

Hari ini adalah hari kesekian dari hari-hari  itu. Haechan membuka gawainya. Masih ada pop-up dari pesan yang dikirim Rena. Pemuda itu tidak membalasnya hanya membacanya sekilas.

Entah mengapa hari ini dia tidak ingin ditanya ataupun dikhwatiri, atau apapun. Dia cuma mau dipeluk dan di dengarkan, tanpa pertanyaan lain.

Hujan masih membisingkan sore ini, walau tidak terlalu deras tapi suaranya mampu meredam hiruk-pikuk yang ada di sekitar komplek, anak-anak yang baru turun dari bus berdesakan berdiri di tengah halte agar tidak basah dari hujan. Haechan dapat melihatnya dari jauh. Salah satu diantara mereka ada gadisnya, Kim Rena.

Kim Rena tengah menengadah ke langit seraya bersumpah serapah karena hujan yang turun, berbeda dengan Haechan yang sangat mencintai hujan dan segala yang hujan bawa, Kim Rena membenci hujan. "Hujan membuatku menyesali banyak hal, termasuk hidupku. Aku nggak mau terus-terusan jadi pecundang dalam hidupku sendiri." ujar Rena waktu itu.

Haechan tak bisa diam saja melihat gadisnya. Ia membuka gawainya dan memutuskan untuk mengirim pesan.

H
Aku di warung kelontong dekat halte

Rena membaca pesan itu dan segera merotasikan pandangannya menuju warung yang Haechan maksud. Pemuda itu melambaikan tangannya ketika netra mereka saling bertubrukan.

R
sebentar

Gadis itu kembali menutup gawainya dan membuka tasnya, mencari payung yang dapat ia gunakan untuk ke warung.

R
aku ternyata nggak bawa payung

Haechan mendengus membaca pesan gadisnya. Ia membalikkan badannya dan mencari Ibu penjaga warung. "Ibu, punya payung gak ya? Saya mau pinjem, besok saya balikin pas lewat. Temen saya kejebak hujan di halte. Kalau boleh sih, bu." ucapnya sopan.

Si Ibu mengangguk tersenyum, "Sebentar ya, nak. Ibu ambilin dulu."

Payung berwarna biru kelam sudah ia pegang, ia beranjak menaruh tasnya di kursi yang tadi ia duduki. Haechan segera membuka payung dan berjalan ke halte untuk menjemput Rena.

Mereka berdua terdiam dalam guyuran hujan. Tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan bahasa.

Setelah mereka duduk di toko, Haechan mengambil teh hangat yang tadi ia pesan dan menaruhnya ke depan hadapan Rena.

Gadis itu menggeleng. "Gak usah," jawabnya.

Haechan mengangguk, tidak berbicara lagi. Mereka berdua hanya terdiam.







"Hari ini kamu udah bohong dua kali. Pertama, aku pura-pura percaya, kedua aku capek pura-pura." ujar Rena tiba-tiba.

Haechan menoleh sedikit. "Maksudnya?"

"Aku tahu tadi pagi kamu bohong soal semuanya baik-baik aja."

Haechan menunduk.

"Mau sampai kapan, chan? Mau sampai kapan kamu nutup dirimu begini?" tanya Rena, gadis itu sangat khawatir.

"Cukup Ren. Aku nggak mau denger orang ceramah. Kepalaku udah pusing, badanku sakit semua."

Rena menangis, tiba-tiba.  "Aku mau marah chan, tapi apa hak ku buat maksa kamu cerita? Apa hak ku buat peduli sama kamu?"

Haechan menghela napasnya berat. "Aku juga bingung, Rena."

"Aku mau cerita tapi rasanya berat banget setiap kali aku mau ngomong." Haechan terengah-engah. "Kamu pikir udah berapa kali aku coba ngerangkai kata-kata yang jelas buat aku cerita ke kamu? Udah jutaan kali, tapi gak ada satupun kata yang keluar."

"Kenapa?" tanya pemuda itu. "Aku juga nggak tahu, Ren. Aku nggak tahu."

Rena mendengus. "Yaudah. Aku nggak bisa ngomong lagi. Tapi yang jelas, aku mohon kapanpun kamu mau sekedar marah-marah atau ngoceh misuh kamu bisa dateng dan bicara sama aku, chan." kata Rena tulus. "Ya chan?"

Haechan hanya mengangguk lemah sebagai balasannya. Pemuda itu tetap terdiam menatap rintik hujan yang terus datang mengguyur bumi, memandikan jalan-jalan yang haus.

Tiga puluh menit sudah terlewat ketika hujan berhenti. Mereka kembali meneruskan perjalanan pulang ke rumah mereka masing-masing, tanpa percakapan yang berarti.















Bagaimana kita bisa saling mengobati,
kalau aku tak tahu apa sakitmu?

Bagaimana aku bisa memintamu mengobatiku,
kalau nyatanya kau pun sedang sekarat?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMIGDALA || HAECHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang