12. UJIAN KEDUA

1.1K 46 0
                                    

Siang hari terasa gelap, hari ini adalah pengadilan pertama mengenai sengketa tanah pondok. Dengan bayi yang ada di perutku, aku , Teteh , A Dimas dan Anne (pengacara kiriman dari pengacara Abi) mengantar Abi dan Iqbaal menghadiri undangan panggilan kepolisian karena kasus sengketa hak tanah wakaf.
Ada yang aneh dengan Anne saat berkenalan dengan Iqbaal. Dia begitu lama menatap Iqbaal dan aku juga beberapa kali memergokinya sedang menatap suamiku itu. Ah, tapi gak mungkin ada apa – apa. Mungkin karena bawaan  hamil jadi aku sensitif. Bahkan dari kemarin- kemarin aku sering sensitif kayak gini. Jadi ini pasti hanya perasaanku saja.

Baliik lagi ke masalah sengketa,
Aku tidak mengerti, mengapa di kelurahan, rekapan surat perjanjian adalah tanah wakaf berjangka. Dan sama seperti yang di nyatakan Putera Adrian waktu itu. Semua bukti mereka menyudutkan kami. Hingga sampailah pada keputusan pengadilan bahwa tanah jatuh pada keluarga Adrian. Semua menangis, bukan masalah tempat tinggal. Tapi kami memikirkan nasib para santri. Sebagian santri memang bisa di pulangkan ke orang tuanya. Tapi, ada beberapa santri yang yatim piatu sejak kecil mengenyam ilmu di pondok ini.
“ Kita kalah dek” ucap Iqbaal di dalam pelukanku
“ pasti ada jalan keluar A, “
“ Sudah, kita pulang saja” kata Abi
“ tunggu !!!! “ suara pria itu menyeruak di lorong kantor pengadilan itu
Seorang pria berkulit putih, berperawakan tinggi dan jas hitam terlihat sangat rapi
“ kita belum selesai Pak Kiayi, dengan anda melawan saya itu sungguh menjatuhkan harga diri saya”
“ maksud Bapak apa? “ tanya Abi sopan
“ saya akan menuntut anda karena pasal pencemaran nama baik saya”
“ maksud bapak apa? Sebelah mana Abi saya mencemarkan nama baik anda? “  tanya Iqbaal
“ dia telah melawaan saya dan membuang – buang waktu untuk ke pengadilan ini”
“ Anda gila???? Bukankah apa yang anda inginkan telah tercapai” jawab Iqbaal dengan nada cukup tinggi. Emosinnya sudah mulai naik karena keangkuhan orang itu
“ hahaha... dan ini juga akan masuk pasal karena anda berani menghina saya gila”
“ sepertinya pasal yang anda maksud hanya pasal yang bisa anda beli dengan sesuka hati” ucap sinis Iqbaal
“ hei ... jaga bicaramu !!!” bentak balik Adrian
“ silahkan anda ambil semuanya, saya tidak takut dengan pengadilan di dunia. Yang saya takutkan hanya pengadilan Akhirat nanti”
“ hahahaha.... menunggu sesuatu hal yang belum tentu akan terjadi, hanya omong kosong”
“ hahahaha... saya jadi mengerti kenapa anda begitu tamak. Ternyata anda tidak percaya pada hari kemudian. “
“ Udah A... ayo” sela-ku sebelum terjadi hal – hal yang tidak di inginkan
Datanglah Anne dari balik toilet, dia tampak menyapu bibirnya seperti sudah memuntahkan sesuatu. Dia juga terlihat pucat dan Lelah. Mungkin karena kecapean menangani kasus ini.
“ kamu gak apa – apa ann?? “
“ gak kok Li, Cuma kecapean”
“ oh ya udah , kita pulang”
Beberapa minggu setelah itu, akhirnya staf pondok menemukan surat bukti yang menyatakan bahwa tanah ini sudah di wakafkan sepenuhnya untuk jangka waktu selama – lamanya.
Adrian dan pihak kelurahan tentu sudah mengubah sebagian kata – katanya. Iqbaal langsung mendatangi kantor kelurahan dan menuntut mereka semuanya karena telah memalsukan dokumen. Rupanya mereka telah di bayar oleh Adrian untuk pemalsuan dokumen ini.
Keesokan harinya ayah datang dan langsung memelukku, begitupun bunda. Mereka sedikit kecewa karena aku baru memberi tahu kabar baik ini kepada mereka. Tapi setelah ku ceritakan apa yang terjadi pada pondok ini, akhirnya mereka mengerti.
"kamu mual gak sayang? " tanya ayah setelah aku menghidangkan kopi kepada mereka
"aku yang mual yah" timpal Iqbaal
"oh iya? Hahahahah. Sabar yah baal...anggap aja itu kasih sayang dari anak kamu buat papahnya." Ucap ayah
"iya..aku ikhlas kok. Hahahaha" ucapnya sambil mengelus perutku yang masih datar. Lalu kami berbincang - bincang bersama di dalam rumah. Dengan ayah dan Abi yang senang akan mendapatkan cucuu.

( DUA BULAN KEMUDIAN)
Hari ini aku akan di tinggal Iqbaal untuk mengurus sengketa pondok ini. Hanya Iqbaal, Abi dan A dimas yang datang ke persidangan. Ini adalah sidang terakhir setelah kami melewati tiga kali panggilan karena pihak Adrian tetap keukeuh dengan pernyataannya bahwa tanah ini  milik mereka.  Sebenarnya aku ingin ikut, tapi Iqbaal melarangnya karena alasan aku sedang mengandung.
"beresinnya jangan sambil  cemberut dong " ujar Iqbaal padaku yang tengah merapikan semua keperluannya.
Aku tak menggubrisnya karena, entahlah, semenjak hamil aku sangat sensitif dan rasanya benci sekali jika harus di tinggal -tinggal seperti ini. Bahkan di hari raya Idul Fitri pertamaku dengan Iqbaal,  aku hanya bisa menangis seharian karena seharian ditinggal Iqbaal untuk mengurus pondok ini.
Mungkin terdengar kekanak – kanakan , tapi aku benar – benar merasa kurang perhatian lagi dari Iqbaal semenjak mengurus persidangan ini. Jujur aja aku capek sekali karena kadang Iqbaal sampai gak tidur hanya untuk mencari bantuan pengacara kesana – sini. Walau sudah Anne, tapi katanya gak cukup, Anne yang menyarankan bantuan pengacara lain agar menjadi sebuah tim yang akan mengalahkan Adrian.
“ Hei ... “ ucapnya lagi  sambil menyentil bibirku yang sudah ku kerucutkan dari sejak tadi.
"kamu tahu? Kalau Ibu hamil tuh bawaanya pengen di temenin suami terus. Ini malah pergi – pergi terus. Aku capek ditinggal – tinggal. "
"cuma sehari aja sayang, lagian ini yang terakhir. Insyaallah setelah ini seratus juta detik, menit, jam, hari aku hanya buat kamu” gombalnya
Aku tidak bisa menjawab apa – apa jika dia sudah mengeluarkan jurus gombalan seperti itu.
“nanti kan kita bisa video call. Kamu disini sama Teteh ‘kan gak sendiri. " rayunya lagi
"tetep aja beda" jawabku akhirnnya
Aku terkejut kala dia melingkarkan tanganya ke perutku dan mencium perutku.
"aku akan segera kembali untuk kamu sama dedek bayi" sambil mencium keningku.
Aku memberikan tas berisi bekal dan berkas  padanya.  Dia menerimanya dengan senyuman, seementara aku hanya menghela nafas karena harus ditinggal lagi dan lagi olehnya.
“ doain ya, biar kita menang . Biar sejuta waktu yang aku janjikan untuk kamu bisa ku buktikan” ucapnya
“ aamiin” ucapku menampilkan senyum termanisku
Dia mencium keningku cukup lama , setelah itu berjalan kedepan untuk menemui Abi dan A Dimas yang sudah menunggu. Terlihat Teteh memeluk efrat suaminya seperti sama denganku, tak ingin melepas suaminya pergi.
"Titip Lia ya, Teh" ucap Iqbaal
"siiiip"
“ Titip Teteh juga ya Lia”
  "aman" ucapku sambil mengacungkan ibu jariku
“ hahaha... kok jadi saling nitipin gini sih? “ ucap Teteh
“ pokoknya kalian baik – baik di rumah. Kalau ada apa – apa panggil Omar atau Yori” ucap Abi
“ iya Bi, hati – hati yah. Semoga pondok ini jatuh ke tangan kita” ucap Teteh
“ bukan jatuh, tapi tetap di tangan kita” timpal A Dimas
“ aamiin”
Aku rasanya ingin menangis saat Iqbaal memandangku dan memelukku. Dan akhirnya, air mata yang dari tadi aku tahan keluar juga. Dia menghapus air mataku dengan ibu jarinya seraya melepaskan pelukanya. Lalu aku berpindah memeluk Teteh saat dia mulai melangkahkan kakinya pergi menyusul A Dimas dan Abi yang sudah ada di mobil dengan Anne dan tim nya.
Setelah mereka pergi, hatiku mulai tak enak. Tak seperti biasannya aku sesakit hati ini ditinggal Iqbaal. Mungkin efek hormon ibu hamil jadi seperti ini.
_o0o_

POV IQBAAL
Alhamdulillah persidangan berjalan dengan lancar. Do’a kami terkabul karena telah memenangkan persidangan ini. Ternyata mereka ingin menipu kami.  Mereka memalsukan semua dokumen yang seolah – olah tanah ini diwakafkan dengan jangka waktu. Padahal jelas – jelas, kakek mereka mewakafkan tanah Pondok untuk Abah kelola. Dan akhirnya kebenaran memang tak bisa di kalahkan. Asal terus berdo’a dan berusaha. Jika kita benar, gak usah takut salah. Karena Allah akan selalu bersama orang – orang yang berani jihad di jalan Allah.
Tak butuh waktu lama untuk aku memberi kabar baik ini kepada Lia. Akhirnya aku bisa mengganti waktuku yang telah hilang dengannya kemarin – kemarin.
Iqbaal
“ halo.. sayang”
Lia
“ Assalamualaikum A”
Iqbaal
“ Astaghfirullah, sampai lupa kasih salam saking bahagianya”
Lia
“ hahaha... kenapa emang? Kita menang? “
Iqbaal
“ iya sayang, alhamdulillah”
Lia
“ Alhamdulillah , terimakasih Ya Allah “
Terdengar suara krusak – krusuk di handphone Lia
Iqbaal
“ kok suaranya krusak – krusuk”
Lia
“ aku refleks sujud syukur saking senengnya”
Iqbaal
“ pelan – pelan sayang, nanti perut kamu ke-tekan”
Lia
“ apa sih ... lebay deh”
Iqbaal
“ eh ... ya ... dibilangin sama suaminya di bilang lebay. Giliran ditinggalin ngerenngek minta jangan pergi hahaha”
Lia
“ ya udah , nanti mah aku cuek  aja”
Iqbaal
“ jangan dong “
Lia
“ ya udah cepet pulang dong, udah beres kan? “
Iqbaal
“ iya , ini mau pulang . Tunggu ya”
Lia
“ iya ... mau di siapin apa? “
Iqbaal
“ tumben nih, ada angin apa? “
Lia
“ iiih... di perhatiin malah nanyain angin”
Iqbaal
“ hehehe... siapin kamu aja . Peluk kamu 24 jam udah cukup buat aku” 
Lia
“ peluk aja tuh angin! “
Iqbaal
“ hahaha jangan marah dong, peluk angin kan malah tambah dingin, kalau meluk kamu ‘kan tambah anget”
Lia
“ jadi mau di masakin apa buat buka nanti? “
Iqbaal
“ apa aja asal masakan kamu, aku suka”
Lia
“ ya udah”
Iqbaal
“ ya udah apa? “
Lia
“ ya udah dulu, aku mau masak. Kamu juga mau pulang sekarang kan?”
Iqbaal
“ hehe iya”
Lia
“ Assalamu’alaikum “
Iqbaal
“ walaikumsalam “
 

_o0o_

POV LIA

Aku tersenyum sendiri saat mematikan sambungan telephonku dengan Iqbaal. Inikah rasanya pacaran setelah menikah? Sungguh nikmat dan bahagia walau kita sedang berjauhan.
Sampai aku kaget melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 3 sore. 
"aduuh , belum beli bahan – bahan lagi" gumamku kesal pada diri sendiri karena belum membeli bahan yang akan aku masak untuk Iqbaal nanti.
Aku langsung bergegas ke dapur dan ternyata Teteh sudah selesai dengan masakanya.
" Teh?? Kapan belanjanya? Kan’ kulkas kosong" ucapku
" tadi sambil jalan – jalan hehe”
“ aduuuuh... kenapa gak panggil Lia. Kan bisa Lia temenin” ucapku cemas
“ haha gak apa – apa Lia,  lagian kan biasanya kamu yang masak, sekarang gantian. Kamu juga harus banyak istirahat ‘kan lagi hamil" ucap Teteh
"tapi Teteh juga lagi hamil besar, udah Teteh tunggu di meja makan, ini aku yang bawa ke sana" ucapku mengambil alih kerjaan Teteh
"iya" ucap Teteh sambil pergi mengelus – elus perut besarnya.
Tiba – tiba Teteh berjalan dengan sangat aneh. Dia terlihat tertatih sambil berpegangan ke kursi meja makan. Aku tidak bisa melihatnya karena dia membelakangiku. Aku segera menyimpan piring yang ada di tanganku dan langsung menghampiri Teteh.
“ Teh, kenapa? “ tanyaku. Barulah bisa kulihat wajahnya yang terlihat menahan sakit
"perut aku sakit banget," jawabnya
“ bi-bisa jalan gak? “ tanyaku terbata – bata karena gugup melihat keringat dan wajah pucatnya.
“ gak tahu Lia, sakit banget aaarrrggghhh “ ucapnya sambil teriak menahan sakit
“ duduk dulu disini sebentar ya, ”
Aku langsung berlari keluar, mengutus salah satu santri untuk mencari tukang becak atau rental mobil. Sementara itu, aku mencari barang yang bisa aku bawa ke rumah sakit karena aku rasa Teteh akan melahirkan.
“ Lia, baju bayi dan semua perbekalan ke Rumah sakit udah aku taruh di satu tas warna putih” teriak Teteh
Aku langsung mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar. Dan akhirnya ku temukan tas besar berwarna putih yang dimaksud Teteh.
“ Assalamualaikum” teriak santri pria diluar sana
“ iya sebentar” teriakku
Aku keluar dengan membawa semua perlengkapan. Dan kulihat santri sudah berkumpul didepan rumah. Sepertinya mereka Tahu ada yang tidak beres dengan kami.
“ Lia !!!” teriakan itu datang dari Omar yang jauh disana
“ Mar, Teteh mau ngelahirin kayaknya”
“ ya udah ayo ke Rumah Sakit” seru Omar
“ ini teh, pake mobil Pak RT” tunjuk seorang santri yang tadi aku utus
“ iya makasih ya”
Semua langsung membantu membawa Teteh masuk ke mobil. Terlhat Yori yang juga cemas sambil menggigit bibir bawahnya.
“ nitip pondok ya Yor” ucapku
“ iya-iya”

Mobil melaju dengan cepat. Didalam mobil ,  Teteh berbaring di pahaku. Dia mulai teriak - teriak karena menahan sakit. Tiba- tiba aku di kagetkan dengan darah yang keluar dari kakinya.
“ Ya Allah” seruku kaget
“ apa Li? “ tanya Omar
“ ini ada darah keluar, maaf bisa cepet gak Pak RT? " ucapku
"iya neng ini udah ngebut" jawab Pak RT
"Lia, aku gak kuat. Ini kayaknya kepala bayinya udah kluar” ucap Teteh membuat aku melotot kaget.
Refleks aku melihat ke balik roknya. Benar saja, disana sudah terlihat sesuatu yang akan keluar.
“ AAAArrrgh,  Kamu bisa tolong tarikin gak? " ucapnya  sambil teriak dan terengah - engah
"haaaaaah? " ucapku kaget
"please, aku ga kuat" mohon Teteh
Lalu aku menurutinya dan kulihat darah semakin banyak. Kepala bayi yang tadinya hanya terlihat seperempat, sekarang sudah terdorong keluar setengah.
Aku mendadak gemetar, tidak tahu bagaimana cara menariknya. Maka aku urungkan niatku membantu teteh. Tapi disaat bersamaan, tiba – tiba Teteh teriak dengan sangat keras. Dan keluarlah suara bayi dari dalam roknya.
“ Alhamdulillah” seru Teteh
“ Astaghfirullah” ucap Pak RT
“ fokus pak, lebih cepat lagi” ujar omar
Sedangkan aku mematung entah apa yang telah terjadi. Suara tangisan itu begitu keras membuat aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Sedangkan teteh sendiri terlihat sudah tidak sadarkan diri.
“ LIA!!!! “ teriak omar membuat aku keluar dari segala kebingunganku
Aku menoleh pada Omar yang sudah sangat cemas saat itu
“ Angkat bayinya!!!” ucap Omar
“ haaah??? “ ucapku masih bingung
“ gendong bayinya kasihan” ucapnya lagi sambil mencari sesuatu dari dalam tas putih milik teteh
“ gen-dong??? “ tanyaku terbata - bata
“iya ... ayo aku bantu”
Aku mengangkat bayi dari dalam rok Teteh dengan gemetar.
“ Ada tali yang nyambung ke Teteh”
“ addduuuuh... kamu pernah belajar biologi gak sih? Itu tali pusar” ucapnya sambil menyelimuti bayi yang ku angkat yang masih saja menngis dengan keras.
Akhirnya mobilberhenti tepat di depan Instalasi Rumah Sakit. Omar langsung keluar mobil menemui perawat. Datanglah atu perawat masuk kedalam mobil menangani Teteh di depan mataku.
Aku tidak akan menceritakan apa yang terjadi, karena kejadian ini cukup ngilu dan membuat aku kunang – kunang. Hingga kurasakan beban di paha dan tanganku sudah hilang. Rupanya perawat itu membawa Teteh dan bayinya. Meninggalkan aku yang  penuh dengan darah di tanganku.
“ LIA !!! LIA!!!”
Aku lihat terikan itu datangnya dari Omar yang samar – samar aku lihat. Setelah itu, aku tidak ingat apa – apa lagi.

_o0o_
Aku terbangun karena bau minyak angin yang menulusup masuk kedalam hidung dan tenggorokanku. Saat membuka mata, aku lihat suamiku tepat didepan wajahku beberapa senti saja. Dia tampak khawatir dan menepuk -nepuk pipiku.
"alhamdulillah...kamu gak apa - apa sayang? "
" Baaal .....hiks hiks" ucapku sambi memeluknya.
" sssst..... all is well honey. Ada aku disini. Maafin aku yah" ucap Iqbaal mencoba menenangkanku
"aku takut, darahnya banyak banget, kepala bayinya keliatan. Aku takut melahirkan" ucapku terbata – bata karena masih sambil menangis.
"gak apa - apa sayang, Teteh sama bayinya juga baik - baik aja. Liat mereka yuk" ajak Iqbaal
"gak mau..." jawabku semakin mempererat pelukanku padanya.
Tiba - tiba terdengar suara gorden ruangan itu terbuka. Rupanya aku sedang di Instalasi Gawat Darurat.
"udah bangun ternyata" ucap seorang pria berjas putih mengenakan stetoskop di lehernya
"udah dok, tapi dia ketakutan"
"iya lah..ibu hamil membantu ibu melahirkan. Gimana gak trauma? Sini saya periksa dulu" ucapnya sambil mengulurkan alat seperti senter ke mataku
Aku masih menggenggan tangan Iqbaal sambil terisak sisa tangisan tadi.
"lain kali, Bapak jangan ninggal - ninggalin ibu hamil di rumah, apalagi nanti pas usia trimester akhir. Harus selalu ada yang mendampingi. Lebih bagus, suaminya yang mendampingi. Tapi kalau bapaklagi kerja, usahakan tidak sendiri dirumah. Biar hal yang terjadi sama kakaknya tidak terjadi pada istrinya”
Iqbaal memperhatikanku dengan penuh rasa bersalah.
"iya dok"
Setelah memberi sepatah , duapatah kata,  dokterpun pergi dan datanglah Abi dan  A Dimas.
"ini salah abi, harusnya Abi pergi sendiri ke pengadilan” ucap Abi
“ Abi, Abi ngomong apa sih? Justru Lia yang salah, karena merengek ke Iqbaal gak mau ditinggalin” ucapku sambil membelai pipi Iqbaal
Iqbaal tersenyum dan mencium tanganku yang sejak tadi dalam genggamannya.
“ semuanya kan baik - baik aja, jadi gak ada yang perlu di salahkan. Biar sekarang aku fokuskan ke pemulihan Lia dulu. Semoga gak berlangsung lama traumanya " ucapnya sambil mengusap kepalaku.
" aamiin... makasih ya Lia, dan maaf kamu jadi berjuang buat Teteh yang harusnya aku di posisi itu” Ujar A Dimas
“ gak apa – apa A, aku Cuma panik aja. Nanti juga pulih sendiri”
“  iya, makasih Lia. Oh iya,  gak mau liat bayi Teteh? Cantik lo"
Seketika bayangan hitam merasuk ke fikirankku. Ada gumpalan darah, teriakkan Teteh dan tangisan bayi. Air mataku turun tanpa bisa ku kendalikan. Aku menggelengkan kepala, karena aku masih mengingat bagaimana aku mengangkat bayi yang penuh darah itu dengan tanganku.
"ya udah baal...kamu  bawa pulang Lia aja, kalian istrahat  di rumah. "
Iqbaal menatapku menyadari ada yang tidak beres denganku
"iya A... maaf yah, gak bisa nemenin disini" Ucap Iqbaal
"gak apa – apa, kamu ajak Lia refreshing atau apa gitu. Biar dia lupa sama kejadian tadi" ucap A Dimas
"iya A"
Aku turun dari ranjang di bantu Iqbaal. Lalu kami pamit pada Abi dan A Dimas. Mereka mengantar kami sampai ke mobil, hingga aku merasa melupakan sesuatu.
“ oh iya, tadi aku kesini sama Omar” ucapku
“ iya, kan dia yang melphon aku. Tadi dia udah pulang sama Pak RT”
“ oh”
Kami masuk kedalam mobil. Selama perjalanan, tanganku tak mau lepas dari tangan Iqbaal. Bahkan Iqbaal tidak risih saat aku menyenderkan kepalaku di pundaknya. Padahal mungkin dia kesusahan menyetir mobil dalam posisi seperti ini.
Tidak terasa perjalanan kami sudah sampai  ke Pondok. Iqbaal langsung menyuapiku makan walau aku sudah berkali – kali menolak. Tapi dia tetap memaksa karena aku memang belum makan dari tadi pagi.
Setelah makan, kami berbaring di kamar. Seperti biasa, kami berdiskusi sambil ku mainkan janggut tipis di bagian dagunya.
"aku takut A... ternyata melahirkan se-dahsyat itu" ucapku
"kamu itu wanita yang kuat sayang, kamu pasti bisa "
“ tapi aku takut, aku gak mau melahirkan” ucapku manja
“ sssst.....  apa yang kamu takutkan? Sakit? Perih? Atau takut gak bisa? “
“ aku takut mati karena gak bisa nahan sakit”
“ Allah telah menjamin kematian ibu yang melahirkan dengan Syurga Dek, kalau kamu takut mati karena melahirkan, berarti kamu takut masuk syurga dong hahaha”
“ aku serius A”
“ Aa juga serius sayang, ibu yang meninggal karena melahirkan itu insyaAllah mati dalam keadaan Husnul khotimah. Karena dia meninggal tengah berjuang di jalan Allah, yang dinamakan Jihad. Jadi insyaallah mati syahid, karena dia telah berjuang melahirkan anak yang dititipkan Allah padanya”
“ emang Aa gak takut aku mati? “
“ sekarang Aa tanya ballik, apa kamu mau Aa mati? “
“ jangan dulu !!!  “ ucapku penuh ketakutan
“ semua orang takut kehilangan orang yang kita sayang Dek, tapi kita juga harus sadar bahwa semua yang ada di dalam hidup kita adalah milik Allah, termasuk kamu. Maka jika kamu diambil oleh Pemilik aslinya, aku bisa apa? Makannya aku selalu ingin menjaga titipanNya ini, agar Allah tidak cepat – cepat mengambil Adek”
Tak terasa aku merasakan panas dibagian mataku. Aku  tersenyum menatapnnya dan dia mencium keningku sambil mengelus perutku. Lalu aku terlelap di pelukanya karena elusanya membuat aku tenang.


_o0o_
      

        Keesokan harinya aku terbaangun masih dalam pelukan Iqbaal. Aku melihat ke arah perutku yang masih ada tangan Iqbaal di atasnya.  Aku meleepaskannya secara perlahan , agar tidak membangunkan Iqbaal. Aku mengusap perutlu secara perlahan. Hatiku bergetar kala aku terngiang dengan kata – kataku sendiri , bahwa aku tidak mau melahirkan.
“ maafin kata - kata mamah kemarin yah Dek, Mamah khilaf" ucapku seolah berbicara pada anakku yang ada di dalam perutku.
"gak apa - apa mah, Dedek tahu mamah gak sengaja" suara itu datang dari Iqbaal. Aku kaget dan langsung menatap ke arahnya yang sekarang sudah bertengger dengan tangan dikepalanya.  
"kamu udah bangun? "
" belum, ini masih mimpi. Masa ada bidadari cantik di dunia nyata" ucapnya ke arah gombal
"hemmh ... “ keluhku seolah sudah kebal kena gombalannya setiap hari
“ eh ... mau kemana? “ ucapnya saat aku beranjak
“ wudhu bentar lagi adzan subuh “
Dia melihat ke arah jam, dinding dan kembali tersenyum karena pertanyaannya sudah terjawab,.


_o0o_
Selesai shalat , aku masak, bersih – bersih rumah dan  mencuci seperti biasa. Sedangkan Iqbaal menyapu halaman rumah. Tiba – tiba telephon rumah berdering. Aku segera bergegas untuk mengangkatnya.
LIA
Assalamu’alaikum
(....)
Walaikumsalam
Lia
Abi?
Abi
Iya Lia, sekarang Teteh pulang sama bayinya
Lia
Alhamdulillah, nanti Lia beresin kamarnya Teteh
Abi
Iya, ya udah ya Li, mau ngabarin itu aja
Lia
Iya , Bi
Abi
Assalamu’alaikum
Lia
Walaikumsalam

Aku berlari ke luar untuk memberitahu Iqbaal. Tapi belum sempat aku panggl dia sudah melihat ke arahku.
“ Astaghfirullah Dek, jangan lari Ya Allah” ucapnya bernada seperti ibu – ibu sedang memarahi anaknya
“ Teteh hari ini pulang, tadi Abi nelpon”
“ alhamdulillah” serunya
“ ya udah aku siapin kamar Teteh dulu ya”
“ iya, tapi jangan lari – lari kayak tadi”
“ aku kan mau beres – beres sayang, bukan marathon”
“ abis kamu suka lupa kalau kamu lagi hamil” ucapnya bete
“ bukan lupa, saking senengnya jadi... “
“ jadi lupa, iya kan? “ potongnya
“ he-he”
Siang harinya, rombongan Teteh datang. Mereka disambut dengan lantunan sholawat dari anak – anak santri. Ini hal yang selalu aku kagumkan dari para santri disini. Mereka selalu ikut bahagia kala keluarga Abi datang. Seperti saat Iqbaal datang dulu dari Turki, Abi dari rumah sakit dan sekarang anggota baru yang telah lahir ke dunia. Mereka selalu berkumpul di depan rumah untuk menunggu kedatangannya. Dan setelah datang, mereka menyambutnya dengan Sholawat.
Terlihat Teteh turun dari mobil di bantu A Dimas, sedangkan bayinya tampak di pangku oleh ibunda dari A Dimas. Entah sejak kapan mereka datang. Aku terlalu takut kemarin, sehingga aku tidak sempat melihat keadaan Teteh setelah melahirkan.
“ Li, gimana keadaan kamu?”
Ini terdengar lucu, karena yang seharusnya bertanya seperti itu adalah aku.
“ haha kok malah ketawa? “ tanya Teteh lagi
“ harusnya aku yang nanya seperti itu. Kan yang baru keluar dari Rumah Sakit Teteh”
“ haha... tapikan kamu yang banyak nanggung sakitnya, sampai trauma gak mau liat aku dan bayiku di ruangan”
“ iya maaf ya Teh, aku... “
“ aku yang minta maaf, kamu jadi pingsan gara – gara bantuin aku”
“ gak apa – apa , ni hasilnya” timpal Iqbaal. Entah sejak kapan dia sudah menggendong bayi Teteh
“ kamu bisa gendong bayi? “ tanyaku terkejut
“ he-he gak bisa sih” ucapnya cengengesan
Memang terlihat sih dari cara dia gendong terlihat sangat kaku.
“ Ya udah hayu masuk, kasian bayinya kalau di tangan Iqbaal terus. ngeri Abi liatnya” ucap Abi
“ ha-ha-ha-ha”
Setwelah itu, hanya gelak tawa yang ada dirumah Abi. Bersama tangis bayi yang kini mulai menemani keluarga ini setiap malam.

( TIGA BULAN KEMUDIAN)


Sekarang usia kandunganku sudah menginjak Empat bulan. Menurut Al – Qur’an, bayi ditupkan ruh pada usia ini. Maka setiap selesai shalat, Iqbaal selalu mengajak bicara bayi kami dan membacakanya ayat-ayat Al-Quran dan sholawat. Berharap bayi kami bisa mendengar suara Ayahnya dan lantunan Ayat Allah, Tuhannya.
Kami juga melakukan syukuran empat bulanan bersama para santri dengan membaca Al – Qur’an bersama. Ada yang membacakan surat Yusuf, dan ada juga yang membacakan surat Maryam. Sedangkan , Aku sendiri membacakan surat Ar – Rahman. Sebagai tanda pengingatku dengan segala nikmat yang Allah berikan. Nikmat Sehat, Nikmat Iman, Suami dan sekarang anak.
Selesai membaca Al- Qur’an, kami menyantap makanan bersama. Yori dan Omar mendatangi kami dan makan bersama kami di kursi. Dari gerak – gerik mereka, seperti akan memberitahukan sesuatu. Tapi mereka seperti bocah, malah saling menyikutkan lengan ke masing – masing lawannya.
“ hei, ada apa sih? “ tanyaku membuat mereka terkejut
“ hahaha” tawa Iqbaal
“kenapa? Mau minjem duit lu Mar? “ tanya Iqbaal
“ eung... Lia, aku” kata Yori ragu – ragu. Sesekali dia menatap Omar yang ada disisinya
“ ada apa sih Yor? “ aku mulai ketakutan
“ kalian bisa antar kami mengundang Abi gak? “ timpal Omar
“ mengundang Abi? Ooooh... ceramah? “ tebakku
“ langsung aja Mar, undang ceramah doang masa pake anter kita” timpal Iqbaal
“ bukan, kami mau menikah lusa” ucap Omar
“ hah???? Kami??? Kamu ? sama....” ucapanku menggantung saat melihat Yori tertunduk malau
Aku tersenyum senang, melihat sahabatku menemukan jodohnya disini juga.
“ sejak kapan? “ ucapku sedikit terharu
“ iiih ... jangan gitu dong nanya nya” ucap Yori malu - malu
“ kalau aku sih udah bisa liat dari dulu, kalau kalian sudah sama – sama suka” tembak Iqbaal
“ masa sih A? Sejak kapan? “ tanyaku
“ sejak aku ngedeketin kamu dulu haha”
“ hah??? Berarti udah lama banget, itu sebelum kita nikah ‘kan?”
“ ya iya lah Dek, kalau kita udah nikah, ngapain aku ngedeketin kamu. Orang udah lebih dari dekat” ucap Iqbaal
“ aduuuh... udah dong, malah nostalgia kalian ini. Gimana nih? Kira – kira Abi mau gak ya kita undang ke nikahan kita” ucap Yori
“ mau, pasti. Nanti deh, udah acara ini selesai , kalian jangan dulu bubar. Kita bilang ke Abi”
“ aaaak.... makasih A” teriak Yori
Dia masih belum berubah, masih suka teriak jika sedang terkejut atau bahagia.
( EMPAT BULAN KEMUDIAN)
Dan tibalah hari bahagia Yori. Pernikahan yang tadinya hanya akan acara walimatun nikah di rumah saja, sekarang menjadi pesta besar di pondok.
Ya, pada malam saat Yori dan Omar mengundang Abi. Abi bertanya soal konsep pernikahannya. Akhirnya Abi mminta waktu untuk bicara kepada kedua belah pihak keluarga soal usulan Abi.
Dan inilah usulan Abi, pada Lusa malam itu. Mereka melakukan walimatunnikah di rumah Yori , hanya keluarga dan kerabat dekat.
Sementara hari ini, adalah hari resepsi yang Abi rencanakan untuk mereka. sebagai hadiah bagi Omar dan Yori karena mereka telah mengabdi menjadi guru di pondok ini. Bahkan Omar selalu membantu keluarga Abi jika sedang dalam keadaan urgent. Seperti kejadian Teteh melahirkan waktu itu. Omar sudah Abi anggap sebagai anak sendiri.
“ seru ya yank, jadi pengen nikah lagi” ucap Iqbaal Tiba – tiba.
Aku melihat perutku yang semakin besar, tidak habis fikir dia bisa berkata semudah itu
“ kamu mau poligami? “ sentakku
“astaghfirullah, bukan sayang. Maksudnya aku mau mengulangi pernikahan kita dulu. Ya walaupun aku nikah lagi, ya nikahnya sama kamu”
Begitulah hari – hariku dengan Iqbaal. Akhir – akhir ini aku begitu sensitif dan menganggap serius candaan Iqbaal.


Setelah malam pernikahan Omar dan Yori. Abi juga memberikan satu rumah pondok yang tidak terpakai sejak dulu. Dari pada mubazir, Abi meng- hibah kan-nya kepada mereka.
Dan jadilah bertambah keluarga di pondok ini.
Pagi ini aku di sibukan dengan mencuci pakaian bayi yang baru kami beli di pasar tradisional kemarin. Karena usia kandunganku sudah masuk delapan bulan, maka aku harus mempersiapkannya dari sekarang .
Alhamdulillah, semenjak dua bulan yang lalu, Iqbaal selalu padat dengan  syuting mengisi ceramah di salah satu stasiun tv setelah Shalat shubuh. Tawaran itu datang, saat Iqbaal mengisi ceramah disalah satu mesjid dan warga tak sengaja merekamnya hingga terdengar sampai produser TV nasional.






UHIBA LIA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang