15. PENINGGALAN ABI

888 40 2
                                    

Ayah datang bersamaan dengan datangnya para pengantar Abi dari makan. Aku memeluk Ayah yang terlihat juga raut kehilangan di wajahnya.


" Abi kamu itu sahabat Ayah yang paling baik Baal, dia sudah menjadi Ayah untuk Lia juga selama ini. Sekarang anggapnya Ayah ini sebagai Abi kamu. Jangan sungkan dan mintalah apapun seperti kamu meminta pada Abi kamu" ucap Ayah


"iya Yah, makasih"


Kami semua masuk dan istirahat. Kecuali aku, Teteh dan Yori. Sibuk menyiapkan untuk tahlil nanti malam.


Setelah shalat Isya, kami mulai tahlil dengan semua santri dan semua warga yang datang di Aula. Aku pernah dengar 'akhlak yang baik dari seseorang, terlihat saat dia meninggal dunia. Banyak yang datang mengantar dan datang untuk mendoakannya'. Semoga Abi tenang disana karena disini banyak yang menyayanginya.


Setelah tahlil, Kami istirahat di kamar masing - masing. Aku menutup kamar Abi sebelum akhirnya masuk ke kamar menyusul Iqbaal.



_o0o_



Seminggu berlalu setelah kepergian Abi. Kemarin malam adalah hari ke tujuh acara tahlilan Abi. Semua terasa berbeda dirumah ini. Kami mulai mengajar lagi seperti biasa walau masih dalam keadaan berkabung.


Kami dikejutkan oleh mobil hitam yang masuk ke pekarangan Pondok. Keluarlah seorang pria ber-jas hitam dengan tas hitam ditangannya.


" Pak Hasan?" ucap Iqbaal


Mereka bersalaman sementara aku masih bingung pria itu siapa. Tapi ada satu perempuan yang aku kenal saat dia turun dari mobil menyusul Pak Hasan, yaitu Anne. Pengacara yang membantu Abi waktu masalah sengketa tanah pondok waktu itu. Kami menyalami nya, ada yang aneh dengan Anne. Rupanya perasaanku waktu itu, soal dia menatap Iqbaal dengan tatapan aneh, ternyata masih sama dengan sekarang.


" silahkan masuk" ucap Iqbaal


Teteh juga menyalaminya sepertinya mereka sudah kenal dari sejak lama.


" tolong, bikinin kopi ya Mah" ucap Iqbaal padaku


" oh...iya"


Aku menuju dapur dan sepertinya mereka sudah memulai pembicaraan. Hingga kopi nya sudah siap, aku menyuguhkan kepada mereka. Aku duduk disamping Iqbaal yang sudah berkumpul dengan Teteh dan A Dimas. Terlihat surat - surat berserakan di atas meja yang sepertinya yang Pak Hasan bawa tadi.


" pertama - tama saya mau mengucapkan bela sungkawa sedalam - dalamnya. Saya sangat menyesal karena saat Abi dihadapkan pada permasalahan sengketa waktu itu saya sedang tidak ada didalam negeri" ucap Pak Hasan


" tidak apa - apa Pak Hasan, alhamdulillah semua sudah selesai dan kami yang menang berkat bantuan Anne yang bapak kirim untuk kami waktu itu" ucap Iqbaal


Aku menatap Anne lagi, dia tampak tersanjung mendengar pujian Iqbaal tadi dan aku mulai merasa panas.


" syukurlah, semoga tidak ada masalah lagi menimpa keluarga kalian. Terlebih Abi sudah tidak ada"


" Aamiin"


" saya kesini, selain untuk mau mendoakan Abi, juga mau menyampaikan amanatnya ketika masih hidup. Ini adalah surat wasiat yang Abi tulis ketika sakit waktu itu. Dia meminta saya mengetiknya dan mengurusnya sebagai surat Wasiat darinya"


Dia memberikan surat tersebut kepada kami. Satu persatu dari kami mulai membacanya dan isinya kurang lebih "pesantren ini beserta isinya, Abi wariskan kepada iqbaal. Dan tanah beserta villa di Bogor kota, di wariskan kepada Teh Filza "


"jadi mohon kalian bisa menjaga amanat dari Abi ini. Pergunakan sebaik-baiknya dan harus selalu rukun sesama saudara."


Rasanya sangat menyedihkan mengingat Abi sudah tdak ada diantara kami. Tangan Iqbaal dan Tetehpun bergetar saat memegang balpoin untuk menandatangani surat tersebut.


Setelah selesai, Pa Hasan pamit untuk pulang. Katanya akan mampir dulu ke makam Abi, tapi tidak mau diantar. Katanya biar bebas saat menangis dan mendo'akannya.


Aku melihat senyum genit Anne lagi kepada Iqbaal. Sepertinya ada yang tidak beres dengan perasaanku.


Setelah mereka pergi, kami masuk dan mengobrol banyak mengenai warisan Abi. Hingga Teteh dan A Dimas membahas tentang rencana pindahan mereka ke rumah yang lama. Itu membuat kami terkejut, kami semakin sedih merasa semua pergi dari hidup kami.


"kenapa gak disini aja Teh? " ucap Iqbaal


" Disini banyak kenangan sama Abi. Lagian rumah yang di beli A Dimas waktu pertama Teteh nikah, baru di tempatin beberapa hari saja. Sekarang Abi udah gak ada, jadi Teteh mau pindah ke rumah itu aja"


"si kembar juga jadi gak ada temen disini kalau Zakiya pergi" ucapku sedih


"Teteh akan sering main kesini kok. Pasti Zakiya juga akan ngerengek minta kesini karena kangen si kembar hahaha "


Aku memeluk Teteh, karena aku merasa memiliki kakak kandung padahal hanya anak tunggal. Teringat semua kenangan masak bersama dan curhat berdua di rumah ini. Mengingat semua itu membuat aku akan kehilangan kakak sendiri padahal hanya berjarak beberapa kilometer dari pondok ini.


Sore harinya aku membantu Teteh berkemas barang untuk pindahan. Zakiya terlihat bermain dengan sikembar. Hingga sampai pada waktu menyedihkan saat mobil Teteh sudah siap mengangkut mereka. Satu persatu dari kami berpelukan dengan Zakiya yang menangis ingin tetap disini. Mobil Teteh semakin menjauh menyisakan duka terakhir dirumah ini.


" Pah" ucapku tanpa memandang Iqbaal


" hemm?" gumamnya lembut sambil merangkulku


" aku, mau ngomong sesuatu"


" sepertinya serius, didalem yuk" ajaknya


Aku mengangguk sambil masih menunduk. Kami duduk di ruang tengah sambil saling menyenderkan kepala ke bahu masing - masing.


" ada apa?" tanyanya lembut


" kayaknya Anne suka deh sama kamu"


" hahaha... terus? "


" kok terus sih? "


" ya terus apa? Kalau dia suka emang dia bisa apa? Aku udah kamu iket sepenuhnya. Hatiku, tubuhku, semuanya, apa yang kita takutkan? "


Aku menatapnya dan memeluknya.


" kalau aku benci dia salah gak? "


" bencinya kenapa? "


" karena dia gak bisa menjaga matanya dengan melihat apa yang dimiliki orang lain"


" benci itu perasaan manusia. Seperti gak ada yang bisa larang aku mencintai kamu, maka aku juga gak bisa larang kamu benci orang lain" jelasnya


Aku memeluknya lagi, di pondok ini sekarang tinggal kami berdua. Dengan tanggung jawab baru sebagai pemilik pondok ini kami harus selalu menjaga kebersamaan ini. Seperti Abi yang menjaga pondok ini sampai di akhir hayatnya.
















UHIBA LIA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang