"ada syaratnya." Balasnya dengan senyum miringnya, aku menaikkan sebelah alisku.
"apa?" tanyaku penasaran, sementara ia kembali menunduk mengobati tanganku.
"jangan ada kata lo-gue diantara kita" jawabnya sambil menunduk. Demi tuhan aku sangat ingin mengacak rambutnya gemas.
"aye aye captain!" dia menegakkan tubuhnya, menatapku tulus.
"harusnya aku yang bilang makasih" aku mengerutkan dahiku mendengar pernyataannya
"kok jadi lo eh kamu yang bilang makasih?" tanyaku dengan sedikit kesalahan penggunaan kata yang harusnya tidak aku katakan. Dia memejamkan matanya, seolah-olah memikirkan sesuatu untuk dikatakan.
"karna kamu, aku gak kesepian." Ucapnya cepat. Entah mengapa tiba-tiba timbul perasaan berbunga-bunga pada diriku.
"aku boleh jagain kamu gak?" sambung-nya dengan wajah polos. Ya ampun aku semakin gemas.
"boleh." Jawabku singkat tanpa melirik wajahnya.
"aku jadi punya temen. Makasih ya" balasnya lagi sambil menyudahi kegiatannya mengobati tanganku. Ia memasukkan lagi kapas dan kawan-kawannya kedalam kotak p3k itu.
"santai aja kali, var." ucapku memukul bahunya pelan. Lebih tepatnya, aku salah tingkah. Sementara dia hanya menatap-ku bingung.
Setelah itu mamaku datang dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan kecil. Kami-pun berbincang kecil sambil memakan santapan yang dihidangkan oleh mamaku. Dan pada pukul 8 malam pas, Varo berpamitan pulang.
"yang tadi pacar kamu?" goda mama.
"apaan sih mah" balasku sambil memutar bola mataku.
"sudah ganteng, baik, sopan lagi. Kamu gak tertarik nih?" mama masih terus menggodaku padahal aku merasa sangat risih dengan semua pertanyaan penggoda yang bagiku membuatku terpojok.
Tiba-tiba bel rumahku berbunyi, tanda jika ada seseorang diluar sana yang ingin masuk. Pasti seseorang itu adalah Leo. Entah mengapa tadinya aku sangat merindukannya. Tetapi sekarang aku bahkan tidak ingin melihat wajah-nya. Mamaku bergegas membukakan pintu dan aku memilih untuk melangkahkan kakiku ke kamar.
Aku sangat lelah. Ku jatuhkan badanku di atas kasur empuk kepunyaanku. Jujur saja, aku masih merasa takut karena kejadian tadi sore. Namun, entah mengapa aku merasa aman jika memikirkan Varo.
Mengingat-ngingat bagaimana dia memelukku erat, berkata lembut dan berusaha menenangkanku membuat aku merasa aneh. Seperti merasa senang, namun aku juga merasa malu memikirkannya.
Apa aku menyukai-nya?
Tunggu, aku menyukai-nya?
Ah, sudahlah. Siapa yang tidak menyukai manusia seperti dirinya? Sekali lagi aku lelah. Lebih baik aku tidur.
***LE(YOU)KIMIA***
Pagi itu aku berangkat lebih pagi. Karena aku tidak perlu menunggu pak Joko menyelesaikan tugas menyiram tanaman-tanaman kesayangan mama. Aku diantar Leo, kakakku. Semalam dia meminta maaf padaku atas kejadian kemarin. Apa boleh buat? Dia kakak kandungku. Aku menyayanginya, mana mungkin aku tidak memaafkannya.
"pulang mau di jemput gak?" tanyanya lembut.
"gak usah deh." aku takut terjadi hal yang sama seperti kemarin. Karena Leo yang ku kenal dari dulu adalah seorang Leo yang tidak pernah tepat waktu.
"oh iya lupa, kan adik kesayanganku sudah punya pacar" ucapnya santai diikuti kekehan anehnya.
"hah? Pacar?" tanyaku bingung.
"udah sana sekolah yang bener." Tak terasa mobil ini sudah berhenti tepat didepan gerbang sekolahku.
Aku hanya mengerucutkan bibirku saat ia menyodorkan pipinya tanda ingin dicium. Memang kebiasaan kami sedari kecil adalah jika kami ingin berpisah, kami mencium pipi satu sama lain. Aku-pun mencium pipinya terpaksa, dan mendapat balasan kecupan di pipiku. Aku membuka pintu mobil dan mulai melangkahkan kakiku.
"tadi itu siapa?"ucap seseorang tiba-tiba, aku terlonjak kaget.
"lo eh kamu bisa gak sih gausah ngagetin!" yang diajak berbicara hanya menatapku dengan tatapan datar. Sementara aku hampir mati konyol di usia muda karena jantungan.
"tadi itu siapa?" dia mengulang pertanyaannya.
"dia kakak ku" jawabku, ia mengangguk tanda mengerti.
Aku berjalan berdampingan dengannya. Melewati lapangan, melalui koridor, dan menaiki tangga. Saat berada di depan kelas, banyak gadis yang menatapku aneh. Wait, apa yang salah?
Aku menghentikan langkahku dan menolehkan kepalaku. Ternyata Varo masih berada di sebelahku dan ikut menghentikan langkahnya. Dan aku menyadari bahwa sedari tadi ia mengekoriku. Oh mungkin lebih tepatnya berjalan berdampingan dengan diriku sampai di depan kelasku.
"kamu ngapain sih ngikutin aku?" tanyaku sembari berbisik, takut jika gaya bicara aku-kamu milik kami berdua terdengar dengan yang lain.
"jagain kamu." Bisiknya tepat di telingaku, sementara wajahnya masih datar. Sekarang bukan hanya para gadis yang menatap kami berdua aneh. Melainkan, hampir semua orang yang ada di koridor.
"jagain apaan sih?!" demi bulu hidung Monalisa, aku tidak suka menjadi pusat perhatian seperti ini.
"semalam kamu bilang aku boleh jagain kamu." Air mukanya masih datar.
"aku boleh jagain kamu gak?" sambung-nya dengan wajah polos. Ya ampun aku semakin gemas.
"boleh." Jawabku singkat tanpa melirik wajahnya.
Sial. Aku baru ingat bahwa semalam aku sendiri yang memberikannya akses.
"please var, aku gak suka situasi kaya gini." Ucapku memohon padanya.
"kamu masuk aja, habis itu aku pergi." Tanpa ba-bi-bu aku langsung masuk ke ruang kelasku.
"selamat belajar." Itu kalimat terakhir yang aku dengar saat aku ingin menutup pintu kelasku.

KAMU SEDANG MEMBACA
LE(YOU)KIMIA
Teen Fiction"aku bahkan takut untuk memejamkan mataku." Varo menghembuskan nafasnya berat. Louisa mengerutkan dahinya, menatap mata indah Varo. "Apa yang kamu takutkan?" Varo menatap gadis didepannya itu. "aku takut gak bisa buka mata aku lagi, Lou. Karena aku...