0.7

672 41 1
                                    


"kamu makan." Jawabnya singkat sembari menyodorkan rice bowl Ayam Lada Hitam khas kantin sekolah kami.

"udah aku bilang aku lagi gak pengen makan" ucapku sambil mengerucutkan bibirku. Ia tersenyum gemas. Lalu duduk diatas meja yang berada di depanku.

"harus."

"engga"

"iya harus"

"engga!!" ucapku menaikkan nada bicaraku. Aku mengalihkan pandanganku ke komik itu lagi, dia terdiam. Apakah aku kasar? Apa aku salah? Padahal dia bersikap sangat lembut padaku.

"Louisa" dia memanggil namaku untuk pertama kalinya. Pertama kalinya! Andai aku bisa merekam suaranya itu Ya Tuhan.

"hm" jawabku sok malas. Ia menyodorkan sendok ke arah mulutku. Aku refleks membulatkan mataku.

"buka mulutnya" ucapnya memberikan perintah. Aku membuka mulutku dengan mata yang masih membulat kaget.

"ammu eennappa ti maktaa pangeet" ucapku sambil mengunyah yang terdengar seperti bayi mau muntah.

"telen dulu." Ya ampun tatapannya bisa membunuhku.

Aku tidak dibiarkannya berbicara. Setiap aku menelan, ia sudah langsung menyuapiku dengan se-sendok penuh nasi dan ayam.

"udah habis." Kegiatan kami sedari tadi mengundang atensi warga kelasku, terlebih para gadis.

Tak terasa sudah 2 kali dalam hari ini aku menjadi pusat perhatian. Dan kalian pasti tahu aku membenci itu. Aku tak membalas ucapannya, namun aku balas dengan tatapan malasku.

"aku balik" ia masih aku pelototi namun yang di pelototi hanya berjalan santai.

"besok-besok jangan asal masuk kelas orang. Ini kelas IPA, bukan IPS," tegas seseorang dari arah belakangku, Andi.

Sementara yang di teriaki hanya mengangguk. Entah mengapa aku merasa kesal pada Andi saat ia meneriaki Varo dengan nada yang sok tegas bagiku. Memangnya sekolah ini punya neneknya? Terlebih ia mengatakan bahwa seolah olah ada perbedaan signifikan tentang level kepintaran dan kesopanan antara IPA-IPS. Entah mengapa dia menjadi sangat menyebalkan bagiku.

Saat aku ingin melanjutkan kembali kegiatanku yang tadi sempat terpotong, aku menyadari ada sesuatu berbentuk kubus diatas mejaku. Aku bertanya-tanya benda apakah itu. Aku menggapai-nya, dan ternyata benda itu bisa terbuka. Di dalamnya terdapat beberapa pil dan tablet yang asing bagiku. Maksudku jika itu adalah pil dan tablet obat flu aku tidak akan merasa asing seperti ini. Karena ayahku adalah dokter umum yang menangani kasus-kasus penyakit ringan. Saat aku mengingat lagi, aku tersadar bahwa benda itu terjatuh dari saku celana Varo. Mengingat posisi duduk Varo yang memiliki peluang 9 banding 10 bahwa itu adalah benda kepunyaannya. Mungkin benda ini harus aku kembalikan.


***LE(YOU)KIMIA***


"jadi Leukemia adalah kanker yang menyerang sel-sel darah putih. Sel darah putih merupakan sel darah yang berfungsi melindungi tubuh terhadap benda asing atau penyakit." aku berada di situasi ter-jenuh kala Ibu Balon maksudku ibu Simbolon itu menerangkan materi pelajaran Biologi yang membosankan itu.

Aku menaruh kepalaku di atas meja tanda kegundahan. Entah mengapa pikiranku melayang kemana-mana. Varo terlintas di pikiran-ku. Mengingat pertama kali ia berkenalan denganku, mengingat bagaimana ia memeluk diriku siang itu hanya untuk menyalurkan rasa aman pada diriku yang ketakutan. Mengingat bagaimana ia mengobati tanganku, dan bagaimana ia menyuapiku dan bertutur-kata lembut padaku.

"Louisa Adinda! Kenapa duduknya tidak tegak? Kamu sakit?!" lamunanku buyar saat guru berbadan bulat itu berteriak cukup keras.

"e-engga bu" jawabku yang masih terkaget.

"yasudah! Semuanya kita kembali ke topik Leukemia!" Mau tidak mau aku kembali mengarahkan pandanganku ke arah papan tulis putih di depan kelas.

"gejala-gejala umum leukemia antara lain adalah sering berdarah seperti memar, darah sulit membeku, rentan terhadap infeksi, dan nyeri sendi dan tulang. Namun indikator paling kuat untuk penyakit seperti Leukemia adalah sering tidaknya seorang penderita Leukemia mengalami mimisan di saat yang tidak terduga." Aku melihat kearah jam tanganku dan menyadari bahwa masih satu setengah jam lagi bel tanda pulang dibunyikan. Huft, melelahkan.

"sering mimisan? Obat? Amit-amit! Jangan sampe ya Tuhan!" ujarku sembari mengetuk-ketukan kubus berisi obat yang ku yakini milik Varo.

LE(YOU)KIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang