0.16

664 32 1
                                    

Ia menjatuhkan pandangannya tepat di kedua mataku. "Andi dulu pernah ngerebut sesuatu dari aku. Aku gak mau kalo sekarang itu semua terulang, Louisa. Because I admit that I started to love you."

Aku membuang pandanganku kearah bawah. Tentu saja aku menunduk karena sekarang aku bahkan tidak bisa berkata-kata. Rasanya darahku berhenti berdesir namun jantung ini memompa seribu kali lebih cepat dari biasanya.

"kamu s-serius?" aku memberanikan diri untuk menatap dirinya dan mencari letak kebohongan di kedua matanya. Namun hasilnya nihil, aku sama sekali tidak menemukan kebohongan sedikit pun. Yang ada hanyalah tatapan tulus yang tidak sama sekali terlihat menipu.

"aku serius. Asal kamu tau, kamu itu hebat." dia tersenyum.

"hebat kenapa?" tanyaku dengan santai, walaupun jantungku terasa ingin meledak layaknya sebuah bom waktu.

Varo terkekeh, "Karena kamu bikin aku jatuh gitu aja padahal baru pertama kali ketemu kamu."

Aku menundukkan wajahku karena hal gila ini tidak lagi bisa aku sembunyikan. Pipiku pasti sudah bersemu merah. Aku mencoba mencerna semua yang dikatakan Varo. Berarti dia sudah suka dari awal kita bertemu?

"lou.." ucapnya lembut sembari mengambil kedua tanganku untuk digenggamnya. Dengan posisi seperti ini membuatku ikut membalikkan badanku ke arah pria tampan ini.

Perlahan aku mulai mengangkat kepalaku dan memperlihatkan wajahku yang merah layaknya kepiting rebus ini ke hadapannya, dia tersenyum. "jadi pacar aku, mau ya?"

Dag dig dug duarrr.

Astaga, ini bahkan tidak sama sekali baik untuk kesehatan jantungku.

Aku terdiam dan menatap mata indah yang memancarkan tatapan tulusnya ini. Dia baik, sikapnya pun manis, bahkan wajahnya rupawan. Alvaro memang seseorang yang sangat amat perfect. Bahkan aku menyukainya, aku menyayanginya, dan aku ingin peduli kepadanya. Namun apakah aku cukup baik untuk menjadi kekasihnya?

Apakah aku cukup cantik?

Apakah aku cukup untuk orang se-perfect dirinya?

"gimana?" tanya Varo yang cukup membuatku terlonjak dari lamunanku.

Aku menatap matanya ragu, " aku minta maaf banget var, tapi aku gak bisa jawab sekarang."

Kekecewaan tersirat di wajah Varo, namun iya kembali tersenyum tulus padaku. "it's okay lou, aku bakal nunggu," aku mengangguk dan melihat kearah jam tanganku,

"var, pulang yuk" aku memberikan ajakan pada dirinya yang masih memandang wajahku dengan senyumnya itu.

Ia menaikkan salah satu alis tebalnya, "gak betah ya?"

Aku pun lantas menggeleng cepat kala ia melemparkan pertanyaannya itu padaku. "enggak kok! Aku malah betah banget disini, cuma aku takut dicari mama." Jelasku, ia mengangguk dan menarik tanganku menuju motornya.

"pegangan tuan putri," ia kembali menggodaku, aku pun memukul bahunya pelan yang membuat ia terkekeh.

Perlahan aku melingkarkan kedua tanganku pada pinggangnya, namun entah mengapa kali ini terasa aneh. Rasanya sangat jauh berbeda dibandingkan saat aku memeluk pinggangnya seperti biasa. Ada gejolak dalam tubuh yang ingin menolak untuk melakukannya, namun disaat bersamaan aku merasa nyaman memeluk pinggangnya.

Sepanjang perjalanan, tidak satupun dari kami yang membuka obrolan. Varo terlihat fokus dalam kegiatan mengendarai sepeda motornya. Sementara aku sedang sibuk dengan pikiranku yang kurasa memiliki sejuta cabang pemikiran. Selain itu aku pun sedang menikmati pemandangan senja dan aroma parfum milik Varo yang tercium jelas terlebih di area sekitar lehernya.

LE(YOU)KIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang