Varo tiba-tiba mendekatkan wajahnya. "you look beautiful tonight, Louisa."
Sial! Pipiku pasti memerah!
Bagaimana ini? Wacananya sih ngajak aku nge-date. Tapi belum juga nge-date, aku sudah hampir meleleh begini.
"Lou?" aku tersadar. Dia malah sudah siap dengan helmnya.
Aku menoleh kearahnya, dia tertawa gemas. Mungkin ia melihat betapa merahnya pipiku sekarang. Langsung saja aku ikut menggunakan helm dan menduduki kursi penumpang.
Dia menoleh kebelakang, "pegangan" perintahnya. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, dia mulai melajukan motornya.
***LE(YOU)KIMIA***
Angin malam yang dingin mulai menusuk kulitku, namun dinginnya angin malam seolah menjadi hangat karena genggaman tangan Varo. Yup, sejak kami turun dari motor, Varo mengulurkan tangannya untuk kugenggam. Aku berusaha keras untuk menolaknya. Namun, usahaku sia-sia. Aku bahkan tidak bisa menolak tawarannya sama sekali.
Suasana pasar malam ini cukup ramai. Terhitung sudah 3 wahana yang kami nikmati. Yang pertama, kami pergi ke rumah hantu. Varo bahkan memeluk aku yang hampir menangis ketakutan disana. Demi apapun aku tidak akan masuk kedalam rumah hantu untuk yang kedua kalinya.
Wahana yang kedua adalah lempar botol. Peraturan bermainnya adalah setiap pemain diberikan bola gabus untuk dilempar dan menjatuhkan botol dengan jarak yang ditentukan. Setiap pemain memiliki kesempatan 3 kali lempar. Aku gagal pada percobaan pertama, percobaan kedua dan percobaan ketiga. Sedangkan Varo berhasil di percobaan pertama sampai percobaan terakhir. Dia mengejekku dan membuat moodku hancur. Tapi bukan Varo namanya jika tidak membuat aku tersenyum hanya karna perbuatannya. Dia memberikan boneka teddy bear besar hadiah dari keberhasilannya. Bukankah dia manis?
Setelah itu kami bermain komedi putar. Aku tersenyum sumringah dan bahagia. Aku bahkan belum pernah merasa sebahagia ini. Aku mengambil potret dirinya secara diam-diam. Ternyata, difoto dari sisi mana pun Varo tetap terlihat sanngat tampan.
Akhirnya kami merasa lelah dan memilih untuk duduk di sebuah kursi panjang. Varo terus menerus menatapku dalam, namun aku merasa sama sekali tidak nyaman saat dia menatap ku seperti ini.
Dia menyingkai beberapa anak rambutku kebelakang telingaku, aku menoleh kaget. "kamu suka ice cream?"
Sementara aku hanya mengangguk mengiyakan dan mencoba untuk menormalkan detak jantungku. Ia bangkit, lalu menuju kearah penjual ice cream. Aku pun bernafas lega.
Entah mengapa setiap aku berada di dekatnya muncul rasa geli disekitar perutku. Selain itu aku juga merasakan jantungku bekerja 10 kali lebih cepat dari biasanya.
Tanganku tergerak untuk mengambil ponselku dan melihat beberapa foto yang tadi kuambil diam-diam.
Kok Varo ganteng banget ya?
Dia juga baik, manis, dan kadang juga lucu.
Dan sekarang aku sedang dating dengan dia. This is unbelievable.
Aku akui, aku jatuh cinta padanya.
Tapi, dia ngerasain hal yang sama gak ya?
Jangan ngarep, Lou dia cuma nganggap kamu teman, gak lebih.
"lou, ini buat kamu." Aku terbangun dari lamunanku dan segera menutup ponselku, menyembunyikan semua potret dirinya yang aku ambil diam-diam.
Lihatlah dia yang berada dihadapanku. Dia yang sedang menyodorkan Ice Cream stoberi itu. Mungkin jika Ice cream itu dapat berbicara, dia pasti sudah mengeluh karena kalah manis oleh orang yang memegangnya.
How lucky I Am?
"kamu ngelamun?" aku sekali lagi terbangun dari lamunanku. Aku mengambil Ice Cream itu dan melahapnya. Aku menyembunyikan wajahku dengan menunduk karena aku yakin wajahku sudah semerah tomat.
Aku memakan Ice Cream-ku tanpa menoleh kearahnya. Aku merasa malu dan salah tingkah sekarang. Bisa dibilang, aku menginginkan bumi menelanku sekrang juga.
"Louisa" panggilnya
Aku pun menoleh kearahnya "hm?"
"mau naik Biang Lala?" tanyanya lembut, aku menganggukkan kepalaku semangat. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya.
Aku menyambutnya dengan menggenggam tangannya dan mencoba tenang. Walaupun sebenarnya yang aku rasakan adalah sebaliknya.
Kami berdua berjalan menuju ke wahana Biang Lala dengan mengayunkan gandengan tanga kami ke depan dan kebelakang. Banyak mata tertuju pada kami. Jujur saja aku merasa insecure sekarang. Entah mengapa aku merasa tidak pantas bersaing dengannya.
Masa dia yang tampan dan memiliki postur yang bagus bersanding dengan serorang gadis berpipi besar dan bertubuh pendek?
Tak terasa kami sudah sampai di depan wahana yang kami tuju. Varo membeli tiket untuk kami berdua, lalu kami masuk kedalam salah satu bilik berwarna ungu. Warna kesukaanku.
"var?" panggilku, dia menoleh.
"kamu tau gak? Aku sebenarnya takut ketinggian." Ucapku tak berpaling dari wajahnya saat Biang Lala ini terus berputar dan bilik yang kami naiki semakin bertambah ketinggiannya.
Dia menggenggam tanganku, dan melepaskan bibirku yang sedari tadi aku gigit. "jangan takut, dari sini kota keliatannya indah banget loh."
Aku segera menggelengkan kepalaku. "gak mau ih, takut."
Dia tersenyum, "yasudah, coba kamu tutup mata kamu." Aku menuruti perintahnya.
"sekarang buka."
Aku membuka mataku. Tadinya Varo berada di samping kiriku yang artinya pandanganku ke luar secara otomatis terhalang oleh tubuh Varo, tetapi sekarang dia ada di samping kananku. Dengan tangannya yang masih menggenggam erat tanganku.
"gimana?" tanyanya, aku merasa speechless dan terkesima melihat pemandangan kota dari sini.
"cantik." Aku menolehkan kepalaku kearahnya, dia tersenyum tulus.
Aku bahkan tidak sedikit pun merasakan ketakutan meski kami sudah berada di puncak wahana ini. Aku merasa aman, hangat, dan nyaman bersamanya.
"asal kamu tau lou, dari kecil aku suka banget sama cahaya." Ia masih memandang lurus ke arah pemandangan kota.
"tapi sekarang ada yang lebih aku suka." Dia menoleh kearahku.
"apa?" sekarang aku sedang mengagumi bagaimana indahnya kedua kreasi tuhan di depanku ini. Pemandangan kota yang indah dan tentunya seorang Alvaro Denandra.
Varo menatap mataku. "kamu."
Aku tertawa canggung. "apaan sih, var" dia tersenyum menatap mataku sekilas, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah kota yang gemerlap dimalam hari.
Tiba-tiba rasa kagum kami buyar saat sebuah nada dering berbunyi dari tasku. Namun, itu bukan nada dering ponselku. Aku baru ingat bahwa tadi Varo menitipkan ponselnya di tasku. Aku merogoh tas ku dan yup! Aku mendapatkan benda pipih itu.
Aku melihat sebuah notifikasi di layar ponsel Varo.
"reminder minum obat?" aku menatap Varo kebingungan, dia merampas ponselnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LE(YOU)KIMIA
Ficção Adolescente"aku bahkan takut untuk memejamkan mataku." Varo menghembuskan nafasnya berat. Louisa mengerutkan dahinya, menatap mata indah Varo. "Apa yang kamu takutkan?" Varo menatap gadis didepannya itu. "aku takut gak bisa buka mata aku lagi, Lou. Karena aku...