0.3

798 47 0
                                    


"hidung lo kok berdarah?!" ucapku kaget setelah melihat darah segar mengalir dari hidung mancung Varo. Sang empu terlihat terkejut namun seolah ditutup-tutupi dengan sikap acuh-nya.

Dia terlihat meraba dadanya, mengira bahwa dia memiliki saku. Namun nyatanya, ia memakai baju olahraga tanpa saku. Langsung ku sodorkan tisu milikku. Untungnya aku selalu membawa tisu kering saat aku ingin buang air kecil. Ia mengambilnya dan menaruhnya di hidungnya yang berdarah.

"lo gak papa kan, var?" tanyaku memastikan.

"Cuma mimisan biasa. Sudah sering." Jawabnya enteng. Aku mengernyit kebingungan.

"kalau mimisan sudah biasa, berarti ada yang salah. Lo yakin gak papa?" tanyaku sekali lagi.

"makasih tisunya, dokter." Ucapnya tanpa ekspresi lalu aku menyaksikan punggungnya yang lama kelamaan menjauh. Dasar manusia itu. Aku tanya malah melenggang pergi. Dan lagi-lagi ia bersikap layaknya candi.

Bagiku, yasudah. Terserah apa maunya. Hitung-hitung aku telah mengembalikan tisunya tadi pagi. Untung ganteng.

Aku melanjutkan langkah kakiku menuju kelas. Menaiki tangga dan berjalan di koridor. Gadis-gadis kelasku melihatku dengan tatapan aneh. Namun aku hanya cuek.

Mungkin aura kecantikanku keluar setelah buang air, siapa yang tahu?

"lo habis ngapain?" Angel buka suara, namun tatapannya masih jatuh kepada novel tebal dengan cover biru itu.

"pipis." Jawabku seperlunya.

"pipis sama Varo?" tanyanya santai. Kenapa hari ini dia selalu bertanya dengan pertanyaan tidak logis?

"ngaco lo." Jawabku sambil memutar bola mataku kesal.

"itu para kaum ibu di koridor bersabda, kalau seorang Louisa Adinda, dan Alvaro Danendra, mengobrol berduaan di koridor IPS yang sepi." Ucapnya dengan kalimat sok puitis, mungkin itu salah satu dampak negatif dari novel yang ia baca.

"kalo iya memang kenapa?" aku menanggapinya cuek, yang ditanggapi melotot, dan segera menutup novelnya.

"Emang iya?! Kok bisa? Ceritain ke gue!" dasar Angel. Selalu penasaran dan ingin tahu. Untung dia teman-ku.

***LE(YOU)KIMIA***


Jam istirahat pun tiba. Aku dan Angel pergi ke kantin untuk mengisi tenaga yang terkuras selama pelajaran. Seperti biasa, aku memesan jus alpukat dan kentang goreng. Begitu pun dengan Angel yang memesan menu andalannya. Jus mangga dengan kentang goreng.

Lensa mataku bergulir, mencari tempat duduk yang kosong. Keadaan kantin hari ini cukup ramai. Namun, syukurlah. Masih ada tempat tersisa untuk kami. Di tengah sana.

Baru sekitar 10 detik aku dan Angel mendaratkan bokong kami di salah satu tempat duduk panjang, seorang laki-laki ikut mendaratkan bokong-nya di sampingku.

"kok duduk di situ kak? Tumben." tanya Angel sarkatis.

"lo gak liat semuanya penuh? Ini kan juga fasilitas sekolah. Lo mau larang gue?" jawabnya tidak kalah sarkatis dari pertanyaan Angel. Sementara aku hanya cuek menghabiskan pesananku yang dihidangkan di hadapanku. Masa bodoh dengan Kak Arsya yang menatap diriku dalam. Aku tidak bertoleransi pada siapapun tanpa terkecuali jika itu menyangkut makananku.

Setelah aku rasa kenyang dan aku melihat Angel menghabiskan makanannya. Aku ajak ia untuk pergi dari tempat ini. Bagaimana aku tidak betah? Disebelahku ada seorang manusia aneh yang bersikap sok ganteng.

Saat aku ingin melangkahkan kakiku, seseorang menarik tanganku. Otomatis langkahku terhenti.

"lo block gue?" tanya kak Arsya serius.

"kalo iya kenapa? dan kalo enggak kenapa?" aku bertanya balik padanya sembari membalikkan badanku.

"kenapa.lo.block.gue?" kali ini ia bertanya dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"dear kakak kelas yang terhormat, tangan temen saya dilepas dong. Bukan kw-an" perintah Angel, cengkraman tangan besarnya terlepas dari tanganku. sementara pandangan ku terjatuh pada Varo yang menatap kak Arsya dengan tatapan tidak suka.

Setelah itu aku langsung melenggang pergi menuju kelas tanpa mempedulikan banyak orang yang melirik diriku sinis seolah aku berbuat kesalahan. Well, aku tidak seperti kalian yang mungkin tertarik dengan berandal aneh seperti dia hanya karena tampang wajah yang bagiku tidak seganteng Zayn Malik.

Saat aku ingin menaiki tangga, aku menyadari bahwa ada seseorang yang membuntuti diriku. Aku berbalik badan, melihat disana ada Varo. Aku menaikkan sebelah alis-ku, isyarat dari 'ada apa?'. Dia seolah mengerti, dan memberikan sebuah kep rambut hitam.

"tadi jatoh" ucapnya seraya menyodorkan kep rambutku yang rupanya terjatuh saat aku mengambil tisu untuknya.

"makasih" balasku lalu mengambil benda hitam itu dari tangannya. Dan aku mendapat senyum-nya. Kali ini senyum-nya berbeda. Senyum tulus yang ia berikan padaku. Seisi dunia-ku rasanya berputar dengan arah berlawanan. Sedang berada di langit ke-berapakah aku sekarang?


***LE(YOU)KIMIA***


1 jam sudah aku menunggu kakak-ku di gerbang sekolah ini. Jam tangan hijau lumut milikku pun sudah menunjukkan pukul 4 sore. Kemana dia? Aku mengecek ponsel-ku dan menelpon dirinya untuk kesekian kalinya. Kemana kakakku?

Presentasi baterai ponselku pun menunjukkan angka 5%. Aku tidak tahu harus apa. Sekolah-ku bukan lah sekolah yang dilalui angkutan umum. Lagi pula jadi aku memesan ojek online, bateraiku tidak akan cukup.

Ditengah kebingungan yang melanda. Aku mendengar suara motor yang bisa di golongkan sebagai motor sport. Itu kak Arsya.

"hai cantik, belum pulang?" demi apapun aku sangat tidak ingin berada di situasi ini. Aku memilih diam saja, seolah-olah tidak ada siapapun disekitarku.

Namun, tanpa aku sadari. Ia turun dari motornya, dan menarik kedua pergelangan tanganku paksa. Aku memberontak.

"LEPASIN KAK!! APA APAAN SIH!" teriakku.

"lo udah nge block gue, lo jual mahal. Lo harus terima hukuman lo" ucapnya kejam lengkap dengan seringai nakalnya.

LE(YOU)KIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang