0.4

749 45 2
                                    

"lo udah nge block gue, lo jual mahal. Lo harus terima hukuman lo" ucapnya kejam lengkap dengan seringai nakalnya.

"LEPASIN KAK!! TOLONG!!"

"LO IKUT GUE!" bentaknya keras. Aku meringis. Tanganku terasa sakit karena ia mencengkeram-nya dengan  kuat.

"GAK MAU KAK! GUE GAK-" teriakanku terputus, ia menutup mulut ku dengan tangannya. Cengkeraman tangannya pada tanganku makin keras. Tuhan, ini sakit.

Aku menggigit tangannya keras, ia berteriak. Aku mencoba untuk berlari, namun hasilnya nihil. Ia berhasil menangkapku lagi dan mengunci semua gerakan-ku sehingga aku tidak sedikit pun bisa berkutik.

Aku merasa lemah pada saat itu, aku merasa tidak ada harapan apapun. Hanya keajaiban yang akan menolongku pada saat itu. Air mataku mulai jatuh. Merasakan bahwa semua perlawananku sia-sia.


Tuhan, tolong aku.


Tiba-tiba sebuah bogem mendarat sempurna di pipi Kak Arsya. Ia tersungkur di tanah, memegangi sudut bibirnya yang berdarah. Aku segera beralih ke belakang tubuh tinggi Varo. Sungguh aku sangat ketakutan.

"lo pergi, atau gue panggil polisi." Ucap Varo dingin, namun akan membuat semua manusia yang melihatnya ciut dan lemas. Ia bagaikan dewa yang murka.

"ini urusan gue sama dia bro, lo jangan ikut campur" kak Arsya mengeluarkan smirk-nya. Aku tidak menyukai ini.

Tiba-tiba kak Arsya memukul pipi Varo dengan kepalan tangan besarnya. Namun Varo tidak sampai tersungkur. Varo membalasnya dengan tendangan di perut kak Arsya. Kak Arsya terjatuh.

"LIAT NANTI! DASAR ANAK KECIL!" ucap kak Arsya sambil bangkit menaiki motornya.

Motor merah itu menjauh. Sementara aku masih terisak di belakang tubuh Varo.


Varo membalikkan badannya.

Tanpa aku sangka-sangka ia merengkuh tubuh kecilku di dalam pelukannya.

Dadanya hangat dan bidang, membuat aku merasa aman.

Wangi tubuhnya membuatku tenang, seperti berada dirumah.

Tangan besar Varo beralih ke puncak kepalaku, mengusapnya dengan harapan memberikan aku ketenangan. Namun, aku masih takut pada saat itu. Aku balas pelukannya dan menangis di dalam pelukan hangatnya.

"shh.. sudah jangan nangis" ucapnya lembut. Bari kali itu aku mengetahui bahwa ia punya sisi lembut.

"aku t-takut" ucapku yang masih terisak, entah mengapa tiba-tiba aku menggunakan gaya bicara aku-kamu dengan orang yang baru aku kenal.

"aku anter kamu pulang, ok? Jangan nangis" bukannya aku berhenti menangis, aku justru memeluknya lebih erat.

"makasih v-varo" aku melepaskan pelukanku, dia juga demikian. Kami bertatapan dan ia mengusap air mataku.

***LE(YOU)KIMIA***

Aku pun pulang diantar oleh sang pangeran, Varo. Sesampainya dirumah, mamaku kebingungan melihat aku yang menangis. Lalu Varo menceritakan semua hal yang terjadi sore itu.

"mah, kakak mana?" tanyaku pada mamaku.

"katanya pesawatnya delay." Jawab mamaku.

"oh" jawab ku singkat. Aku kesal, karena jika ia menjemputku tepat waktu. Tidak akan terjadi hal seburuk ini. Namun, apa boleh buat? Ini semua sudah terjadi.

"kalau begitu mamah buatin kalian minum dulu. Louisa, kalau kamu butuh p3k, ini mamah siapkan untuk kamu." Ucap mamaku dengan memberikan sekotak obat-obatan.

"pipi lo lebam, Var." tanganku tergerak untuk mengambil kapas dan alkohol untuk pipi Varo yang lebam dan sedikit lecet.

Dengan hati-hati aku mengoleskan kapas yang berlumur alkohol kepada pipinya yang lebam. Saat aku mengobati-nya, dia memejamkan mata indahnya. Aku pandangi  wajah tampan-nya dengan tatapan kagum.

gue bisa sedeket ini sama dia, gila. Gue gak lagi mimpi kan? Gue nyentuh pipinya? ini nyata?

Sungguh pada saat itu aku tidak menduga bahwa aku bisa sedekat ini dengan dirinya yang seganteng dewa yunani.

Sampai akhirnya ia mengerutkan alisnya tanda kesakitan. Hal itu membangunkanku dari lamunan-ku.

"sakit ya?" dia hanya mengangguk tanpa membuka matanya.

"aku minta maaf" tunggu, sejak kapan aku menggunakan gaya bicara aku-kamu?

Ia membuka matanya. Mengambil tangan-ku yang bekerja di wajah-nya. Menurunkan-nya dengan lembut lalu meletakkannya di atas pahanya.

"tangan kamu memar, mungkin karna di tarik tadi." Ibu jari tangan kanannya mengelus memar di tangan kiriku dengan lembut, sementara tangan kirinya mengambil obat. Aku terlarut pada usapan lembutnya sampai tidak menyadari bahwa dia juga menggunakan gaya bicara aku-kamu. Please, aku bisa meleleh menjadi selai kacang di tempat ini.

"makasih ya, Var." dia yang tadinya menundukkan kepalanya untuk mengobati tanganku  tiba-tiba mengangkat kepalanya. Menatap mataku dalam.

"ada syaratnya." Balasnya dengan senyum miringnya, aku menaikkan sebelah alisku.

LE(YOU)KIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang