0.17

631 30 1
                                    


"lo tau gak lou, gue berasa cantik banget jalan barengan sama calon pacar Alvaro?" dia berucap enteng, sementara aku melotot kaget.

Wah, gak bener nih.

Sontak aku terkejut dan menghentikan langkah kakiku. Clarissa menatapku bingung, lalu ikut menghentikan langkah kakinya. "lo kenapa?" aku mulai menggigit bibir bawahku. "lo tau dari mana?"

"ya tau lah! Clarissa gitu loh!" dia membanggakan dirinya

Merasa ada yang salah, aku pun segera mengambil step yang terpikir saat itu dan kebetulan aku beranggapan bahwa step ini adalah langkah yang benar untuk mencegah perselisihan. "gue minta maaf,"

"hah? Maksud lo apa?" ia nampaknya semakin bingung namun berbeda denganku.

Aku menarik nafas dalam, sebagai persiapan untuk pernyataanku yang mungkin terdengar gila ini."gue tau gue gak secantik lo, gue tau gue bukan orang yang pantes buat dia, gue tau lo lebih-" Namun sebelum aku menyelesaikan kalimat ku, Clarissa tiba-tiba memotong omonganku. "tunggu-tunggu maksud lo gue suka sama Al gitu?" aku meng-iyakan perkataannya, namun sedetik kemudian Clarisa mulai tertawa terbahak-bahak.

Kami berdua sepertinya mengambil alih seluruh atensi siswa dan siswi yang kebetulan melintas di koridor. Mungkin saja mereka berpikir bahwa Clarissa sudah gila dikarenakan ia tertawa layaknya seorang iblis yang baru saja melancarkan aksi jahatnya. Untuk yang kesekian kalinya, aku menyatakan bahwa aku tidak sama sekali suka menjadi pusat perhatian apapun alasannya, titik. Tanpa koma.

"gue tuh gak suka sama Al" Clarissa berucap sembari meredakan tawa mengerikannya itu. Aku mulai mengehembuskan nafasku lega saat Clarissa mulai menghentikan aktivitas memalukan sekaligus menyeramkan itu.

"lo tau gak gue sama Al itu udah kenal dari umur dua tahun?" aku menggeleng, Clarissa tersenyum.

"jadi lo sahabatan sama Varo?" tanyaku lugu. Ayolah, aku bahkan tidak tahu menahu soal ini.

Clarissa menganggukkan kepalanya kencang. "Yoi! dan karna itu juga, gue bisa tau kalo Al sudah nembak lo." Aku membulatkan mulutku tanda mengerti. Ah syukurlah dia bukan salah satu anggota dari kumpulan fans atau bahkan fandom besar yang mengidolakan seorang Alvaro Danendra.

"sorry banget gue banyak bacot ya lou, tapi lo beneran udah di tembak sama Al kan? Ngaku lo!" dia menoel-noel bahuku tanda menggodaku, namun aku panik setengah mati. Bagaimana jika ada fans Varo yang tidak sengaja mendengarnya?

"ssst!" aku mendesis keras agar Clarissa segera menutup mulutnya. Apakah dia gila? Dia berucap di tempat ramai seperti ini. Langsung saja aku menarik tangannya kearah kantin agar ia tidak membuka mulutnya lebih lebar lagi tentang aku dan Varo.

Sesampainya dikantin kami berdua memesan makanan dan minuman masing-masing lalu duduk disebuah meja kantin yang kosong. Kantin terlihat ramai pada saat itu. Tetapi entah mengapa aku merasa sangat sendirian ditengah keramaian ini. Mata coklat gelapku menatap lurus kearah seorang gadis yang sedang tertawa riang bersama teman-temannya itu. Dia tidak seperti aku yang merasa sendirian, melainkan sebaliknya. Dia terlihat sangat bahagia dan memiliki banyak teman. Teman baru lebih tepatnya.

Memoriku kembali memutarkan sebuah tayangan dari beberapa waktu sebelum sekarang. Waktu dimana aku menjejakkan kakiku untuk pertama kalinya di tempat ini. Pada waktu itu aku ke kantin untuk yang pertama kalinya bersama Angel. Yup, perempuan yang sedang asik bercanda gurau bersama empat temannya di depan sana. "lou," Sontak aku mengalihkan pandanganku kepada orang yang duduk disampingku, Clarissa.

"lo memang ada masalah apa sih sama Angel?" Tanya Clarissa sambil menatap mataku, aku tersenyum paksa.

"gue juga gak tau sa, tiba-tiba aja dia ngejauh dari gue." Jawabku seadanya yang membuat ia menganggukkan kepalanya. "oh iya, jadi lo udah nerima Al?"

"belum." Lagi, lagi, dan lagi aku hanya bisa menjawab seadanya. Namun Clarissa justru terlihat tidak puas dengan jawabanku.

"lo bakal nolak dia?" mendengar pertanyaannya itu, aku hanya bisa menggeleng. "gue gak tau, sa."

"kalo gue bilang, lo bakalan nyesel kalo lo nolak Al" dia memberikanku pernyataan yang membuatku terkekeh sekaligus penasaran akan jawabannya.

"memang kenapa" tanyaku, ia tersenyum.

"Louisa, lo tuh bakal nyesel empat puluh sembilan turunan kalo lo nolak dia. Karena Al itu orangnya-" ucapan Clarissa terpotong oleh bunyi bel yang menandakan bahwa jam istirahat telah usai dan pelajaran kembali berlanjut. Clarissa terlihat terburu-buru untuk kembali kekelasnya. "lou, gue duluan ya! Habis ini gue pelajaran si coboy tua, bisa gawat kalo telat" ucapnya lalu ia langsung bergegas pergi. Sementara aku hanya tertawa karena Pak Narto, seorang guru yang tersohor karena predikat killer sepanjang sejarah sekolah kami dijuluki sang Coboy Tua oleh Clarissa. Ada-ada saja.

Tapi aku masih penasaran kenapa Clarissa seakan akan serius bahwa aku akan menyesal tujuh kuadrat atau empat puluh sembilan turunan jika aku menolak Varo. Namun, siapa yang tau? Mungkin nanti aku bisa menghubunginya berhubung tadi aku sempat bertukar kontak dengannya di perjalanan menuju kantin.


***LE(YOU)KIMIA***


Tidak terasa sudah dua puluh menit sapu ijuk ini berada di genggamanku. Menyapu satu demi satu keramik yang ada di kelas bersama beberapa murid sekelasku bukanlah hal yang menyenangkan. Terlebih saat melihat murid-murid yang lain berhamburan menuju rumah mereka masing-masing. Yang aku rasakan saat melihatnya yaitu detik yang bahkan terasa kian melambat.

"lou, udahan yuk! gue udah capek nih, lagian kelasnya juga udah bersih kok." Andi mulai meletakkan sapu ijuk yang ia pegang ketempat alat kebersihan dibagian belakang kelas. Aku pun menuju ke bagian belakang kelas untuk mengembalikan sapu yang aku gunakkan.

"dasar lelaki lemah! Gini aja lo capek" aku menggeleng-gelengkan kepalaku tanda aku mengejeknya.

"karna gue laki-laki makannya gue gak jago ginian! Kenapa sih piket harus melibatkan lelaki? Kan harusnya perempuan yang punya tugas kayak gini" balasnya sarkatis, aku hanya menjulurkan lidahku kerahnya.

"Louisa," suara bariton itu lagi-lagi masuk kedalam indera pendengaranku. Suara kesukaanku!

Aku menoleh ke sumber suara itu, disana ada Varo yang sedang berdiri dengan senyumannya di ambang pintu kelasku. "kenapa var?"

"pulang bareng." Aku berani bersumpah demi tuhan bahwa dua patah kata yang ia ucapkan itu bahkan mampu membuatku meleleh. Aku mengangguk dan menyadari bahwa senyumanku kembali mengembang lebar saat melihat dirinya tersenyum dihadapanku seperti ini.

"kalo mau pacaran jangan disini, mau gue kunci." Ucap Andi dingin kepada aku dan Varo. Sedetik setelahnya aku langsung mengambil tasku dan mengajak Varo untuk keluar dari ruang kelas ini. Aku melihat ada sesuatu diantara mereka berdua. Varo bahkan memandang sinis terhadap Andi. Begitu juga dengan Andi.

"Louisa," panggil Varo.

Aku menoleh ke arah laki-laki most wanted disampingku ini "ya?"

"gimana jawabannya? Kamu mau gak?" pertanyaannya itu bahkan mampu membuat oksigen disekitarku menghilang seketika.

LE(YOU)KIMIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang