Karisa POV
Sejak pertemuan terakhir di Malioboro. Hanya ada beberapa pesan dari manusia tipis itu. Dia menghilang, terhitung sudah dua minggu tidak saling bertukar pesan.
Aku tidak terlalu ambil pusing, mungkin ia sibuk. Atau sedang berperang melawan penjajah. Hellooooo ini sudah 2015 dan ini masih melawan penjajah? Mungkin kurang tidur aku.
Hari ini ada event sekolah yang begitu besar. Iya sangat besar. Karena mengundang sekolah lain untuk berpartisipasi di dalamnya.
Pulang malam bagiku saat SMA sudah biasa. Padahal sekolahku terkenal sangat angker. Dulu ada bangku kosong juga. Sungguh mengerikan kalau kalian masuk. Sekolahku lebih mirip di tengah hutan.
Reza ikut dalam event ini. Karena ini merupakan pertandingan futsal. Jadilah, Tim Futsal sekolah di libatkan. Aku menjadi pencatat pertandingan. Padahal lelah sudah bergelayut di tubuhku. Masih ada satu pertandingan lagi.
Reza ada di sampingku memperhatikan pertandingan. Reza mengacak jilbanku gemas. Dia memang seperti itu kalau sedang greget. Apa saja yang di dekatnya menjadi sasaran.
"Gimana prospek sama Oscar." Aku melengos. Kini istirahat jeda pertandingan. Kami bisa santai dan ngobrol. Aku sebagai admin Twitter langsung melaporkan hasil pertandingan sementara.
"Nggak gimana-gimana. Prospek mbok kata marketing." Dia ini anak IPS, jadi selalu bicara ilmu ekonomi.
"Kayanya suka lo mbek kamu Ber." Aku mengembungkan pipi.
"Kan aku sukanya kamu." Jawabku langsung. Dia terbahak, Akupun sama.
Dasar manusia ini, tidak peka sedikitpun. Aku sudah cari tahu dimana Akmil berada. Ternyata tak jauh dari tempat yang ku kunjungi beberapa waktu lalu. Tapi kalau dari sini ya sama saja ngoyo.
"Besok habis dari spirit langsung TM ke Jogokaryan futsal ya Ber. Siapin berkasnya." Aku meninggalkan Reza sendirian di meja. Lebih baik ke tempat Bu Anung membeli es teh yang segar.
"Di pikir aku sekretaris pribadi po." Aku menggerutu sepanjang jalan.
"Buk es teh." Teriakku dari depan pintu. Dengan sigap Ibu Anung menyiapkan segelas es teh yang rasanya sangat nikmat di tenggorokan.
"Udah selesai po Nduk?" Aku menggeleng. Melepas sepatuku dan menggantinya dengan sandal.
Besok aku harus menjadi official team futsal SMA yang akan bertanding di Spirit. Biasanya Reza yang akan menjemputku. Ya beginilah kegiatanku di sekolah. Mengurus semua event dan tetek bengeknya.
Selesai dari urusan kamar mandi. Aku memilih untuk kembali ke meja. Dengan satu stopmap besar. Bertuliskan "MAP SAKTI FUTSAL"
Isinya begitu banyak, mulai dari akte kelahiran, fotocopy kartu pelajar,pas foto,form,surat penyataan. Aku lebih mirip seorang staff tata usaha.
Aku juga sering menanggung resiko menjadi salah satu penanggung jawab suporter. Padahal, jika ada bentrok atau rusuh. Yang terkena imbaspun aku.
Aku melamun, membayangkan esok perjalanan ke Jogja. Pikiranku jadi terbang saat Mas Oscar mentraktirku es teler 77.
Dan aku ingat saat ia melambaikan tangannya. Setelah itu aku sudah tidak lagi melihatnya atau mendapatkan pesan darinya.
"Ngelamun aja Ber. Nih lihat." Aku tersenyum kecut. Melihat foto dua sejoli sedang menikmati dua gelas minuman berlogo kumis. Letaknya di dekat Gramedia Sudirman.
"Iya cocok." Hati dan ucapanku selalu berlawanan arah. Apalagi jika sudah membahas perempuan yang ia cintai.
Aku menatapnya dari kejauhan. Dia sudah membuatku jatuh sejauh ini. Membuatku tak menentu setiap harinya. Tapi, dia selalu berkata bahwa aku sahabat terbaiknya.
Hari ini aku terus berfikir, yang lama temenan belum tentu jadian.
🌵🌵🌵
Hai selamat hari Minggu. Akhirnya setelah sekian lama nggak ngerasain weekend di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
JugendliteraturHatiku berkata, aku ingin mengenalnya. Aku selalu suka semuanya, senyumnya, hidungnya. Apalagi saat jilbabnya tertiup angin dan menutup sebagian wajahnya. Diam-diam aku sering melihatnya saat bersujud dan berdoa pada Tuhannya. Ia akan terlihat semak...