Sudah ribuan purnama kulalui tanpa ada Karisa di handphoneku. Rindu yang menggebu. Rasa yang semakin tumbuh. Tanpa ku pupuk, semuanya alami. Dia selalu ada di setiap doaku pada Tuhan.
Aku menepati janjiku untuk selalu menuliskan semua hal yang terjadi dalam hidup ini pada lembar demi lembar block note pemberiannya.
Sudah hampir satu tahun sejak pesan terakhir yang tak ia balas.
Hampir dua tahun pula Rama selalu menjodohkan aku dengan banyak wanita kenalannya. Tapi satu pun tak ada yang bisa memikat hatiku.
Puji Tuhan, aku sudah masuk ke batalyon tempatku mengabdi. Masih junior, belum banyak waktu senggang. Selalu sibuk dari a-z , untuk menghubungi ibu saja serba terbatas.
Bahkan aku tak bisa menghadiri wisuda Anggi ku tercinta di tahun lalu. Aku tahu dia kecewa aku tahu dia sedih. Tapi ia paham, kalau kakaknya ini bukan lagi orang sipil yang bebas bisa kesana dan kemari sesuka waktu.
Aku juga tak bisa memberikan selamat ataupun ucapan pada Karisa ku. Kini ia pasti sudah lulus. Bukan lagi anak putih abu-abu.
Entah jalan apa yang dia pilih sekarang. Aku selalu mendoakan Dia, selalu.
"Woey ngelamun wae. Itu buku sakti sepenting apa sih desoy." Aku menggaruk tengkukku. Kepergok melamun di bawah pohon beringin dekat lapangan tembak batalyon.
"Siap. Ijin Mbak petunjuk." Itu tadi mbak Binara. Kakak asuh ku di lembah tidar. Kowad yang luar biasa baik dan ramah penuh dengan kebaikan kalau bisa ku bilang.
"Hahaha lempeng banget mukamu kaya kaca lemari di dekat ruang komandan. Danton kok loyo. Patah hati ya?" Tersenyum aku mendengar candaan Mbak Nara.
"Siap. Tidak Mbak. Ijin sedang memperjuangkan Mbak."
Mbak Binara tersenyum. "Kau yakin percaya diri dengan perempuan yang kau suka itu?" Aku mengangguk.
"Ijin. Kenapa saya harus tidak percaya diri. Ijin mbak. Dia memang tidak secantik pacar teman-teman saya mbak. Jauh sekali bahkan, tapi dia begitu manis mbak. Dia layak untuk saya perjuangkan." Mbak Nara menepuk bahuku.
"Coba semua cowok kaya Lo ya desoy, pasti cewek-cewek nggak akan ngerasa insecure." Aku tertawa. Benar kata Mbak Binara. Pasti semua akan merasa percaya diri.
"Berarti sudah tidak ada kemungkinan lagi hati wanita lain bisa masuk ke hati kamu?"
"Siap. Ijin mbak. Laki-laki itu yang di pegang ucapannya."
"Ijin Mbak. Coba mbak ada di posisi saya yang sudah jatuh cinta dari pandangan pertama."
"Udah deh jangan Ijin Ijin. Semanis apa sih dia?" Aku terkekeh.
"Semanis gula Jawa mbak."
"Fix No debate. Udah tergila-gila ya sama perempuan itu?" Aku mengangguk.
"Kerja di mana dia?"
"Baru lulus SMA mbak."
"Duh om, sukanya sama dedek-dedek." Aku tertawa lagi. Menatap langit biru.
Karisa dimanapun kamu, kita sedang menatap langit yang sama. Dan dimanapun kamu aku pasti mendoakan segala kebaikan untuk mu...
✨✨✨
Ada yang nunggu cerita ini ga sih. Sebenerya draftnya udah banyak sih. Tinggal up up aja. Kalau ada yag nunggu vote dan komen ya🥰❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
Teen FictionHatiku berkata, aku ingin mengenalnya. Aku selalu suka semuanya, senyumnya, hidungnya. Apalagi saat jilbabnya tertiup angin dan menutup sebagian wajahnya. Diam-diam aku sering melihatnya saat bersujud dan berdoa pada Tuhannya. Ia akan terlihat semak...