Hatiku bergemuruh tak tahu arah. Kemarin aku sudah membaca semua lembar bukunya. Dan setiap halaman ia bercerita tentang usahanya memantapkan rasanya padaku. Dan malam ini kami kembali bertemu.
Di tempat pertemuan kedua, JCo Malioboro. Wajahnya terlihat hitam dan lebih kurus.
Aku sudah menata hati, membolak balik perasaan memantapkan pilihan. Seperti Flashback beberapa tahun yang lalu. Dia datang dengan terburu-buru.
Senyumnya terus mengembang lebar. "Sudah pesan?" Aku mengangguk. Kini aku yang jadi mengamati setiap jengkal wajahnya.
Mengamati gerakan matanya saat memilih menu. Lalu kakinya beranjak melangkah. Aku tersadar, dia terlalu sempurna untuk ku raih pula.
"Sudah membaca bukuku?" Aku mengangguk. Lalu mengambil buku yang ku bawa.
"Aku kembalikan biar menjadi kenangan." Dia yang tersenyum.
"Kalau aku minta yang baru bisa?" Aku menggeleng.
"Jadi bagaimana?" Desak nya lagi.
"Ijin kan aku untuk masuk ke dalam hatimu. Biar aku jadi obat luka,aku nggak bisa janji untuk selalu di dekat kamu Karisa. Tapi aku berusaha, untuk selalu bersamamu. Walaupun dalam jarak." Aku diam.
"Mas Oscar, mas oscar adalah orang baik. Mas Oscar mau jadi temen aku aja sudah bahagianya setengah mati mas. Tapi mas, aku takut untuk yang lebih. Sakit hati itu rasanya sakit banget. Aku belum siap untuk kembali sakit."
"Sa, kalau aku egois untuk tetap memintamu membuka hatimu?" Aku menggeleng.
"Pelajaran kemarin membuatku sadar. Lagi pun Mas Oscar ini orang hebat. Pandai, dan juga untuk ukuran laki-laki mas Oscar masuk dalam kategori tampan mas. Rasanya tidak pantas saya di sandingkan atau bersanding dengan Mas. Seperti saya punuk yang merindukan bulan. Saya cukup sadar diri dengan segala kekurangan saya mas."
"Sa, kenapa selalu tentang fisik?"
"Laki-laki memang seperti itu bukan Mas? Cantik itu tentang tubuh yang ideal, kulit putih, gigi rapi, tinggi semampai, pendidikan tinggi. Saya jauh dari semua itu. Jadi saya cukup sadar untuk tidak melangkah maju. Saya takut." Mas Oscar di depanku diam.
"Saya hargai keputusan kamu hari ini. Tapi izinkan saya masuk untuk menjadi obat luka mu sa. Izinkan saya masuk, menjadi kebahagiaan baru untuk kamu. Dan ketika sampai waktunya lagi, ketika saya ingin meminta jawaban kembali. Jangan pernah pergi lagi dan menghindar ya. Saya nggak akan melepas kamu." Aku tertawa getir.
"Akan sulit jika nanti kita bersama. Akan sulit jika nanti kita kembali menyatu. Benteng yang harus kita lewati begitu tinggi dan kokoh mas." Mas Oscar tersenyum.
"Cukup percaya dan Ijin kan saya masuk. Oke Karisa." Aku mengalah. Tersenyum manis ke arah Mas Oscar.
"Kereta saya ke Bandung berangkat setengah jam lagi. Mau antar saya ke stasiun?" Aku mengangguk.
Dia menggandeng ku keluar dari kedai J-Co. Tempat ini akan menjadi penuh kenangan. Tempat terindah menikmati J-Cocino terenak sepanjang hidupku. Seperti Yakult dan entah minuman apa lagi nanti.
"Sa, aku beli bekal dulu. Kamu mau apa?" Aku menggeleng. Kami keluar dan menyusuri emperan toko yang ramai.
"Mbak super besar ya. Tambah Mango floatnya dua yang satu ngga usah di kasih es krim floatnya ya mbak." Aku tersenyum. Bahkan dia tahu tentang apa yang tak ku suka.
"Nih" aku menerima Mango float tanpa ice cream darinya.
Kami turun lalu menyusuri jalan Malioboro ke arah stasiun Tugu.
"Sa saya harap ini awal yang baru untuk aku dan kamu. Ijin kan saya hapus lukamu ya. Ijin kan saya yang jadi obat lukamu. Hingga kamu nggak bisa lagi merasakan rasa sakit." Dengan mudahnya aku mengangguk.
"Makasih Mas Oscar. Terima kasih sudah mau jadi teman saya berbagi luka." Dia mengacak jilbabku.
"Sampai bertemu di lain waktu Karisa." Tangan kami saling bertautan. Aku mengambil le mineral dalam tasku.
"Untuk bekal di jalan. Masih utuh kok. Semoga lancar perjalanannya sampai ke tempat tugas." Aku tersenyum. Begitupun Mas Oscar yang tersenyum begitu manis.
"Makasih banyak. Kamu hati-hati pulangnya Karisa. Sudah malam, sampai ketemu lagi segera mungkin ya. Terima kasih sudah mempercayakan hatimu untuk ku jaga. Aku nggak akan pernah janji untuk nggak meninggalkan kamu. Kita berjuang sama-sama. Walaupun ini awal yang tidak mudah. Tapi kamu harus bersabar dan berjuang ya sa. Agar ada purnama yang indah setelah senjamu redup." Tak terasa air mataku turun begitu saja.
"Jangan nangis. Luka bisa di sembuhkan. Jangan ada air mata ya. Aku pamit Karisa. Sampai ketemu semoga bulan depan. Semoga Tuhan memberkatimu." Aku mengangguk.
Aku dan Mas Oscar benar terpisah saat ia masuk ke area peron. Menatap kembali Mango float yang ku pegang.
Sampai bertemu di waktu selanjutnya Mas Oscar
✨✨✨
Apakah masih ada yang membaca ceritaku yang ini hehehe.
Absen yuk yang masih setia menunggu cerita iniSemoga masih yaaa
Sehat sehat kalian semua❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
Novela JuvenilHatiku berkata, aku ingin mengenalnya. Aku selalu suka semuanya, senyumnya, hidungnya. Apalagi saat jilbabnya tertiup angin dan menutup sebagian wajahnya. Diam-diam aku sering melihatnya saat bersujud dan berdoa pada Tuhannya. Ia akan terlihat semak...