Oscar POV
Letnan Satu Narangga Oscar Perwira, S.T. Han. Gelar baru amanah baru di pundak. Aku memang bukan peraih Adhi Makayasa. Tapi tiga puluh lulusan terbaik akademi militer. Sudah membuat aku bangga. Begitupun dengan Bapak dan Ibu. Lunas sudah pak janjiku untuk tetap semangat empat tahun ini.
Setelah praspa aku mendapat cuti sebelum kembali berkumpul untuk pendidikan kecabangan infantri di Bandung. Bakalan jauh lagi sama Anggi. Jauh sama bapak dan ibu. Tapi tak apa. Demi tugas dan cita-cita mulia.
"Mas." Ibu mendekati aku yang sedang menyetrika seragam masa taruna ku.
"Iya Bu?" Ibu menyerahkan bungkusan paket.
"Dari siapa?" Tanyaku. Beliau malah menghilang.
"Harus di kembalikan Bu. Aku nggak mau lagi berhubungan dengan dia. Aku nggak mau jadi penghambat jalan dia bersama anak jendral itu Bu" Dinda kembali mengirim aku paket. Padahal jelas kami sudah selesai. Katanya saja dia lebih memilih si letnan satu menuju kapten. Apalah daya aku yang baru memulai karir beberapa hari menjadi letnan dua.
"Ya di terima le. Yang penting ibu sudah sampaikan ke kamu." Aku mendengus.
Aku duduk di kursi makan. Mengambil pulpen Anggi dan sebuah kertas. Dia sudah menghancurkan segala harapanku tentang perempuan yang akan menyempurnakan hidupku.
"Angga itu bukan anak seorang jendral Bu. Bukannya ibu yang bilang untuk melupakan Dinda. Untuk kembali menata hidup Angga.
"Iya. Tapi ibu hanya menghargai pemberiannya."
"Sudahlah Bu. Nggakpapa, masih bisa di kembalikan kok." Aku selesai menulis alamat.
"Angga ke ekspedisi ya Bu. Pamit." Ucapku sambil menyambar kunci motor Supra yang ada di halaman depan rumah.
Hatiku berkecamuk. Jengkel rasanya dengan perempuan itu. Bisa mati aku dengan pacarnya kalau sampai tahu aku di kirim paket.
Setelah kirim paket aku kembali ke rumah. Banyak tugas yang harus ku lakukan sebagai seorang anak dan anggota keluarga. Yaitu bersih-bersih.
Begitu aku sampai rumah ibu baru saja kembali menerima paket.
"Dari siapa lagi bu?" Tanyaku.
"Dari Karisa Amanda. Buat Narangga Oscar Perwira. Nih fans kamu mungkin mas." Begitu mendengar nama Karisa. Aku langsung menyambar paket dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Di luar paket ada tulisan tangannya yang gemuk. Aku masuk ke kamar, menutup pintu dan tersenyum menatap bungkusan kecil itu.
Membuka perlahan bungkus plastik hitam. Sebuah blok note kecil dan pulpen. Ada kertas kecil seperti surat.
Buat mas Oscar...
Selamat ya mas atas wisudanya.
Maaf tidak bisa kasih kado yang mahal.
Semoga ini bermanfaat.
Jadi Mas Oscar bisa menulis segala lelah dan kebahagiaan di sini. Jadi walaupun jauh aku tetap bisa jadi tempatmu mengeluh lelah ataupun bertukar bahagia...Salam.
Karisa AmandaAku tersenyum, semoga secara langsung kamu bisa jadi tempatku pulang ya Sa. Aku harap begitu.
🌻🌻🌻
Woaaa... Menulis cerita ini harus ekstra. Ekstra sabar dan menahan senyum dan hati yang bergejolak. Selamat membaca semuany. Semoga weekend ini menyenangkan 😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
Dla nastolatkówHatiku berkata, aku ingin mengenalnya. Aku selalu suka semuanya, senyumnya, hidungnya. Apalagi saat jilbabnya tertiup angin dan menutup sebagian wajahnya. Diam-diam aku sering melihatnya saat bersujud dan berdoa pada Tuhannya. Ia akan terlihat semak...