"Kalau ada orang mengetuk, jangan dibukakan!" pesan Ibu sebelum pergi.
Aria hanya berbaring di sofa ruang tamu. Saluran televisi sedari tadi berubah-ubah sendiri. Dari acara memasak, mendadak berubah menjadi acara wayang boneka, lalu menjadi pemakaman. Aria tidak peduli. Televisi ini mungkin sudah tua. Ia memilih mengangkat bonekanya seakan-akan mereka terbang.
Mendadak ada yang mengetuk. Tubuh Aria membeku. Nyaris saja Ia membukakan pintu jika tidak ingat akan pesan Ibu. "Kamu masih ingat pesan Ibu kan?" tanya Kak Aluna dari dapur. Akhirnya Aria hanya terduduk diam, berharap agar ketukan itu segera pergi.
Namun sampai sepuluh menit, ketukan itu masih ada. Ketukan itu seperti debuman gong yang mengguncang setiap relung jantungnya. Aria mulai bimbang. Kalau hanya orang usil, tak mungkin mengetuk selama itu. Aku sudah beranjak menuju pintu saat Kak Aluna muncul. "Apa yang kaulakukan? Jangan!" serunya marah. Aria berjengit, "T-tapi sepertinya orang itu penting." Mata Kak Alona melotot, "Aku bilang jangan!" Suaranya menjadi serak. Lutut Aria bergetar. Itu bukan Kak Alona! Sembari menyeret tubuhnya, Aria berlari ke pintu.
Seperti ada batu yang menahan, kaki Aria sangat berat. "Sini kau anak nakal!" teriak Kak Aluna. Aria menoleh ketakutan mendapati setengah wajah Kak Aluna seakan berkarat kehitaman sementara kuku jarinya memanjang siap mencakar. Keringatnya bercucuran seiring usahanya menyeret kakinya. "P-Pergi!" teriak Aria. Sedikit lagi, sedikit lagi Ia sampai di pintu. Namun mendadak Aria terjatuh. Kak Aluna melompat ke punggungnya!
"Tidak, tidak akan kubiarkan kau pergi, Anak Nakal!" bisik Kak Aluna lirih. Giginya yang menjadi berantakan menyembul. Aria berteriak ketika kuku-kuku itu menancap di leher dan pahanya tanpa ampun. Tidak ada harapan lagi ..."BRAK!"
Mendadak tubuh Kak Alona terlempar, membuatnya bertransformasi sepenuhnya menjadi orang asing. Bukan, itu bukan orang. Aria masih menelungkup di depan pintu. Ia takut.
"Sudah kuduga ada yang salah di rumah ini!" pekik seseorang yang membuat Aria segera tersadar. Ia segera bangkit dan menoleh mendapati sesosok berjubah hitam. Jubah itu panjang seperti tak berujung. Wajahnya tak terlihat sedikitpun. Di tangannya terpegang erat sabit ... bukan, itu seperti tombak kematian.
"Aku mengikuti tata krama manusia, makanya aku hanya mengetuk pintu. Namun aku merasakan ada yang menyengat, untung saja aku masuk!" ujar sosok itu lagi. "Siapa kau?" tanya Aria takut-takut. Mendadak Kak Alona, yang kini seperti kadal busuk berkepala manusia botak dan berkuku panjang, menerjang sosok itu. Bahkan saat tubuhnya masih melayang, sosok itu sudah menebaskan tombaknya, "Enyah kau iblis!" Kak Alona langsung berteriak, tubuhnya seperti dimakan asap hingga lenyap tak bersisa.
Sosok itu kini menyembunyikan tombaknya. Ia berjongkok hingga setinggiku. "Kau sudah mati." Aria melotot. Apakah Ia mati setelah diterjang dan dicakar Kak Alona secara membabi buta? Seakan membaca pikiran, sosok itu segera menjawab, "Tidak, kau sudah mati sebelum itu. Lalu ibumu mengadakan kontrak dengan yang seharusnya terlarang membuatmu tertahan di dunia ini." Aria mengurut kepalanya. Jadi ... selama ini Ia sudah mati? "Bagaimana dengan Kak Alona?" tanyaku lagi. Sosok itu menghela napas, "Tidakkah kau sadar? Kau adalah anak tunggal!". Apa?
Tepat setelah itu, pintu terbuka. Ibu masuk namun segera terdiam. Matanya menatap kami takut-takut. "Tidak," bisiknya.
"Kamu harus belajar menerima, Manusia," kata sosok itu, "Ayo kita pulang." Aria sembari menatap Ibunya, menggandeng tangan sosok itu. Mereka pergi.
end.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keripik Rasa Pasta : Kumpulan Creepypasta dan Riddle Horror
Детектив / Триллер•dalam proses revisi semua part agar lebih rapi dan nyaman dibaca• [13+] mengandung unsur sadis, kekerasan, horor, dan konten tidak pantas untuk dibaca anak-anak. Jika merasa sudah cukup umur mohon agar tidak meniru adengan apapun dalam konten cerit...