"Kamu yang namanya Raine?"
Raine tersadar, ia menggeleng, sebelum mengangguk dua kali. Gatra yang duduk di sampingnya berdecak pelan. Sepertinya rencananya kali ini akan gagal, baru bertemu saja Raine sudah menunjukkan keanehan.
"Eh, maksud saya iya, Bu."
"Bu-Bu. Belum tentu juga saya mau menerima kamu jadi mantu."
Raine agak tersentak. Sekarang ia tau darimana sikap sinis Gatra diturunkan. "Terus Rain enaknya panggil apa dong? Bunda, Mama, Mami?" Raine tersenyum.
Rossy menatap tidak suka ke arahnya. Raine mengatur napas, mencoba rileks. Sebisa mungkin ia tidak boleh terlihat terintimidasi.
"Apa yang membuat kamu tertarik sama Gatra?"
"Eum, banyak sih. Pak Gatra itu orangnya ganteng, misterius bikin penasaran, dan yang paling menarik dia dokter. Uhh, daridulu saya ngefens banget sama cowok yang berprofesi dokter," jujur Raine.
Dahi Rossy berkerut. Kenapa gadis muda ini terlihat biasa saja, padahal ia sudah memasang tampang paling garang yang dipunya.
"Benar, kamu ini masih mahasiswi?"
Gatra menegakkan badan, terkejut. Dari mana ibunya tau jika Raine masih kuliah? Huh, pasti Cantika yang memberitahu. Ia menggerutu dalam hati.
"Iya, Bu. Kebetulan saya mahasiswi semester tujuh."
Rossy justru tertawa pelan. "Sekarang kalau saya tanya, menurut kamu cocok nggak seorang dokter spesialis bersanding dengan gadis yang masih bersetatus mahasiswi gak jelas kayak kamu?"
"Cocok-cocok aja. Dan alhamdulillah status saya jelas kok, Bu. Saya juga masih manusia tulen, bukan jadi-jadian."
Rossy semakin kesal mendengar jawaban itu. "Cocok darimana, ha?!"
"Saya perempuan, Pak Gatra laki-laki. Jadi kenapa enggak? Kalau masalah gelar, sebentar lagi saya juga akan mendapatkannya."
"Gelar apa? Strata satu, lalu menurut kamu itu sudah cukup?"
"Eum ... menurut Rain sih cukup atau nggak itu tergantung yang mandang. Walau mungkin saya belum tentu jadi orang besar dengan gelar itu, tapi setidaknya saya udah punya bekal buat jadi ibu yang berpendidikan buat anak-anak saya kelak. Agar selain memberikan kasih sayang, saya juga bisa memberikan ilmu yang bermanfaat untuk mendidik mereka."
"Asal kamu tau, bahkan Cantika lebih segala-galanya dibanding kamu. Umur yang matang, pendidikan tinggi, paras menawan, bahkan pekerjaan yang memadai. Lalu, apa keunggulan kamu dibanding dia?"
Astaga, Raine sudah seperti calon pekerja yang sedang diinterview HRD. Ia menyenggol Gatra, lelaki itu hanya mengangguk, seolah mempersikannya berkata apa saja.
"Kata Ibu saya sih, masakan saya itu enak. Bener loh, Bu. Bahkan masakan kakak saya aja kalah. Lebih dari itu saya ... saya akan berusaha jadi perempuan yang membahagiakan Pak Gatra lebih dari siapapun."
Rossy tertawa. "Membahagiakan? Ck, ck, ck, jawaban kamu lucu sekali. Memang kamu kira itu cu--
"Cukup. Karena yang aku butuhkan saat ini cuma itu."
Rossy menatap anak laki-lakinya itu tajam, sedangkan yang ditatap justru menunjukkan tampang tidak peduli.
*****
"Maaf, Bu Rossy sedang mencari Pak Gatra?" Raine menjulurkan kepala di pintu seraya bertanya, karena mendengar seseorang mengetuk pintu apartement sebelah.
"Yaiyalah, masa saya cari kamu!" tukas Rossy.
Raine tersenyum. Ia menegakkan badan, merapikan cepolan rambutnya, lalu berjalan menghampiri wanita yang sedang bersidekap dengan wajah judes itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Pak Dokter, Ayo Menikah!
RomantikA romace comedy Sebelumnya Raine tidak pernah begitu semangat dalam menjalani hidup. Kira-kira seminggu yang lalu ketika apartemen sebelah yang semula ditinggali sepasang suami-istri, kini berganti penghuni jadi seorang dokter yang membuat bola mata...