8. Persiapan Bertemu Calon Mertua

6.3K 554 16
                                    

Usai menyelesaikan pemeriksaan dan menyerahkan resep obat, Gatra tersenyum, menatap anak yang duduk di hadapannya bersama sang ibu. Terhitung, sudah tiga kali ini mereka membuat jadwal kunjungan dengan dokter ahli kardiologi itu untuk memeriksakan keadaan jantungnya.

Namanya Aika, usianya masih delapan tahunan, tapi sudah menderita gangguan irama jantung (aritmia). Sebenarnya tidak semua aritmia berbahaya, ada beberapa orang yang mempunyai aritmia, tapi tidak menyadarinya. Namun, aritmia yang diderita Aika sudah tergolong parah. Saat kelelahan, detak jantung Aika jadi tidak stabil, bahkan terkadang berakhir pingsan. Sangat disayangkan ketika anak-anak yang masih leluasa bermain, harus terganggu dengan penyakit yang merupakan salah satu penyebab kematian terbesar itu.

Namun, dibalik semua itu Gatra cukup bersyukur melihat Aika didampingi ibu yang begitu menyayanginya. Wanita itu begitu lembut, Gatra dapat melihat ketulusan di sana. Terkadang Gatra ingat tentang dirinya sendiri, tapi toh ia tidak ingin terlalu memikirkan hal itu lagi.

"Bilang apa sama Pak Dokter?" tanya si ibu yang Gatra kenal bernama Anita itu setelah ia menyerahkan resep obat yang akan ditebus di apotek.

"Makasih, Pak Dokter Gatra yang ganteng." Aika mengedipkan sebelah matanya. Gatra terkekeh pelan. Anak itu memang ceria.

"Yaudah, Pak Dokter, Aika sama Mama pulang dulu. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam, Aika cantik. Ingat kalo mau sembuh harus?"

"Jaga pola hidup sehat dan nggak lupa minum obat," jawab Aika riang.

"Pinter!"

Anita beranjak. "Yasudah, kami permisi, Pak."

Gatra mengangguk. "Iya, hati-hati, Mbak."

Selepas kepergian ibu dan anak itu, Gatra merenung. Ia berpikir Aika yang punya segudang masalah dalam hidup saja masih biasa riang dan tersenyum tulus. Tidak seperti dirinya, yang tersenyum saja terkadang lupa bagaimana caranya.

Fyi, orangtua Aika sudah bercerai. Gatra mengetahiu itu saat ia menanyakan ke mana ayah Aika, karena selalu ibunya yang menghantar. Anita menjawab ia sudah berpisah dengan suami. Bisa dipastikan Aika mempunyai nasib yang sama sepati dirinya. Namun, bedanya anak itu selalu semangat dalam menjalani hidup. Gatra merasa malu pada anak kecil. Nyatanya ia lebih kecil secara pemikiran.

Gatra membereskan mejanya. Hari ini ia pulang lebih awal, sekitar pukul dua siang. Seketika ia merana gulana. Rencananya setelah ini ia akan menjemput Raine ke kampus, menghantar gadis itu ke salon, dan berlanjut ke rumah ibunya. Sungguh, hari ini akan panjang.

****

Mata kuliah berakhir, Raine segera keluar. Tadi Gatra sudah menelfon berkali-kali dan mengirimi pesan kalau laki-laki itu sudah mrnunggu di parkiran.

"Rain!" panggil Niken menyusul Raine.

"Buru-buru banget sih?"

"Kan tadi gue udah cerita," jawab Raine tidak sabaran.

"Cie ... yang mau ketemu calon mertua, cie ... gimana, Rain, udah siap kalo diajak nikah?"

Tanpa menanggapi omongan Niken, Raine melanjutkan langkah. Jantungnya terasa berdebar-debar. Calon mertua? Ia merasa geli sendiri memikirkannya.

Suara klakson mobil dari belakang membuatnya menoleh. Ia hapal betul siapa pemilik mobil SUV itu. Mobil tersebut berjalan pelan menyampinginya.

"Rain, balik bareng yok," tanya si pemilik mobil sambil melongokkan wajah, karena terhalang perempuan yang duduk di jok sampingnya.

"Ih, apaan sih, Gav? Kita kan mau langsung makan. Aku udah laper banget ini. Ayok cepet!"

Della melirik Raine sinis. Gavin berdecak. "Makan bareng sama Rain kan bisa. Lagipula kasian kan Rain pulang sendiri."

Hey Pak Dokter, Ayo Menikah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang