Laras tersenyum begitu mereka kembali. Seperti sebelumnya, Gatra duduk di samping Laras, sedangkan Raine di hadapan dua orang itu.
“Loh, Kak, situ loh samping Raine. Kan kalian pacaran.” Laras senyum-senyum masih tidak menyangka Gatra punya pacar. Pasalnya, Gatra dekat wanita adalah keajaiban. Setahunya selama ini hanya ia yang dekat dengan Gatra. Nyatanya diam-diam sahabatnya itu sudah punya kekasih. Luar biasa.
“Sini aja nggak pa-pa,” jawab Gatra.
“Oh, biar ngobrolnya bisa hadap-hadapan, ya.” Laras pura-pura batuk. Lucu saja melihat Gatra yang begitu kaku. Dasar kanebo, batin Laras terkikik pelan.
“Kamu kenapa sih, Ras?”
“Enggak pa-pa kok,” Laras menulum senyumnya.
Sementara itu, Raine membuka kotak makan, lalu membuka bungkusan berisi lauk yang ia beli tadi. Gatra agak terkejut, bagaimana Raine tau jika ia menyukai sayur rawon, tempe mendoan, dan tak lupa sambel sebagai pelengkap. Sudah lama ia tidak menikmati manu itu, karena tidak pernah sempat untuk membelinya. Gadis itu benar-benar menyelidikinya. Dasar penguntit!
Mengambilkan lauk ke dalam kotak makan, Raine menyodorkannya. Gatra menerima tanpa banyak bicara.
“Enak kan?” tanya Raine begitu Gatra menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
“Enak. Tapi pasti bukan masakan kamu kan?”
“Ya jelas bukanlah,” jujur Raine. “Tadi Rain beliin di warung Bude. Di sana itu masakannya enak-enak dan murah-murah lagi. Kapan-kapan Pak Gatra harus mampir ke sana.”
“Darimana kamu tau kalo saya suka menu ini?”
Raine tersenyum simpul. “Stalker selalu punya cara.”
Gatra tidak menjawab dan melanjutkan makan. Laras bedehem. “Duh-duh, seneng deh liat kalian.”
“Eh,” Raine menoleh ke Laras, “Hehe, Mbak Laras mau? Ini Rain bawa beli banyak.”
“Iya, Rain. Nanti aku ambil sendiri kalo mau,” jawab Laras sambil memakan bakso yang ia pesan tadi.
“Kamu seharusnya jangan kebanyakan makan bakso, Ras. Kamu kan lagi hamil, jangan kebiasaan makan sembarangan.”
“Hehe, lagi pengen, Kak.”
“Pengen kok sering. Itu pengen atau doyan?”
Laras terkekeh.
Diam-diam Raine mengamati interaksi keduanya. Mereka terlihat akrab, antara berbicara dengan Laras dan berbicara dengannya terkesan beda. Namun, Raine tidak mau berpikir macam-macam. mungkin karena mereka sudah lama kenal, makanya Gatra terlihat lebih santai dan mencair.
Lagipula, untuk apa ia cemburu. Toh, Laras tengah hamil yang menandakan perempuan itu sudah punya suami. Jadi antara Gatra dan Laras tidak mungkin ada hubungan lebih dari teman.
Mereka melanjutkan makan, begitupun Raine. Sesekali dua perempuan itu mengobrol, tertawa, sedangakan Gatra hanya jadi pendengar saja. Meski begitu saat ia amati, kedatangan Raine membuat Laras kembali seperti dulu. Banyak bicara dan bercanda.
Selesai makan, Raine menepati janjinya, ia pamit pulang setelah membereskan bawaan. Melihat Gatra hanya diam, Laras pun menegur, “Itu loh, Kak. Pacarnya mau pulang kok diem aja?”
“Lah terus?”
Laras berdecak, lalu menoleh ke Raine. “Maaf ya, Rain. Biasa, lelaki nggak peka. Mimta ditabok dulu kayaknya.”
“Hehe, udah biasa kok, Mbak.”
Begitu Raine berjalan menjauh, Laras mendorong-dorong Gatra untuk mengejarnya. Ia pun mengalah dan menyusul Raine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Pak Dokter, Ayo Menikah!
RomanceA romace comedy Sebelumnya Raine tidak pernah begitu semangat dalam menjalani hidup. Kira-kira seminggu yang lalu ketika apartemen sebelah yang semula ditinggali sepasang suami-istri, kini berganti penghuni jadi seorang dokter yang membuat bola mata...