19. Apa Kamu Gila?!

8.2K 756 65
                                    

Gatra tau seharusnya ia tidak setolol itu. Tindakan grasa-grusu (baca: gegabah) bukanlah dirinya. Untuk apa ia segala memanggil satpam untuk menabrak pintu hanya karena merasa ada yang tidak beres antara keponkannya dan gadis itu di dalam.

Sebenernya Gatra sudah mengetahui saat pagi itu Gavin kembali mengunjungi Raine. Ia hanya membiarkan dan mengamati, karena barangkali ada permasalahan yang ingin diluruskan. Namun, teriakan Raine spontanitas membuatnya panik, apalagi mengingat masalah semalam yang Raine ceritakan.

Gavin menghamili kekasihnya. Dan entah mengapa pemikiran itu membuat Gatra tidak bisa tenang saat mendengar kegaduhan antara dua orang itu, yang kini malah membuatnya ikut terseret masalah.

Untung saja ia bisa menegosiasi baik-baik pada satpam hingga masalah ini tidak merambah ke mana-mana dan ia hanya diharuskan membayar biaya perbaikan pintu. Meski begitu ia tetap tidak yakin mulut beberapa orang yang melihat kerusuhan mereka dapat dikunci rapat. Ah, sudahlah, terserah pemikiran orang, Gatra tidak peduli. Ia mengusap wajahnya lalu menatap tajam dua orang yang sempat membuatnya salah paham itu.

"Maafin Rain," ujar Raine untuk kesekian kali lalu menunduk. Ia sudah menceritakan yang sejujurnya pada Gatra tentang masalah tadi, di mana ia hanya berusaha mengambil kunci yang dikantongi Gavin.

Sementara Gavin yang ia marahi karena tetalu mamaksa menyangkal, "Aku cuma nggak mau dituduh, Om. Aku beneran gak menghamili Della, karena aku ingat, aku nggak melakukan sesuatu yang memungkinkan Della hamil. Seperti yang aku bilang ke Rain, kalau making out nggak mungkin bikin perempuan hamil, dan Om pasti tau itu."

"Iya," Gatra kembali memberikan tatapan lesernya. "Tapi yang kamu lakuin ke Della itu udah cukup jauh loh. Dasar anak jaman sekarang!" Gatra geleng-geleng kepala.

"Iya, aku ngaku salah." Gavin memalingkan muka.

Namanya juga laki-laki. Huh, Om Gatra sok banget. Mentang-mentang dia gak pernah kelihatan dekat dengan perempuan. Tapi, tunggu dulu, atau jangan-jangan dia gay, pikir Gavin. Ia melotot, menoleh sekilas ke Raine. Kasihan jika yang dipikirkannya itu benar.

Jaman sekarang kan tidak menutup kemungkinan lelaki macho dan tampan yang diam-diam penyuka sesama jenis. Apalagi setahunya, Gatra selama ini sangat antipati dengan perempuan. Hmm.

"Ngapain kamu liatin saya kayak gitu?" tanya Gatra.

Gavin menggaruk tengkuk. Ia tersenyum kikuk. Tiba-tiba ia merasa begitu penasaran dengan Gatra. Ada banyak sekali yang tidak ia ketahui dari omnya itu.

Gatra beranjak, lalu berkata, "Ayo kita selesaikan."

"Maksud Om?"

"Kamu telfon Della, bilang kita akan ke rumahnya."

"Tapi, Om, aku itu males berhubungan lagi sama dia."

"Vin, kita selesaikan sekarang! Nanti siang saya sudah harus ke rumah sakit!"

"Oh, oke."

****

Masalah dengan Della sudah selesai kemarin. Saat ia, Gatra, dan Gavin mengunjungi rumah perempuan itu. Awalnya Della masih keukeuh, tetapi setelah dicecar, ditambah ada kedua orangtua Della juga di sana, akhirnya Della mengaku jika ia tidak hamil. Ia hanya mengatakan itu, karena tidak mau ditinggal Gavin.

Sempat terjadi kegaduhan ketika ayah Della marah pada Gavin yang telah mempermaikan putrinya. Namun, semua beres berkat Gatra. Lelaki itu juga menceritakan pembullyan yang dilakukan Della pada Raine. Akhirnya mereka mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan itu secara baik-baik.

Untung saja ada Gatra, dia terlihat begitu berkarisma saat menengahi masalah secara dewasa. Raine semakin terpesona. Lelaki seperti itu yang ia inginkan untuk jadi pendampingnya kelak. Tak peduli meski kadang seperti es batu dan umurnya terpaut cukup jauh dengan dirinya, Raine sudah terlanjur jatuh cinta.

Hey Pak Dokter, Ayo Menikah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang