Mereka berpisah di unit masing-masing. Gatra mendorong pintu tanpa menoleh lagi, sedangkan Raine yang memperhatikan itu hanya menghela napas.
Kencan atau lebih tepat disebut makan malam biasa yang berujung mengecewakan. Gatra tampak tidak menikmati, bahkan lebih tertarik untuk memperhatikan sepasang manusia yang Raine tidak kenal. Saat ditanya pun Gatra menjawab ogah-ogahan, dan acara nge-date dadakan itu pun hanya berakhir hening, di mana baik Gatra maupun Raine sibuk dengan pikiran masing-masing.
Gadis itu menjatuhkan tubuh ke sofa, terdiam sebentar, kemudian merogoh handphone di tas kecil yang dipakainnya, sebelum membuka aplikasi Whatsapp.
Sementara itu, Gatra berbaring di ranjang dengan tatapan kosong. Ia sangat menyayangi Laras. Bagaimanapun dulu Laras yang selalu ada untuknya setiap waktu. Gadis kecil yang selalu datang ke rumahnya untuk menghiburnya. Teman sekaligus cinta pertamanya. Bahkan, seseorang yang mampu meyakinkan untuk mengambil jurusan kedokteran seperti yang diinginkan ibunya, padahal kala itu menjadi dokter bukanlah tujuan Gatra.
Tanpa banyak yang tahu jika seorang yang kaku seperti Gatra sangat menyukai dunia kreatif sejak kecil. Bahkan dulu, di saat sendiri ia gemar mengumpulkan botol-botol bekas, untuk kemudian rangkainya menjadi bentuk yang berkelas. Namun, bukan hobi yang sudah lama terkubur itu yang memenuhi pikirannya. Hanya Laras, bagaimana jika wanita itu sedang bermasalah dengan rumah tangganya?
Tangan Gatra mengepal. Bukan bermaksud ikut campur, tapi melihat Arif dengan wanita lain, seketika ia merasa curiga. Ia mengikhlaskan Laras dengan lelaki itu, tapi kalau Arif berani menyakiti Laras, Gatra tidak segan untuk bertindak.
Gatra bangkit, ia mengambil ponsel di saku celana sambil menimbang apakah menelfon Laras adalah keputusan yang benar. Rasa-rasanya menghubungi istri orang malam-malam bukanlah hal yang etis. Sejak Laras menikah, ia memang hampir tidak pernah menelfon wanita itu jika tidak benar-benar penting.
Namun, rasa ingin tahu lebih menguasai. Gatra mendial nomor Laras, dering pertama, sambungan itu diangkat. Terdengar suara wanita itu di ujung sana mengucap salam, Gatra langsung menjawabnya.
"Ada apa, Kak?" tanya Laras.
Gatra belum merespons, ia sendiri merasa bingung harus memulai dari mana. Tidak mungkin ia langsung to the point menanyakan rumah tangga wanita itu. Basa basi kabar pun, rasanya kurang tepat. Hampir tiap hari mereka masih bertemu walaupun sebentar di rumah sakit.
"Kak?"
"Eh, iya, Ras!"
Terdengar helaan napas di sebrang. "Kenapa, Kak? Ada masalah?" tanyanya tampak khawatir. Ia paham Gatra seperti apa, dan ia tau laki-laki itu menelfon tidak mungkin karena iseng.
"Arif udah pulang?"
"Haa, kok tiba-tiba nanyain Mas Arif, Kak?"
Gatra menggaruk rambutnya. "Iya, udah pulang belum?"
Laras sempat terdiam sebelum menjawab, "Udah kok, Kak. Memangnya kenapa?" tanyanya tampak ragu, dan Gatra merasakan itu.
Namun, tiba-tiba Gatra tersadar, ia tidak boleh langsung men-judge buruk. Hanya karena melihat Arif bersama wanita di restoran, bukan berarti lelaki itu selingkuh, kan? Gatra tidak mau berpikiran sempit, dan menambah beban pikiran Laras. Lagipula Laras bilang suaminya sudah pulang, wanita hamil tidak boleh terlalu berpikir berat.
"Kak Gatra kebiasaan deh, kalau lagi ngomong tiba-tiba diem."
Gatra terkekeh pelan. "Iya, gak ada apa-apa kok, Ras. Aku tadi cuma sempet ketemu Arif."
"Jadi Kak Gatra cuma mau mastiin Mas Arif udah pulang atau belum?"
"Hehe, sebenernya aku cuma kangen, soalnya udah lama kita gak telfonan."
![](https://img.wattpad.com/cover/162912311-288-k978980.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Pak Dokter, Ayo Menikah!
RomanceA romace comedy Sebelumnya Raine tidak pernah begitu semangat dalam menjalani hidup. Kira-kira seminggu yang lalu ketika apartemen sebelah yang semula ditinggali sepasang suami-istri, kini berganti penghuni jadi seorang dokter yang membuat bola mata...