Shopia segera bangkit saat jam pelajaran pertama berakhir, ia berjalan cepat bahkan mengabaikan Arrabel yang melongo melihat Shopia melengos pergi.
Wildan pun berjalan menyusul setelah Shopia, keduanya sedang dalam keadaan buruk. Terbukti dengan raut wajah tidak bersahabat, sarta gestur kaku. Keduanya berjalan ke arah yang berlawanan.
Shopia naik ke rooftaf, lalu menutup mata. Ia bisa merasakan semilir angin menerbangkan rambutnya yang tergerai bebas, terasa menenangkan.
"Kuharap yang aku dengar tadi itu hanya bercanda."
"Aku juga berharap itu mimpi, sayangnya itu nyata Wil." Shopia berbalik dan berusaha mengukir senyum walau bibirnya sangat kaku untuk bergerak.
"Kau menyukaiku?"
"Aku mencintaimu."
Keduanya terdiam setelah Shopia menjawab, keheningan meliputi mereka. Shopia merasakan dadanya bergemuruh hebat, entah senang, sedih, atau was-was. Shopia tidak rela kehilangan Wildan.
Selama mereka menjadi teman dekat, Ekspresi Wildan kali ini tidak terbaca. Amarah, bimbang... putus asa? Apa yang Wildan rasakan, Shopia ingin tau dan ingin selalu menjadi yang pertama tempat Wildan berbagi.
"Kenapa?" Wildan berjalan mendekat. "Apa kau tak tau akibat dari ucapanmu itu?"
Wildan terus menatap Shopia dengan tatapan tak terbaca, Ekspresinya datar tapi sorot matanya berharap? Shopia membalas tatapan itu dengan berkilat khawatir.
"Cinta tidak perlu alasan dan soal akibat, aku sudah tau," Shopia mengangguk yakin. "Penolakkan."
"Lalu kenapa masih kau lakukan jika tau seperti itu! Kau menyatakan perasaan disaat aku sudah memiliki kekasih, Kau membuat aku merasa bersalah kepada dua wanita sekaligus, Kau dan juga Marsella."
Shopia diam.
"Kenapa kau menjadi seseorang yang tidak sabaran, Kau orang yang selalu berpikir berulang sebelum bertindak, dan aku yakin ucapan spontan tadi karena kau merasa tertekan, ada apa? Kau sudah tidak menganggap teman lagi, aku khawatir padamu akhir-akhir ini Shopia, sangat." ujar Wildan dengan lemah. "Apa semua sikap peduliku selama ini tidak berarti apa-apa? Siapa yang harus aku pilih sekarang, pia? Katakan aku harus apa?"
Wildan terlihat putus asa, dan kesedihan terpancar jelas dimatanya. "Cukup jangan pedulikan aku, dan kau tidak salah dimata siapapun."
"Kau tidak berpikir, Kau yang mendukung hubunganku dan Sella di awal. Lalu sekarang?" Wildan menggeleng tak percaya. "Kau mencoba menghancurkannya."
"Aku tidak berniat seperti itu!" bentak Shopua kemudian. Emosinya perlahan naik saat mendengar ucapan Wildan. "Kalau kau tidak bisa membalas perasaanku tidak masalah, aku juga tidak berharap lebih soal itu. Aku hanya mencintaimu Wildan, sama seperti dia mencintaimu. Aku akan mendukung siapapun yang membuatmu bahagia, termasuk Sella."
"Lalu bagaimana dengan kau? Berapa lama kau memendam sakit hati itu sendiri? Kau mencintaiku tapi kau menyatukan aku dengan wanita lain, apa maksudnya ini Shopia?"
"Cukup lama aku menahannya sendiri, jadi itu sangat biasa untukku. Jangan khawatir." Shopia menarik nafas seakan berusaha terlihat tegar. "Kau mencintainya, Kau terlihat bahagia bersamanya
Wildan terdiam. "Harusnya kau ucapkan ini lebih awal sebelum memikirkan kebahagian orang lain, Kau juga tidak bisa menebak seseorang bahagia atau tidak dengan hanya saling mencintai." Wildan mengukir senyum dengan lemah, matanya mulai berair.
"Aku suka dengan kejujuranmu, tapi sungguh aku kecewa," ungkap Wildan dengan perasaan kacau. "Kau tau, aku harus memilih antara kau dan Sella, dan itu tak mungkin. Jadi aku mohon, jauhi aku mulai hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDzone (Completed)
أدب المراهقينAwalnya memang teman biasa, Namun tiba-tiba datang rasa cinta. Namun hanya salah satu saja yang dihati merasakan cinta. Awalnya memang tidak ada rasa, Namun akhirnya ada rasa yang istimewa. Namun salah satunya hanya masih ingin tetap jadi TEMAN saja...