"Tentu saja."
*****
Shopia sangat kaget saat tiba-tiba lelaki itu bersuara dan memajukan bibir serupa orang sedang mencium. Ia berdiri karena Syok, tanpa peduli apa yang terjadi pada lelaki yang tadi berada diatas pahanya terbaring lemah.
Bugh...
"Kau membohongiku?" Shopia berteriak kalap.
"Sakit pia," teriak Wildan tak kalah keras.
"Lalu bagaimana dengan aku yang ketakutan setengah mati," teriak Shopia tak percaya, dia dikerjai mentah-mentah.
"Kalian semua tau?" tanya Shopia pada semua siswa disana.
Tampak semuanya mengangguk samar dengan senyum geli. Shopia menggeleng lalu menatap tiga teman wanitanya, lalu menatap Deni dan Beni. Tampak mereka mengangkat bahu acuh.
Shopia berlari pergi menjauh, ia tak percaya jika semuanya hanya sandiwara. Semuanya hanya tertawa geli melihat kegelisahan dan ketakutannya.
"Pia!" seru Wildan berusaha mengejar.
Shopia terus berlari tak menghiraukan panggilan Wildan. Ia merasa semua mempermainkan ketakutannya, trauma hidupnya. Walau tak semua tau, tapi ia kecewa pada Wildan.
Shopia kembali kekelas dengan kacau, hidung serta mata merah. Ia bergegas duduk saat sampai diruangan kelasnya, menumpu kepala pada meja.
"Maafkan aku," lirih seseorang dengan masih berusaha mengatur nafas.
Shopia tak bergeming.
"Sungguh, aku hanya bercanda tak ada niatan membuatmu sekhawatir itu."
"Ampun Shopia Andini, aku tak akan membuatmu kembali khawatir dan menangis seperti tadi," ucap Wildan setengah berteriak.
Shopia jelas kaget dengan sikap Wildan , teriakan itu memancing beberapa orang yang diluar masuk dan menatap aneh ke arah Wildan.
Shopia menatap Wildan lalu orang-orang itu, lalu tersenyum dan menyatukan tangan permintaan maaf. Orang-orang itu pergi, kecuali orang-orang yang memang menempati kelas itu.
"Memalukan," cibir Shopia.
"Tak maslaah, aku bisa berteriak ditengah lapangan jika itu bisa membuatmu memaafkan aku."
"Tak perlu."
"Tapi aku ... "
Tringg....
Bel berbunyi, perlahan kelas muali ramai dan penuh murid pada tempat masing-masing. Kecuali Wildan yang masih berdiri didekat meja Shopia.
"Pia aku ... "
"Sedang apa Wildan?" tanya guru yang baru memasuki ruangan.
"Aku sedang ... "
"Duduk!" ucap guru itu memerintah.
Wildan mendengus lalu menatap Shopia yang tampak acuh, ia menatap sekeliling yang mulai memperhatikannya.
"Pia ... "
"Duduklah Wil," ucap Shopia lembut.
Wildan tersenyum lalu segera duduk ditempatnya, bahkan ia mengabaikan tatapan heran orang-orang.
Pelajaran dimulai namun Shopia tampak tak berkonsentrasi pada materi yang guru sampaikan, kepalanya mendadak berdenyut. Ia sering kali membuat gerakan memijat pelipisnya mengurangi sakit dikepalanya.
"Shopia!" tegur Guru dengan keras.
Shopia mendongkak dengan wajah pucat dan mengernyit bingung. Orang-orang menatapnya dengan berbagai asumsi, heran, khawatir, datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDzone (Completed)
Teen FictionAwalnya memang teman biasa, Namun tiba-tiba datang rasa cinta. Namun hanya salah satu saja yang dihati merasakan cinta. Awalnya memang tidak ada rasa, Namun akhirnya ada rasa yang istimewa. Namun salah satunya hanya masih ingin tetap jadi TEMAN saja...