• Pesantren Ramadhan •

6.2K 616 4
                                    

Cinta Dalam Hijrah

"Dari sekian banyak nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai nikmat bagimu. Dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai kesibukan bagimu. Dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu."

[ Sayyidina Ali bin Abi Thalib r,a ]

"Seperti tahun-tahun sebelumnya, di bulan Ramadhan ini sekolah akan mengadakan pesantren Ramadhan. Maka dari itu-"

Bisikan dan obrolan mulai terdengar di setiap penjuru kelas. Berbagai protes dan keluhan mulai keluar begitu tahu bahwa lima hari ke depan mereka masih diwajibkan sekolah.

Siapa coba yang nggak ingin libur setelah lama berkutat dengan soal-soal?

"Udah kepala gue pusing lagi sama soal-soal. Untung kalau soalnya mudah, ini susahnya tingkat akut."

"Kalau tau pesantren Ramadhan gini kenapa kita nggak disuruh istirahat aja seharian."

"Benar lo."

"Yang mengobrol di sana." Suara yang terdengar dari depan sontak membuat obrolan-obrolan kecil itu terhenti.

"Masih mau cerita?"

Mereka terdiam, lalu menggeleng. "Nggak, Buk."

Untung walas sedang memiliki mood baik, jika tidak meraka mungkin akan mendapat hukuman. Entah itu berlari di lapangan, atau mungkin berdiri di depan dengan satu kaki. Atau lebih parahnya, nama mereka yang masuk ke buku merah- buku yang jika lima kali nama sudah tertulis, dipastikan akan tertinggal kelas. Tak peduli jika kini puasa atau tidak.

Walas hanya menatap mereka sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya yang sempat terhenti. Efek puasa? Mungkin.

"Karena ini hari pertama, jadi setiap siswa di kelas diminta memberikan sedikit materi atau kajian di depan. Dan saya tunjuk..."

Buk Eva mengedarkan pandangannya ke seluruh murid sebelum akhirnya menunjuk," Kenara."

What?

Kenar pasti salah dengar, ia tidak mungkin di tunjuk isi kajian. Pernah aja belum ia berpengalaman kajian.

Hellow... gue ngawur pasti.

"Ra, lo di tunjuk." Senggol Gina yang membuat Kenara mengerjap tidak percaya.

"Gue?"

"Iya lo."

"Tapi, kenapa gue?" Gina mengangkat bahu tidak tahu.

Sementara semua mata kini tertuju ke arahnya. Kenara balik menatap Buk Eva. "Buk, jangan saya ya?"

Semoga saja Buk Eva berbaik hati menukarnya dengan yang lain. Secara kan Kenara anak kesayangan walas juga.

"Nggak bisa, Kenara." Yah gagal! Nyatanya anak kesayangan guru pun gak disayangkan.

"Hanya kamu di sini satu-satunya yang Rohis. Jadi kamu yang menurut ibu bisa, Ra."

Alasan untuk Kenara Rohis. Ya karena iya Rohis. Memang anak Rohis sekolah ini di kenal memilki sikap yang baik, sering sholat, terkenal sholeh maupun sholehah, berakhlakul karimah. Dan mungkin bisa mengisi kajian. Tapi tidak dengan Kenara, sungguh jauh berbeda.

Kenara tersenyum miris dengan dirinya sendiri. Rohis macam apa dia? Hanya ikut karena sebuah paksaan Zira Bahkan ilmu yang didapat pun jarang sekali diamalkan.

Cinta Dalam Hijrah || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang