• Rencana Ardi •

5.7K 595 7
                                    


"Setiap cinta yang menjauhkan kita dari cinta-Nya sesungguhnya merupakan hukuman. Hanya cinta yang mengarah pada cinta-Nya lah sebuah cinta yang sungguh-sungguh dan tulus."

Ibnu Qayyim

Maksiat secara umum harusnya ditinggalkan saat berpuasa. Sebagaimana kata Al-Baidhawi, "Maksud dari puasa bukanlah menahan lapar dan dahaga semata. Dalam puasa seorang mestilah menahan diri dari nafsu jelek, mengekang jiwa yang mendorong kepada kejelekan, dan diarahkan kepada perihal yang baik-baik. Jika tidak demikian, Allah tidak akan menerima dan memandang amalnya."

Namun, Ramadhan yang seharusnya terisi dengan hal yang bermanfaat, dengan mengurangi kejelekan-kejelekan yang ada, hanya sedikit yang dilakukan bagi gadis yang telah memulai hijrah sebulan lalu.

Niat yang ingin mengkhatamkan Qur'an 30 juz hanya tercapai delapan Juz, dan sikap yang sudah berubah menjadi lebih baik, masih 50%. Tidak, bukan sikap, nyatanya kebiasaan, ya kebiasaan baik yang kini perlahan mulai berubah dalam diri gadis itu.

Untuk sikap? Jangankan hanya sikap, maksiat pun masih belum bisa ia kendalikan seutuhnya.

Dua hari mencoba bersikap selayaknya bagaimana sikap muslimah, tidak berdusta, menjaga pandangan, nyatanya kembali gagal. Hanya karena ngiler yang tingkat akut ingin nonton drakor, chatingan yang tidak bisa ia hindari, ataupun mendengar percakapan yang ujung-ujungnya malah ghibah atau fitnah.

Bahkan nyatanya Kenara belum bisa menjaga batas pergaulan dengan laki-laki.
Semenjak selesai bukber, pertemanan itu malah semakin erat.

Ah, bahkanMajelis bersama Anisa pun hanya dua kali terikuti oleh Kenara. Miris? Tentu saja. Mudah saja untuk Kenara terayu pada kenikmatan dunia hingga ia lupa jika ia hijrah. Hijrah yang katanya akan berniat hijrah, tapi tidak sebenarnya hijrah.

Manusia adalah makhluk Allah yang diberi akal dan syahwat, yang kadang sulit mengendalikan nafsu, yang mudah sekali termakan segala rayuan dan karena itu lah seharusnya manusia memiliki iman yang kokoh, lebih mempertebal keyakinan kepada Allah, dan menguatkan ibadah, agar tidak mudah tergiur dengan nafsu yang sebenarnya dapat mendatangkan keburukan bagi manusia itu sendiri.

Dan kini seminggu telah terlewati, bulan yang penuh berkah pun telah pergi. Dan sekolah kembali menanti untuk didatangi. Namun Kenara masih pada dia yang dulu, belum hijrah dengan sebenar-benar hijrah.

Kenara tersenyum geli begitu melihat kertas kecil yang terselip pada buku sejarahnya. Buku itu dipinjam Ardi beberapa hari yang lalu dan kini sudah di tangannya.

Makasih teruntuk Kenara Assyifa :) :)

Kenara geleng-geleng kepala melihat tingkah Ardi yang berhasil membuat senyumnya belum pudar. Kenara membuka room chat dengan Ardi. Lalu mengetik sesuatu di sana.

Kayak zaman dahulu aja lo! haha:D

Entahlah, bahkan semenjak baikan dengan Ardi Kenara sering kali bertukar pesan dengan Ardi. Tentu saja yang sering di mulai dari Ardi. Dan Kenara balik merespon karena alasan tidak ingin kembali bertengkar.

Namun sekarang yang dipertanyakan adalah, wanita mana yang terus dikasih perhatian, gombalan receh terus menerus tidak akan terbawa perasaan? Pasti ada walau sedikit. Bagaimanapun menutupi hati, pasti akan meleleh juga akhirnya. Dan itu lah gambaran yang cocok melanda Kenara akhir-akhir ini tanpa ia sadari. Perasaan geli atau bahkan tidak nyaman sekarang hilang begitu saja. Berganti dengan senyam senyum melihat pesan atau perhatian Ardi. Ah benar, Kenara sudah terbawa perasaan. Memang tidak besar, tapi sedikit. Tapi apakah itu tak mampu membuat perasaan tersakiti setelah hati disakiti?

"Apa gue bilang, bagus kan ide gue," seru Iqbal bangga. "Sebagai balasan lo harus traktir gue, Di," tambahnya seraya mengambil kursi dipojok kantin. Di ikuti Ardi, Nanda, dan Radit.

Ardi hanya mengangguk tanpa minat menjawab, ia kini sibuk membalas chat dengan Kenara. Tidak aneh mereka chat saat di sekolah, karena nyatanya kelas mereka kini berbeda, Kenara sebelas satu dan Ardi  sebelas sembilan. Dari ujung ke ujung.

"Baru nyadar gue punya temen kere," cebik Radit lalu beranjak dari duduknya. "Seperti biasa kan?" ucapnya dan keduanya mengangguk, lalu berlalu menuju Mbak Tia. Sementara Iqbal mulai mengumpat di tempat duduknya.

"Jadi gimana?" Nanda lebih memilih bertanya dengan maksud mengajak Ardi bicara dari pada mendengar ocehan Iqbal yang entah sampai kapan akan berhenti.

Ardi yang tadi selesai mengetik balasan mendongak, mengangkat sebelah alisnya.

"Mengenai Kenara gimana, rencana yang udah kita susun?" Ardi mengangguk paham. "Kapan lo tembak tu cewek?"

Sementara itu, Velin yang tepat sedang lewat dan hendak memesan makanan sontak berhenti begitu mendengar nama Kenara disebut. Posisi yang kini membelakangi meja Ardi membuat Velin lebih memilih mendengar pembicaraan itu lebih lanjut. Tidak lupa dengan otak cerdasnya, Velin kini mengeluarkan ponsel, bermaksud merekam pembicaraan.

"Seminggu lagi akan gue tembak Kenara dan akan gue buat dia jatuh sejatuhnya." Ardi tersenyum miring.

Wah parah!

"Nah benar, kalau itu gue setuju. Balas kelakuan Kenara. Biar gak PHP in orang. Padahal dulu lo mau nembak dia serius, eh dia malah bilang nggak jadi. Padahal sebelumnya bilang iya. Nyakitin banget perasaan. Padahal lo juga usah siapin semuanya dengan mewah," ucap Iqbal yang entah sejak kapan berhenti mengoceh.

"Apalagi lo juga udah berhasil dekat lagi sama Kenara, sering lo kasih perhatian, pasti ke makan. Gue jamin! Mana ada cewek yang nggak kemakan sama perhatian cowok," sambung Nanda dan Ardi kembali mengangguk.

"Gue akan pastiin dia sakit hati." Ardi berucap mantap membuat Iqbal dan Nanda ikut tersenyum miring.

"Pasti imbas."

Klik. Selesai menutup rekaman, Velin dengan cepat berlalu keluar kantin. Laparnya mendadak hilang. Sekarang ia harus menemui Kenara. Tidak peduli ini penting bagi Kenara atau tidak, yang penting informasi ini harus ia sampaikan.

***

Cinta Dalam Hijrah || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang