• Berusaha Move On •

14K 1.2K 46
                                    

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

(QS. Al-Baqarah 2

Makan malam adalah suatu yang hal tidak bisa luput dalam keluarga. Makan malam adalah penjaga keharmonisan, karena di saat itu kita berkumpul bersama keluarga. Disertai tawa cerita yang membuat sebuah keluarga terasa lebih hangat dan nyaman. Begitu juga dengan saat ini, Rhido yang bercanda membuat meja makan kini dIisi dengan suara tawa keluarga.

"Pa, jangan ceritain. Mama jadi malu sama anak-anak," bisik Zira  yang menjadi korban kelucuan Rhido. Sebenarnya bukan berbisik karena sekarang Kenara dan Kak Alena malah terkekeh melihatZira yang malu sendiri.

"Cerita Pa." desak Kenara penasaran. Namun Zira berdehem. 

"Oh ya, Na, kamu berangkat besok kan?"

Kenara mengerucut bibir. Zira- Ibunya malah mengalihkan pembicaraan. Tidak jauh dengan dengan Rhido yang kini ikut tenggelam mendengarkan. Kenara menghela nafas pelan, memilih melanjutkan makannya yang terhenti.

"Iya, Ma. Tapi Alena berangkatnya sore."

"Loh bukannya pagi?"

"Lena renacanya besok mau ke pengajian dulu, Ma. Baru setelah itu balik."

Alena Az-Zahra, Kakak Kenara satu-satunya. Wanita yang sangat baik dan perhatian. Kini berstatus sebagai mahasiswi di Universitas Indonesia. Rumahmereka yang jauh dari kawasan membuat Alena mau tidak mau harus kos.

Zira mengangguk paham,  beralih menatap Kenara yang sedang makan dengan lahap sambil sesekali mendengar percakapan. "Ya udah sekalian ajak Adek kamu tuh."

Huk ... huk ...

Alena langsung menyodorkan segelas air putih seraya menepuk pelan pundak Kenara. Tentu saja ia kaget dengan ucapan Zira. Dari dulu sampai sekarang Kenara paling malas yang namanya ikut pengajian. Baginya itu adalah hal yang membosankan. Disana pasti banyak orang yang seumuran dengan Alena atau bahkan lebih besar darinya. Lebih baik ia di rumah saja menonton drama Korea.

"Ra besok nggak bisa, Ma," seru Kenara.

"Kenapa?"

"Mmm ... itu .... " Kenara mencoba memutar otak untuk mencari alasan yang tepat.

"Mmm apa? Pokoknya besok harus pergi.Nggak ada bantahan," tegas Zira yang membuat Kenara semakin cemberut.

"Tapi, Ma-" rengeknya.

"Pengajian itu sangat bermanfaat buat rohani kamu. Nggak hanya jasamani yang dikasih energi, ruhaniah juga."

Kenara menghela nafas. ia memutar ke sana kemari bola matanya mencari alasan yang logis.

"Ra besok ulangan," seru Kenara setelah tiga menit berlalu. Teringat bahwa senin memang ulangan sejarah. 

"Biasanya kamu menghafal juga sorean."

Bahu Kenara merosot. Tidak lagi ada alasan untuk tidak ikut pengajian. 

"Ra, udah kenyang," Kenara jadi tidak nafsu makan, seleranya hilang. Iabangit dan berlalu menuju kamar. Tidak memperdulikanZira yang kini geleng-geleng kepala akan kelakuannya.

"Gitu Adek kamu. Padahal Mtsn, tapi pelajaran nggak diamalin sama sekali,"kata Zira yang terdengar jelas di telinganya. Kenara berdecak, memilih mempercepat langkah menuju kamar.

***

Kenara menatap bayangannya di cermin. Gamis panjang dan lebar yang kini digunakannya membuat ia tidak nyaman. Kenara meringis, merasa risih sendiri dengan pakaian yang dipakainya. Ini jauh berbeda dengan dirinya.

Kenara menggeleng, memutuskan melepas gamis yang sudah disiapkan Alena saat ia mandi dan menggantinya dengan baju yang biasa digunakannya keluar.

lengkungan senyum terbit di bibirnya. Well, ia lebih suka seperti ini. Nyaman dan tidak lebar. Sebelum keluar, tidak lupa Kenara mengoles bedak baby tipis di wajah serta menyemprotkkan parfum kesayangannya di pakaian.

"Perfect. Waktunya keluar."

Baru membuka pintu Kenara disambut dengan kehadiran Alena. Alena mengernyir menatapnya dari atas hingga bawah,

"Ra, kenapa nggak pake gamis?" tanya Alena.

"Lebar. Ra lebih cocok make ini."

"Yakin deh, gamis lebih cocok sama kamu."

"Tapi Ra nggak suka."

"Kakak yakin kamu cantik make bajuseperti Kakak."

"Kalau sama Kakak mah iya, aku enggak." kekeuh Kenara.

Alena menghela nafas. Sedikit pusing dengan sikap Kenara. 

"Kamu yakin mau make ini? Di majelis mana ada Ra yang make kayak gini." 

"Yakin, seratus persen malah."

"Benar?" tanya Alena. "Jangan nyesal ya!?"

"Hmm." Angguk Kenara, lalu berjalan ke luar menuju kamar disusul Alena yang kini mengikti Kenara ke bawah.

"Loh Ra, kenapa pakai baju ini?"Zira menghentikan aktifitasnya menyiram tanaman begitu melihat Alena dan Kenara yang baru keluar rumah.

"Nyaman aja, Ma."  Kenara mendengus pelan. Kedua kalinya ditanya tentang hal yang sama.

"Udah Alena bilangin, Ma. Adek keras kepala mau make ini."

Kenara melototkan matanya tidak terima, enak saja dibilang keras kepala. "Siapa yang keras kepala. Ra cuma pengen makai ini."

"Iya iya terserah kamu." Pasrah Alena tidak ingin waktunya habis untuk sekedar berdebat. Mereka juga harus pergi segera jika tidak ingin telat.

"Ma, Alena pamit dulu ya.  Assalamu'alaikum." Alena mencium pipi Zira dan mencium tangannya  yang diikuti Kenara.

"Ra juga pamit, Ma. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

▪️▪️▪

Sesuka apapun membaca Novel, tetap jadikan Al-Qur'an bacaan utama💕

Ig : Sarifatulhusni_

Cinta Dalam Hijrah || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang