Dear Diary
Teruntuk Pangeran Rembulan,
Aku masih ingat, dulu kamulah yang pertama kali memanggil namaku, hanya untuk meminjam kamus bahasa Inggris, padahal sebelumnya kita tak saling mengenal. Setelah hari itu pun kamu masih sering meminjam barang lain kepadaku.
Aku juga masih ingat, dulu kamu pernah mengatakan bahwa kamu tak mau menyakiti perasaanku.
Aku tak tau sejak kapan rasa ini tumbuh dan berkembang.
Aku juga tak pernah mengerti mengapa aku selalu merindukanmu.Aku memendam rasa ini lima tahun lamanya. Namun, tiba-tiba sikapmu berubah. Kamu selalu menghindar tiap kali bertemu denganku dan seolah tak mau lagi walau hanya sekedar berteman denganku.
Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kamu tau tentang perasaanku ini? Dan lebih memilih menghindar karena malu disayangi wanita sepertiku yang jauh dari kata sempurna?
Hatiku seperti tersayat sembilu saat tiap kali melihatmu tertawa riang bersama wanita lain. Bahkan tak jarang kalimat pujian terlontar dari indra pengucapanmu.
Diam-diam aku selalu memperhatikanmu dari jarak jauh. Aku selalu terbayang wajahmu saat kau berada jauh dari penglihatanku.
Aku tidak tau mengapa harus kamu orangnya?
Yang aku tahu, sampai kapanpun aku tak akan bisa bersatu denganmu. Karena kita jauh berbeda.
Kau rembulan.
berada jauh di awan.
Sedang aku, hanyalah pungguk, bertengger di ranting pohon yang hampir rapuh dimakan usia.Aku hanya pungguk, berwujud tidak sempurna.
Sedang kamu bak pangeran yang selalu diinginkan banyak orang.
Surabaya, 12 Januari 2010
Nadyra menutup buku diarynya secara perlahan, ia hanya ingin mengenang barisan untaian kalimat yang ia tulis beberapa bulan yang lalu untuk sang pujaan hati. Hingga detik ini pun rasa itu masih ada walau tidak sesubur dulu.
Kini, hatinya kembali terluka oleh pangeran rembulan, begitu ia menyebutnya. Sang pangeran kembali menggores hatinya. Sakit tapi tak berdarah.
Harusnya untuk saat ini, ia tak perlu memikirkan hal itu, karena sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional. Namun kejadian tadi siang masih bergelayut di benaknya. Ia kembali menemukan sebuah fakta yang selama ini ia cari.
Setelah mengerjakan soal latihan Bahasa Indonesia, Nadyra dan Delia pergi ke masjid yang berada tak jauh dari sekolahnya.
Jarum jam menunjukkan pukul 12.10 waktu istirahat telah tiba, bersamaan dengan waktu sholat dhuhur.
Para siswa-siswi berhamburan keluar sekolah, setelah istirahat nanti, pelajaran masih berlanjut hingga pukul 14.15 Wib.
Setelah melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Nadyra dan Delia berniat untuk kembali ke sekolahan.
Tiba-tiba salah seorang teman sekelasnya, bernama Sinta mendekati Nadyra saat ia sedang memasang sepatu di halaman masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadyra
AcakSeorang perempuan biasa, berpenampilan sederhana, mempunyai mimpi serta keinginan setinggi langit. Bahkan ia sendiri tak tahu bisa atau tidak merubah semua itu menjadi kenyataan. Yang ia tahu dirinya harus berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan an...