Dengannya

3.8K 257 7
                                    

Lima hari tak ada bos Hakim membuat telinga Viola dan Angga terbebas dari teriakan namanya yang selalu bos Hakim lakukan.
Bukan tanpa masalah sebenarnya, Viola harus mengatasi sendiri jika terjadi sesuatu kendala di produksi jika barang yang harusnya terkirim tapi tertunda. Biasanya bos Hakim dengan ketegasannya akan memerintah orang-orang produksi untuk mempercepat barang ready.

"Lu stres banget kayaknya." Suara Angga tanpa saling pandang tapi Viola tau Angga sedang berbicara padanya.

"Ada masalah dikit di produksi, ada masalah banyak di kampus, ada masalah juga dalam hidup gue."

"Lengkap ya."

Bi Cici berdiri di sebelah kubikel Viola."Neng, pesanan datang tuh. Neng belum sarapan, ngga makan siang. Nanti sakit." Bi Cici memperingatkan Viola.

"Lu pesen apa Vi? Kok ngga bilang gue. Gue tadi rehat juga ngga sempet makan." Suara Angga penasaran.

"Ayam bakar, gue lagi ngga pengen makan. Buat lu aja deh."

"Ngga bisa gitu, bareng aja deh, gue paling juga cuma ngerecokin lu doank."

"Candra persis." Gumam Viola

Angga mengerutkan kening. "Maksud lu?"

"Ya lu kayak Candra, tukang ngerecokin gue makan."

"Gue kemarin bikin asinan sayur, kalau lu mau lu bisa makan ini juga nanti."

"Serius?" Mata Angga berbinar.

"Lu suka asinan sayur?"

Angga mengangguk. Viola dan Angga menuju pantri. Mereka duduk berhadapan dan memakan bekal Viola.

"Serius ini bikinan lu sendiri?" Angga melahap asinan sayur Viola.

"Kenapa lu suka asinan. Tampang lu kayaknya ngga banget gitu harusnya sama makanan beginian mah."

"Salad nya Indonesia ini." Jawab Angga.
Mereka diam kemudian. Asik dengan kunyahan di mulut masing-masing.

"Gue cariin malah disini lu berdua." Suara Okta mengagetkan mereka.

"Sumpah gue fikir bos Hakim lu. Di gantung kita kalau ketahuan makan di jam kerja." Celoteh Viola sembari memegangi dada.

"Hrd juga bisa liat lu di CCtv. Kadang-kadang ya kalian berdua." Okta tersenyum geli melihat kebodohan kedua temannya.

"Hrd juga liat, pas yang lain rehat gue masih ngerjain mesin." Seru Angga.

"Vio, invioce gue ngga balance. Tolong yuk. Gue ngga bisa minta perlindungan ke bos Hakim kalau mr. Bos marahin gue nanti." Mohon Okta.

Viola yang tengah meneguk air tersedak sejadi-jadinya. Membuat Angga dan Okta khawatir.

"Ya ampun, merah semua muka lu ampe ke kuping-kuping." Okta menepuk punggung Viola.

"Gimana udah baikan?" Angga meminta Viola minum air putih kembali. Di jawab anggukan oleh Viola.

"Lu kenapa sih Vio, histeris banget gue minta bantuin kerjaan." Okta cemberut kesal.

"Okta, bahkan invoice yang gue kerjain beda tujuh perusahaan. Yang ada, gue minta tolong lu bantuin gue."

"Biasanya kalau bukan lu, gue pasti minta tolong bos Hakim cross check dari awal. Gue takut sampe udah terkirim, invoice ngga sesuai tagihan."

"Udah pernah kan? Dan gue yang kena getahnya."

"Vio. Gue janji deh, gue bakal bantu lu baikan sama Cowok lu. Lu lagi marahan kan?"

Mata Viola melirik tak suka pada pembahasan Okta. Angga yang sadar akan hal itu kemudian mengalihkan perhatian Viola.

"Sumpah Vio, perut gue sakit banget. Mules. Lu kasih apa asinan lu?"

KubikelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang