Resiko

3.5K 184 0
                                    

Tiga Minggu kepergian Angga, dalam perjalanan bisnis. Viola merasa ada yang aneh dalam beberapa hari terakhir. Beberapa orang yang Viola curigai selalu mengikutinya. Tetapi ia tidak memiliki bukti, jadi dia tak berani mengatakan pada Angga.
Ia mengurangi pergi selain bekerja. Ia yakin mereka berniat tak baik, tapi untuk alasan apa ia mengikuti Viola?

"Vio, lu kenapa sih? Sedari tadi kayak ngga tenang gitu, udah telfon Angga belum?" Tanya Candra, karena mereka sedang pergi meeting berdua.

"Gue juga ngga tau kenapa, lu ngrasa mobil itu ngikutin kita ngga sih?" Viola menunjuk mobil Jeep di belakang mobil yang sedang mereka tumpangi.

"Ah, alay, siapa juga yang mau culik gue atau lu. Yang ada mereka susah. Lu banyak mau. Gue banyak anu."

"Bapak juga ngrasa begitu neng dari tadi. Tapi ngga tau alasan mereka sih. Jadi bapak diem aja." Kata pak supir yang mengantar mereka.

"Coba kita cari jalan lain." Ide Viola.

Mereka melewati jalan yang tidak biasa. Dan mobil Jeep itu tidak mengikuti.

"Tuh kan, lu aja yang kepedean." Seru Candra.

Hati Viola tetap berkata lain. Ia mungkin terlalu rindu pada Angga sehingga khawatir pada diri sendiri. Karena Angga selalu berpesan untuk Viola berhati-hati. Entah apa maksud dari pesan Angga.

Hari kepulangan Angga, Viola sulit di hubungi. Angga sudah mencoba ribuan kali, yang akhirnya ia menerobos office tempat Viola bekerja. Ia sudah sekacau itu. Karena di kontrakan dan apartemen sudah ia satroni tapi tak ada tanda Viola disana.

Semua mata tertuju pada Angga. Sebagian besar justru memberi hormat, dengan membungkukan badan pastinya yang sudah mengetahui siapa Angga. Kecuali Candra sih, dia tau siapa Angga, tapi itulah Candra.

"Ange, lu ngapain?" Tanya Candra tanpa dosa.

"Viola."

"Doi ngga masuk dua hari. Gue susah telfon. Gue pikir dia sama lu."

"Gue baru balik." Angga berbalik badan pergi dari tempat itu dan kembali ia mencoba menghubungi Viola, tetapi nihil. Ketika ia siap menginjak gas dengan emosi, suara Candra dari kejauhan ia dengar.

"Gue ngga ngerti ini ada hubungannya atau ngga, tapi Viola sempet merasa di ikuti beberapa hari lalu. Entah itu utusan lu atau justru...." Kata-kata Candra terhenti, dan pedal gas telah Angga injak sekeras mungkin.

Angga terus mencoba menelfon Viola. Tak ada kata menyerah di dalam kamusnya.
Secara kebetulan panggilan masuk dari Nadia membuat Angga sedikit merasa terganggu.

"Kemana lu?"

"Kenapa Mak? Gue lagi nyari Viola. Dia ngga masuk kerja dua hari tanpa kabar. Dia ngga ada di kontrakan ataupun apartemen. Gue emang udah dua hari ngga bisa hubungin dia."

"Serius?"

"Udah deh, kalau urusan begini masa gue becanda sih?" Seru Angga kesal.

"Lu bisa lapor polisi." Saran Nadia.

"Jangan dulu." Bantah Angga.

"Lu ke Dave coba, siapa tau dia bisa bantu. Tapi gue harap dia ngga terlibat terlalu jauh. Lu paham kan?" Kembali Nadia memberi saran.

"Paham. Makasih. Gue tadinya mau ke Dave, tapi gue inget lu, jadi gue ngga berani."

"Makasih lu masih anggep omongan gue yang dulu. Kali ini gue izinkan, walaupun tetap ada batasan."

"Makasih Nad, eh salah, Mak Nadia."

"Sama-sama, lu hati-hati dan tetap tenang kalau kenapa-napa sama lu, ngga ada lagi Viola di dunia ini."

KubikelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang