End

7.6K 254 31
                                    

Angga menyentuh jemari Viola dengan rasa sakit dalam hatinya. Tangan kanan Angga masih dalam proses penyembuhan. Keseharian masih menggunakan Arm sling untuk penyangga. Karena lukanya tak cukup tiga kali operasi.

Dengan memaksa matanya untuk membuka, Viola menangis tersedu melihat sosok Angga berdiri di samping tempat ia berbaring.
Viola duduk di sambut pelukan Angga yang mampu menghilangkan penderitaannya. Tak bisa mengatakan apapun, Viola terus menangis.

"Pap, apa papi tega memisahkan mereka? Mami seumur hidup tidak pernah meminta apapun, kali ini mami minta, biarkan mereka hidup bahagia." Orang tua Angga melihat melalui pintu kamar yang memang terbuka.

Senyum Anggara tersungging, "kali ini papi mengalah demi mami. Maafkan papi yang selama ini egois, melihat mereka berdua membuat papi sadar, betapa kita tak berarti ketika tak ada orang yang kita sayang di sekitar kita."

Angga memeluk Viola erat dengan satu tangan. "Maaf untuk semua yang kamu alami. Maaf untuk kepergian ku, maaf untuk rasa sedih mu, maaf aku ngga bisa menemui kamu dengan keadaan ku yang sebelumnya."

"Bahkan aku tidak memperdulikan apa kata orang ketika mereka tau aku mengejar mu. Aku tidak perduli bahwa seharusnya wanita tidak murahan seperti ini. Aku cuma..." Angga menghentikan ocehan Viola dengan mencium pipi gadisnya.

Pertemuan yang membahagiakan, tetapi di iringi dengan air mata. Viola pun terpukul melihat keadaan Angga. Setelah Angga berhasil menenangkan Viola, mereka duduk di tepian tempat tidur, sembari dokter melepaskan infusan.

"Dok, gimana keadaan dia?" Tanya Angga.

"Mas Angga tenang aja, si mba cuma kurang cairan tadi. Kalau bisa segera makan, sama minum air putih hangat akan jauh lebih baik."

"Dok, keadaan dia gimana?" Kali ini Viola yang bertanya.

Dijawab senyuman oleh dokter tersebut. "Mas Angga tinggal pemulihan aja kok mba, sekali lagi operasi sudah cukup."

"Kamu apa sih?" Angga memutar kepala Viola agar menghadapnya, karena Viola kedapatan sedang memperhatikan si dokter.

"Saya kayak pernah liat dokter?" Tanya Viola penasaran.

"Saya kerja di rumah sakit dokter Dave juga mba. Bahkan saya tau persis riwayat mba. Karena dokter Dave pernah memberi tau saya, bahwa mba calon Anggota baru di keluarga Anggara. Dan saya bertanggung jawab penuh disini."

"Ooowww." Mulut Viola membentuk huruf o.

"Makasih ya dok." Sahut Angga, yang mungkin sebenarnya ini pengusiran.
Dan sang dokter sudah berlalu menutup pintu kamar. "Kamu apa sih?" Lagi Angga memaksa kepala Viola untuk menghadapnya.

"Apanya?"

"Liatnya biasa aja."

"Aku biasa aja, cuma kayak pernah liat."

"Ya udah kan udah dia jelasin kalian pernah ketemu di rumah sakit Dave. Cukup, ngga usah sampe senyum-senyum sama dia."

"Harus jutek gitu?"

Tok...tok...tok...suara ketukan pintu dan pintu terbuka. Salah satu pegawai Angga mengantarkan makanan.

"Kata pak dokter, nona di minta menghabiskan ini."

"Panggil saya Viola saja, mas." Sembari melihat si mas-mas meletakan makanan di atas meja.

"Yank." Panggil Angga.

"Maaf nona, kami tidak bisa." Ia tertunduk merasa bersalah.

"Kenapa? Saya bukan siapa-siapa?"

"Nona anggota baru di keluarga ini. Harus kami perlakukan sama seperti kami memperlakukan tuan, tuan muda dan nyonya."

KubikelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang