enam -- dimarahin

111 7 2
                                    

Hari Jum'at. Dimana sekolahku setiap hari Jum'at selalu pulang jam sebelas pagi. Dan, satu jam sebelum pelajaran dimulai selalu ada Jum'at bersih di minggu ke dua.

"Ayo kita sama sama bersihin kelas! Yang depan juga, yo? Biar nanti kalau misalnya ada penilaian kelas kita paling bagus!" ucap ku sebagai ketua kelas di 11 Mipa 5.

Aku menyapu bagian dalam kelas, ada yang menghapus spidol di papan, ada yang membenarkan bangku, ada yang sedang menanam tanaman dan sebagainya.

Kemudian, aku melihat Clara dan Viola hanya duduk duduk saja ndak berbuat apa apa. Mereka hanya foto-foto mencari cahaya yang bagus di pagi hari.

"Clar, kamu kok ndak piket sih? Kamu kan piket hari Jum'at. Jadi seharusnya kamu paling wajib dong kalau Jum'at bersih!" ucapku,

"Dih emang kamu tuh sapa toh? Teman yang bisanya nikung aja kok sok-sok an ngatur aku. Udah sana sapu aja kelasnya."

"Clar, aku ndak suka ya kamu ngungkit-ngungkit masalah kemarin. Aku ndak tau apa apa, aku sendiri juga kaget sama Far...." omonganku dipotong oleh Clara,

"Sssstttt! Aku tuh ndak perlu penjelasan kamu lagi yo, Sya. Udah sana sapu aja!"

Aku hanya bisa diam dan ingin mengeluarkan air mata namun aku selalu menahannya. Benar benar hanya gara-gara Farrel, Clara bisa berubah 360° kayak gini.

"Sya? Lo kok nangis? Kenapa?" tanya Farrel didepan pintu kelas,

"Hah? Aku nangis toh?" aku mengusap air mataku, "Aduh, ndakpapa ndakpapa Rel. Aku emang cengeng orangnya."

"Serius, kalo lo ada masalah lo boleh cerita ke gue."

"Ndak ada masalah, Rel. Semua baik baik aja." aku berusaha tersenyum,

"Gara-gara Clara ya?" ucapnya, "Clara ngomong apalagi ke lo?"

"Ya sama kayak kemarin. Aku dibilang nikung kamu. Dia udah ndak peduli lagi sama aku." ucapku sambil menyapu,

"Duh emang dia tuh siapa sih? Temen gue bukan, pacar gue bukan, sok-sokan banget!" ucapnya, "Lo tenang aja, Sya! Lo pasti akan gue bantu."

"Hah? Bantu gimana maksudmu?"

"Udah, liat aja nanti pas jam istirahat ya. By the way, gue nanem tanaman dulu ya!" ucapnya melambai ke arahku, dan aku hanya merespon dengan mengangguk.

***

Jam istirahat telah tiba, aku jadi teringat kata-kata Farrel tadi pagi. Dia mau ngapain ya sama Clara? Kalau dia aneh aneh gimana? Kalau dia tambah memperkeruh masalah gimana?

"Woi! Ngelamun aja. Mikirin apa toh?" tepuk Lira,

"Oh.. ee.. ndak! Ndak mikirin apa-apa!"

"Serius? Kamu kalau kayak gini biasanya ada yang disembunyiin. Coba cerita."

Lalu aku menceritakan semua yang terjadi tadi pagi. Dan aku juga menceritakan Farrel ingin membantuku, tapi dengan cara apa aku juga ndak tau.

"Kamu nangis? Kok aku ndak tau sih? Malah Farrel duluan yang tau, ish!"

Aku hanya tertawa.

"Tapi, Farrel mau ngapain Clara ya? Kamu penasaran ndak?"

"Iya.... penasaran sih!"

Kemudian, waktu kita sama sama penasaran apa yang akan dilakukan Farrel, Farrel muncul dan berhenti di meja Clara lalu menariknya keluar.

"Ikut gue!" ucapnya kepada Clara,

"Farrel? Mau ngapain? Kamu mau kasih surprise ya buat aku? Duh so sweet banget sih!"

Seluruh isi kelas berkata "CIE CIE" kepada Clara dan Farrel.

"Udah ikut gue aja susah banget sih lo?" ucapnya menarik tangan Clara lalu mereka keluar.

"Ra, itu si Clara mau di apain yo? Kita ikutin yuk?" ucapku,

"Kita ndak terlalu ikut campur ya, Sya kalo kita ikutin?"

"Ndak. Tenang aja. Yuk!" sontak aku dan Lira beranjak dari tempat duduk lalu mengikuti Clara dan Farrel.

Ternyata Farrel membawa Clara ke tempat dekat loker. Aku dan Lira hanya bisa bersembunyi diam-diam di belakang loker.

"Lo itu siapa gue sih sebenernya?" tanya Farrel didepan Clara,

"Ya..e...bukan siapa siapamu."

"Nah kalo lo tau, lo pantes marahin Raisya kayak gitu? Asal lo tau ya, Raisya itu ga sejahat itu."

"Oh jadi kamu suka sama sahabat aku itu toh?"

"Lo kok malah mengalihkan pembicaraan sih? Gue gak lagi ngomong soal itu."

"Tapi aku lagi ngomong soal itu. Asal kamu tau juga ya, Rel. Aku itu suka sama kamu dari pertama kamu masuk ke kelas. Apa aku salah?" ucap Clara, aku dan Lira kaget mendengar ucapan Clara seperti itu.

"Salah. Sikap lo juga salah."

"Sikap aku apa toh yang salah?"

"Udah ya pokoknya gue ga mau lagi denger lo bilang ke Raisya kalo Raisya nikung gue lah, trus lo marahin Raisya lagi lah. Gue ga mau denger itu!"

"Ta.."

"Pokoknya gue gamau." Farrel langsung meninggalkan Clara sendirian di dekat loker. Kemudian, tempat persembunyianku dengan Lira ternyata diketahui oleh Farrel.

"Raisya? Lira?" panggilnya,

Aku menoleh, "Y-ya?"

"Lo disini?"

"I-iya."

"Oh. By the way, gue udah urusin kok si Clara itu. Jadi lo ga perlu nangis dan ga perlu khawatir lagi. Okey?"

"Ta.."

"Gapapa. Udah gue balik dulu ya! Mau ke kantin!"

Aku dan Lira hanya mengangguk. "Ra, tapi si Clara kasian juga ya?"

"Ndak. Biarin aja, yakin deh nanti ujung-ujungnya pasti dia minta maaf."

"Masa?"

"Iya. Udah yuk, temenin aku ke Bu Dewi."

"Ngapain?"

"Ngasihin suratnya Ferdi. Hari ini ndak masuk, sakit." Lira itu adalah sekretaris di kelas 11 Mipa 5. Setiap hari Lira harus memberi surat anak yang ndak masuk ke Bu Dewi, guru bimbingan konseling.

YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang