empat belas -- onar

83 9 1
                                    

Saat tanganku digenggam begitu erat dengan Viola, ternyata aku dibawa ke koridor sekolah yang "katanya" disitu cukup ada hal yang mistis. Jarang sekali ada anak-anak yang ke koridor belakang ruang kepala sekolah ini.

"Kamu ngapain toh bawa aku kesini?" tanyaku,

"Diem aja deh, ndak bisa diem apa kamu?"

Aku terdiam sambil mengikuti Viola berjalan dari belakang, tiba-tiba Viola membawaku ke tempat yang keterangannya remang remang, banyak debu, dan pasti nya kotor. Sepertinya, ruangan ini seperti gudang yang sudah ndak pernah dibersihkan.

"Ngapain sih kesini? Kayak ndak ada tempat lain aja buat ngobrol!" ucapku lalu tangan Viola menutup mulutku dengan tangannya, sontak aku ndak bisa berbicara.

Saat aku lihat ke depan, ku dapati Clara dengan memasang wajah jahatnya.

"Kamu tau ngapain kamu aku bawa kesini?" tanya Clara,

Aku menggelengkan kepala.

"Sadar dong, Sya! Kamu itu udah nikung aku dari Farrel. Kamu ndak cukup apa bikin hati aku itu sakit? Hah?" ucap Clara,

"Clar, asal kamu tau yo, Farrel itu ndak akan pernah suka sama kamu! Kenapa? Ya, karena sifat kamu sendiri yang ngebuat Farrel ilfeel!" ucapku,

Clara berdecak, "Farrel kayak gitu ya karena kamu! Kamu sok imut didepan Farrel!"

"Clar, aku ndak tau yo ma...."

"Aku kira kamu dulu sahabat yang baik, Sya! Ternyata apa? Kamu dulu bilang Farrel biasa-biasa aja, kenapa sekarang malah kamu yang jadian sama Farrel? Kenapa sih, Sya? Kenapa?!" ucap Clara sambil menitihkan air matanya namun dia tetap berusaha memasang wajah judesnya,

"Clar, aku kasih tau satu hal sama kamu, yang namanya perasaan itu ndak bisa dipaksa. Percuma kamu berjuang mati-matian buat dia, tapi kalau dia emang ndak naruh perasaan buat kamu, buat apa Clar? Tolong kamu pikirin itu." ucapku,

"Aku tau. Tapi kenapa Farrel harus sama kamu sih!" Clara mendorong tubuhku, sampai aku terbentur dengan kursi yang rupanya sudah cukup tua.

"Clar..." panggilku,

"Aku ndak mau lagi yo penjelasan dari kamu! Dasar sahabat penghianat! Suka nikung!" Clara menutup pintu gudang sedangkan aku ditinggal sendirian didalam ruangan ini.

"CLAR! BUKAIN!"

"CLARA! CLARA!"

"CLARAAA!" Teriak ku dari dalam gudang namun tetap Clara dan Viola tidak menghiraukanku.

Cobaan apalagi yang harus aku hadapi hari ini? Bangun kesiangan, telat, dihukum, asma kambuh, dikunci di gudang sendirian.

Aku mencoba menenangkan diriku, sedikit sedikit aku mulai meneteskan air mata, aku berharap semoga ada keajaiban yang dapat mengeluarkan aku dari gudang ini.

Untung nya aku membawa handphone, jadi aku bisa menelfon Lira, Farrel maupun Rega. Namun saat aku mencoba menelfon mereka berkali kali, ndak ada yang angkat telfonku sama sekali.

Hal yang aku takutkan sekarang adalah asma-ku kembali kambuh. Karena memang ruangan ini agak gelap, sunyi, dan hanya ada sedikit udara.

***

Farrel pov

Jam segini adalah saatnya gue untuk pulang. Karena emang udah bel.

"Ra, lo liat Raisya gak sih? Daritadi pelajaran kok gak ada?" tanya gue,

"Tadi sih aku masih lihat. Tadi dia ditarik sama Viola gitu, Rel. Tapi aku sendiri juga ndak tau dibawa kemana, soalnya setelah Raisya ditarik sama Viola, udah bel masuk." jawab Lira,

YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang