dua belas -- restoran

86 8 1
                                    

"Gimana mbak?" tanya Raskha,
"Apanya yang gimana?"
"Udah siap ngedate?"
"Apa toh!" ucapku berdecak kesal,

Malam ini jam dindingku sudah memperlihatkan pukul 18.00 dan se--jam lagi aku akan dijemput oleh Farrel. Aku sendiri juga sebenarnya ndak tau Farrel mau ngapain jemput aku malem-malem.

Aku yang sudah mandi, sudah dandan, sedang memilih baju yang tepat untuk aku kenakan. Aku hanya memilih baju berwarna hitam lengan panjang polos, celana ripped jeans, dan sneakers adidas kesayanganku dari bapak.

"Tumben, gayanya gaul banget?" tanya Raskha,

"Lagi pengen."
"Lagi pengen atau biar keliatan cantik?"

Mendengar perkataan Raskha tersebut, aku segera mencubit pinggangnya pelan, "Kenapa sih mau tau terus urusannya mbak? Kamu itu belajar sana, pr-masih numpuk tuh!"

Raskha berdecak, "Males ngerjain. Besok aja nyontek temen."

Raskha memang berbanding terbalik denganku, aku, jika ada tugas selalu ingin ku-kerjakan agar hasilnya maksimal. Sedangkan Raskha, males-malesan, ngerjain pr itu sesuai mood.

Kemudian ada suara mobil yang memencet klakson nya didepan rumahku, aku segera me--nge--cek nya lewat jendela kamarku. Setelah aku cek, ternyata itu adalah Farrel. Malam ini kita sama-sama memakai baju hitam lengan panjang.

"Aku udah dijemput." ucap ku ke Raskha sambil mengambil tas warna putih favoritku,

"Good luck ya, mbak!"

"Apa toh, udah pr mu itu lho kerjain! Mbak berangkat dulu, daahh!" ucapku sambil mengelus-elus rambut Raskha.

Saat aku tiba di ruang tamu untuk menemui ibu, aku pamit dengan ibu, sebelumnya, aku sudah memberi tau beliau kalau aku akan pergi bersama Farrel malam ini.

"Bu, Raisya berangkat ya?" ucapku sambil mencium punggung tangan ibu,

"Ele ele ele, anak ibu cantik banget malam ini."

Aku hanya tersenyum.

"Tapi bagus, mau ketemu pacar harus cantik!" bisa-bisanya ibu mengatakan hal seperti ini,

"Apasih bu, dia cuma temen." jawabku,

"Iya, tapi ibu nge-aminin jadi pacar." ibu tertawa lalu aku terdiam.

"Yaudah, hati-hati ya! Bilang ke Farrel, maaf ibu ndak keluar, ibu repot lagi masak buat makan malam." ucap ibu,

Aku mengangguk lalu keluar menemui Farrel yang sedang ber-sender di mobil nya yang berwarna hitam itu. Saat aku keluar menemuinya, Farrel melihat aku dari atas sampai bawah seperti melihat sesuatu yang aneh dari diriku.

"Rel?" panggilku,
"Rel? Halo?" panggilku ke dua kali,
"Rel? Kamu waras?" panggilku yang ke-tiga dan membuat Farrel berhenti dari lamunannya.

"Hah? Wa---waras lah! Lo pikir gue gak waras?" jawabnya,

"Abisnya, kamu ngeliatin aku kayak gitu. Ada yang aneh ya dari penampilanku malem ini?" tanyaku,

"Gak ada."
"Terus? Kenapa ngeliatin kayak gitu?"
"Lo cantik malem ini."
"Jadi, biasanya ndak cantik?"
"Hah? B--bukan gitu, maksudnya malem ini kecantikan lo plus plus gitu dari sebelumnya."

Aku tertawa, "Bisa aja! Ngomong-ngomong, aku ndak disuruh masuk ke mobilmu?"

"Oh, e--iya iya, masuk aja."

Kemudian aku masuk kedalam mobil Farrel yang cukup rapi, wangi, seperti ndak ada noda satupun dalam mobilnya.

"Tumben bawa mobil?" tanyaku,

YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang