Park Jihoon bukanlah seseorang yang pemurung. Bukan pula seseorang yang senang menyendiri. Dahulu Park Jihoon adalah seorang yang periang, eye smilenya bahkan dapat membuat orang lain turut tersenyum hanya dengan melihatnya.
Dahulu, tidaklah sulit bagi Jihoon memperluas lingkup pertemanannya. Pribadinya yang ramah membuat siapa saja merasa nyaman berada di dekatnya. Namun semua itu berubah 180 derajat semenjak kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang tak pernah ia harapkan, yang menyebabkan ia kehilangan segalanya, termasuk jati dirinya.
♧♧♧
"Pengeluaran bulan ini semakin membengkak karena harga bahan makanan naik" ujar seorang wanita paruh baya sembari menaruh semangkuk sup seadanya.
"Aku berencana untuk menjualnya saja. Lagipula sudah tak ada gunanya lagi" sahut suara berat lawan bicaranya.
"Kau yakin?" wanita itu meyakinkan.
"Hm.." jawaban singkat pria tersebut.
Hati Jihoon mencelos. Ia tahu betul apa yang ia dengar dari kedua orang tuanya di balik pintu kamarnya itu. Ia sadar bahwa selama ini ia memang hanya menjadi beban bagi keluarganya. Selain harus menanggung malu dan cibiran dari tetangga, ia juga tak menghasilkan apapun untuk membantu perekonomian orang tuanya.
Setelah lulus sekolah, Jihoon memang tak berniat meneruskan untuk kuliah ataupun bekerja. Sepanjang hari ia hanya mengurung dirinya di kamar. Sesekali membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah. Itupun tak dirasa cukup sebagai balas budi kepada orang tuanya yang telah menghidupinya selama ini.
Namun kali ini, Jihoon tak habis pikir. Sampai hati orang tuanya menjual dirinya karena dianggap tak berguna. Entah kapan sang ayah akan menyeretnya keluar dari rumah ini, Jihoon harus bergerak lebih cepat. Ia harus segera keluar dari rumah ini sebelum pria itu menjual dirinya.
Jihoon menghela nafas, mencoba menjernihkan pikirannya yang kacau. Diambilnya tas ransel berukuran sedang miliknya dan ia isi dengan segala perlengkapan yang akan ia bawa.
Setelah semua selesai dikemas dengan rapi, Jihoon membaringkan tubuhnya di kasur. Menatap langit-langit putih dengan penerangan yang tidak begitu terang. Otaknya memutar kejadian lima tahun lalu, memaksa kenangan pahit itu kembali menghantui dirinya.
Jihoon menggeleng pelan. Menghalau bayang-bayang itu kembali datang.
"Andai saja itu semua tak pernah terjadi.." gumamnya pelan.
Jihoon kembali menghela nafas dan memejamkan matanya, berharap waktu dapat diulang kembali. Berharap mimpi buruk ini tidaklah nyata dan akan segera berakhir.
♧♧♧
"Baik Tuan Lee, aku akan mengantarnya siang ini. Tenang saja, ia dalam keadaan prima tanpa cacat sedikitpun" sayup-sayup suara itu menerobos gendang telinga Jihoon yang setengah sadar, baru terbangun dari tidurnya.
Jihoon terlonjak. Ia segera menempelkan telinganya pada pintu kamar untuk mendengar lebih jelas percakapan sang ayah. Jantung Jihoon berdetak tak karuan. Kakinya terasa lemas hingga tubuhnya merosot, berlutut dan bersandar pada pintu kamar. Jihoon menangis dalam keheningan.
Tekadnya sudah bulat. Ia harus keluar dari rumah ini sebelum orang tuanya benar-benar menjualnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DRAPETOMANIA ㅡ [ PANWINK ] HIATUS!
Fanfic❝ drapetomania ❞ (n.) an overwhelming urge to run away. . . . 『 ON GOING 』 ➸ warn! : AU! bxb // yaoi, alur lambat, harsh words, mature content. [ baku // semi baku ]