Dua puluh enam

169 8 0
                                    

Kanaya baru saja sampai di rumah ditengah malam ini, ia membuka pintu rumahnya langsung mendapati tatapan tajam dari ibu dan ayahnya yang sudah berada di ruang tamu, langkah Kanaya terhenti di ambang pintu, ia menelan ludah melihat ibunya datang menghampiri sambil bersedekap dada.

"Dari mana kamu pulang jam 2 malam?"introgasi ibunya.

Kanaya terdiam beberapa saat untuk memikirkan jawaban yang pas. Namun, otak nya tak bisa berfikir ditambah lagi ayahnya juga ikut menghampiri dengan tatapan murka.

"Apa ini Kanaya? "tanya ayahnya sambil menodongkan ponsel yang sedang memutar video berisikan Kanaya bersama pria tua disebuah club mal, mata Kanaya membulat melihatnya, ia tak sangka ia akan cepat ketahuan.

Kanaya semakin merutuki dirinya sendiri.

Plakk.

Kanaya memegang pipinya yang baru saja mendapatkan hadiah dari ayahnya tangisan nya langsung meluncur saat merasakan panas dipipinya, ia tak menyangka ayahnya tega menampar dirinya seperti ini.

"Semua harta kekayaan yang mama kasih buat kamu kurang? Sampai kamu cari uang lebih di dompet om-om? Mama gak nyangka sama kamu Kanaya!" ujar mamanya ikut nimbrung.

Kanaya semakin mati kutu, bahkan tak berani berkutik sedikitpun.

"Mama bakal hukum kamu, tidak boleh keluar dari rumah selama satu bulan! "mata Kanaya membulat, ia tak salah dengar? Satu bulan? How can?

"Ma! Kalau Kanaya gak keluar rumah gimana Kanaya bisa sekolah? "tanya Kanaya ngotot.

"Home schooling! "

Lagi lagi mulut Kanaya melebar, ia benar benar tak mengerti dengan jalan pikir mamanya, tak mungkin seorang Kanaya home schooling.

"Sekarang kamu masuk kamar!"perintah mamanya terdengar tegas, tapi Kanaya masih tak ingin beranjak dari tempatnya.
"Masuk kamar! "perintahnya lagi dengan nada lebih tegas.

Mau tak mau Kanaya berjalan lesu menuju kamarnya, sungguh sial hidupnya hari ini.

•••

Keesokan paginya, Anisa berencana untuk menemui putrinya, sudah lama ia tak menemuinya, ia sadar ia sudah salah membiarkan Mikayla begitu saja, bagaimana pun ia yang membesarkan Mikayla dari bayi dan sekarang dengan mudahnya ia membuat Mikayla menderita.

Kini ia sudah berada didepan rumah Mikayla. Namun matanya menyipit saat melihat seorang pemuda yang meringkuk didepan rumah Mikayla.

Anisa mendekat kesana, sang pemuda langsung menyadari kehadiran, ia mendongak dengan tatapan terkejut. Namun, lebih terkejut lagi Anisa saat mengetahui pemuda itu adalah Zidan.

"Zidan? "tanya Anisa tak percaya.

Zidan berdiri kemudian menyalami mama dari wanita yang disayanginya itu, ia pun sama terkejutnya ketika mendapati tante Anisa berada dihadapannya.

"Kamu ngapain disini? Mikayla nya mana?"tanya Anisa sambil celingukan kedalam rumah Mikayla dari luar jendela.

Zidan terdiam beberapa saat kemudian berdehem sebentar, "Mikayla nya udah gak ada,buk!"

Anisa menutup mulutnya sendiri dengan tatapan tak percaya, ia tak salah dengar? Putrinya sudah tak ada, tanpa sadar ia menangis dihadapan Zidan.

Zidan mendadak bingung sendiri, sepertinya ia salah bicara, "Tante! Maksud Zidan bukan begitu, Mikayla udah gak tinggal disini lagi, gitu! "ucap Zidan kikuk.

Anisa berhenti menangis lalu menatap Zidan bingung, "Maksud kamu? Mikayla pindah rumah? "tanyanya lagi.

Zidan mengangguk mengiyakan.

"Kapan dia pindah? "

"Sudah dua bulan lebih, tante!"

"Pindah kemana? "

"Zidan juga gak tau tante! Zidan udah cari Mikayla kemana-mana tapi gak ketemu! "lirih Zidan.

Anisa menghela nafas lelah, "Tapi, Mikayla masih sekolah kan? "tanya Anisa ngotot.

"Gak tan! Mikayla benar-benar hilang tanpa kabar, ia sudah tidak pernah lagi sekolah semenjak ia pindah rumah! Bahkan tetangga nya yang disini pun tak tau menahu, mereka seperti menutupi kebenarannya,tante!" jawab Zidan frustasi.

Anisa semakin sedih mendengar nya, ia sudah keterlaluan dengan membuat Mikayla menderita begini, gara gara ulahnya Mikayla sampai melarikan diri dari semua orang tanpa memberi tahu siapapun.

"Kita cari Mikayla ya? Tante bantuin kamu! "ucap Anisa sambil mengusap bahu Zidan guna tuk menenangkan Zidan yang nampak nya semakin frustasi, ia harus mencari Mikayla sebelum ia menyesal.

•••

Mikayla sudah siap untuk berangkat kerja, setelah mengambil tas selempang nya Mikayla beranjak menuju pintu, tapi saat ia melewati kacanya, langkah Mikayla berhenti.

Ia menatap perutnya yang semakin menonjol lewat pantulan cermin, senyumnya mengembang melihat bayinya berkembang dengan baik,Mikayla mengelus perutnya dengan rasa sayang, ia begitu menyayangi bayinya. Namun, mikayla belum mengetahui jenis kelamin anaknya itu, sebab ia belum sempat USG.

Kriing..

Mikayla terperanjat kaget saat mendengar suara ponselnya tiba tiba berdering, ia mengambil ponselnya yang berada didalam tas selempang, disana tertera nama bu Asri, Mikayla mengernyit heran, setahunya bu Asri tak pernah menelpon nya kalau tidak ada hal yang sangat penting, entah mengapa jantung Mikayla berdebar saat menggeser tombol hijau itu.

"Iya halo buk! "sapa Mikayla sambil tersenyum ramah.

Senyumnya luntur seketika,natanya membulat saat mendengar berita yang bisa saja membuat nya mati berdiri, dengan buru buru Mikayla pergi menuju tempat tujuannya kini.

Langkah kaki Mikayla terdengar jelas di sepanjang koridor yang sepi, tatapannya khawatirnya tak pernah hilang sejak awal memasuki gedung besar ini, matanya terus celingukan mencari ruangan yang sedang ia cari.

Mikayla berhenti didepan sebuah ruangan, ia melangkah lebih dekat menuju pintu, tangannya merambat menuju knoop pintu lalu membuka nya perlahan.

Hal yang pertama menyambut Mikayla adalah pemandangan dimana seseorang tengah ditutupi kain putih oleh beberapa perawat, tangisan Mikayla pecah beriring ia berlari kecil menuju brankar itu.

"Buk! Kenapa bisa kayak gini buk? Bangun buk! Ibuk bilang ibuk mau jadi orang pertama yang akan gendong anak Mikayla nanti, tapi kenapa ibu pergi?hikss...hikss! "isak Mikayla sambil mengguncang tubuh yang sudah tak bernyawa itu, Mikayla masih belum percaya jika sang majikan yang sangat baik hati bahkan sudah dianggap nya seperti ibunya sendiri sudah berpulang ke pangkuan tuhan.

Pemakaman pun sudah terlaksanakan dengan hikmat sejak dua jam yang lalu. Namun, Mikayla baru memutuskan untuk pulang karna sudah sangat lelah setelah seharian mengurus pemakaman bu Asri, maklum hanya dia yang paling dekat dengan almarhum.

Kini Mikayla berjalan menuju rumahnya. Tetapi di tengah jalan ia malah mendengar perkataan yang tak mengenakan di telinganya.

"Kasihan banget ya bu Asri, kenak sialnya si itu, si gadis hamil duluan."

"Iya yah, gak ada suaminya lagi, pasti itu anak haram! "

"Ngeri yah! Lihat pergaulan jaman sekarang, ibunya aja udah kek gitu apalagi anaknya! "

"Kecil kecil kok udah hamil?jaman saya dulu, sebaya dia saya masih main petak umpat, jaman sekarang udah berani main kamar berdua! "

Cowoknya gak mau tanggung jawab lagi, kasihan mana masih muda!"

Mikayla mendengus kesal mendengar cibiran para ibu-ibu yang terus membicarakan dirinya, bukan maunya mempunyai takdir seperti ini.

Tanpa memperdulikan ucapan ucapan itu, Mikayla berjalan lebih cepat agar sampai dirumah dan segera beristirahat, mengingat tubuhnya terasa semakin rontok ditambah lagi kehamilannya yang semakin bertambah.

Mikayla[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang