©Lavita5
So if I cross your mind just know I'm yours
✒Lee Victoria|Happy Reading❤|
"Eh, bukan. Kan udah aku bilang kalau bulannya itu kau"-Lucas
Wajahku merah seperti kepiting rebus saat ini, bagaimana tidak Lucas selalu membuatku malu seperti ini.
" Apaan sih" ucapku sambil menenggelamkan kepalaku pada dada Lucas.
Lucas terkekeh ringan dan mengelus surai rambutku.
"Jangan malu, kau tambah cantik" ucapnya lembut.
"Jangan gombal, nanti gemuk" bantahku yang tak nyambung sedikitpun.
"Memangnya aku gemuk?" tanya Lucas dengan wajah polosnya.
"Iya kau gemuk" candaku
"Mungkin, aku gemuk karena suka yang manis-manis, kaya kamu" gombal Lucas.
"A-apaan sih, jangan suka gombal, nggak cocok sama kamu" lagi dan lagi aq dibuat blushing sembari mencubit kedua pipi Lucas.
"Hehe" kekehnya.
"Yew, nyengir kan lo" candaku lembut.
Kami berdua, Kita (Aku dan Lucas) masih setia memandang langit malam yang bertabur bintang. Sampai-sampai aku ketiduran dibahu Lucas. Entah berapa lama aku telah terlelap.
"Kamu nggak mau pulang?" tanya Lucas lembut sambil mengelus rambutku.
Aku mengucek mataku, mengerjapkannya beberapa kali.
"Eh, maaf aku tadi ketiduran" ucapku sambil membersihkan bahu Lucas, takut ada pulau yang kubuat dibahunya (iler).
"Nggak apa-apa kok. Eh ngapain dibersihin?" -Lucas.
Aku hanya diam, malu bila harus bilang kalau aku takut bahu lucas terkena pulau yang kubuat. Aku berpikir harus berkata apa, aku menpout kan bibirku.
"Tidak, kau tidak nge-cas saat tidur kok" ucap Lucas tiba-tiba.
Aku terkekeh ringan sembari menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
"Pulang yuk udah jam 8 nih" ucapku sambil melihat jam ditanganku.
"Ayo" lirih Lucas
Lucas memboncengku dengan sepedanya, entah sejak kapan aku suka naik sepeda. Ia mengantarkanku untuk pulang.
And suddenly...
Hujan turun mengguyur kami berdua. Lucas menepikan sepedanya ditempat teduh, kemudian dia berlari memelukku. Menutupi kepalaku dengan jaketnya.
Ia memelukku sembari menggiring tubuhku untuk berteduh. Dia memakaikan jaket itu padaku, padahal ia hanya memakai singlet. Aku sudah hapal kebiasaannya.
"Lucas, jaket ini buat kamu saja, lagi pula apa kau tak kedinginan" ucapku sembari menyerahkan jaketnya.
"Tidak, aku tidak kedinginan" jawabnya sambil melihat sekitar.
"Bohong" selaku sembari menatapnya kesal.
Lucas menghela napas pelan. Kemudian dia menatapku lekat. Aku merasa akan terjadi sesuatu. Aku tau kebiasaan Lucas ketika menatapku penuh arti seperti ini, walaupun tatapannya selalu penuh arti.
Tapi ini berbeda, Lucas berjalan pelan kearahku. Ia menatapku intens. Apakah dia marah saat aku tak percaya perkataannya tadi?
Tap..
Tap..
Tap..
Tanpa aba-aba dan tanpa ba-bi-bu, Lucas menangkup kedua pipiku.
"Sudah kubilang, aku tak akan kedinginan, karena ada kau. Kau lebih sensitif dengan hujan daripada aku" lirihnya.
"Aku tak mau kau sakit" sambungnya.
Tanpa aku sadari, aku tersenyum simpul mendengar perkataan Lucas. Aku ikut menangkup kedua pipinya.
"Kau selalu memikirkan keadaanku, lalu bagaimana denganmu?" tanyaku lirih.
Lucas diam. Dia tak menjawab perkataanku tadi. Kemudian, Lucas memelukku tiba-tiba. Ia memelukku sangat erat.
"Apakah kau yakin? Jika seperti ini apakah aku akan kedinginan?" ucapnya berbisik ditelingaku.
Aku tersenyum mendengar apa yang Lucas katakan. Mungkin pipiku seperti ketiban blush on satu kilogram.
"Dasar modus" ucapku terkekeh geli, karena napas Lucas. Dia memelukku erat sekali, hingga aku merasakan deru napas Lucas pada leherku.
"Eum.. L-lucas apa kau tak inggin duduk?" tanyaku ragu.
"Tentu" ucapnya sembari mengajakku duduk di halte.
Kulihat, sedari tadi Lucas terus menggesek-gesekkan tangannya pada lengannya. Bibirnya juga terlihat bergetar.
"Kau kedinginan?" tanyaku.
"Tidak" -Lucas
"Saat seperti ini masih saja tetap mengelak, kepala batu" ucapku sambil menggesek-gesekkan telapak tanganku beberapa kali dan menangkupkannya di pipi Lucas.
Saat aku menangkupkan telapak tanganku, mataku dan Lucas saling bertemu. Dia menatapku dalam dan tatapannya begitu sendu. Saat aku menilisik lebih dalam pada tatapannya, kepalaku tiba-tiba terasa sakit.
Di dalam otakku seperti ada sebuah memori yang sekarang tak lagi ku ingat. Kepalaku terus berputar-putar. Keringat dingin bercucuran di dahiku. Di kepalaku seolah diputarkan memori yang telah terkubur lama sekali.
Tetapi aku tak tau itu apa. Yang kulihat hanya dua orang anak mungkin sekitar 12 tahun umur mereka. Kedua anak tersebut terlihat sedang berpegangan tangan sembari melihat langit cerah kala itu.
Aku ingin menelisik lebih jauh lagi, tapi ingatanku tak sekuat itu. Bahkan, wajah mereka saja aku tak ingat. Samar-samar didalam memori otakku memutarkan kejadian itu.
"Argh" lirihku.
Lucas terlonjak kaget dengan rintihanku dan nampak sebuah kekhawatiran pada raut wajahnya.
"Kau tak apa?" -Lucas.
"Tidak" ucapku sambil memegangi kepalaku yang masih terasa sakit.
"Jangan bohong, nanti hidungmu tambah mancung" ucap Lucas sambil memegang tanganku erat.
"Mana ada, masa aku disamain kaya pinokio" kekehku ringan.
"Kau tak mau pulang? Hujannya sudah reda" lirih Lucas.
"Ayo, terima kasih"
"Tak perlu berterimakasih, tugasku hanyalah menjagamu dan selalu bersamamu. Aku layaknya sebuah payung, aku tak bisa menyelamatkanmu dari badai. Tapi aku hanya bisa membawamu melewati badai itu". Lirih Lucas.
TBC...
Berputarlah sebuah memori
Yang sudah kutunggu saat ini
Tapi itu adalah sebuah masa lalu keji
Lantas, bolehkah aku jujur untuk hari ini?✒Lucas
HY JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT
SEMOGA CERITA INI NANTINYA BISA TERBIT, EAAAA..
NGAYAL GUE KETINGGIAN...
SEE YOU NEXT TIME
✂Buchennya Lucason
KAMU SEDANG MEMBACA
✔About . L . [END]
FantasyOn the life under wizard Aku lebih suka menghabiskan seumur hidup denganmu, dan menghadapi semua sisa usia dunia ini denganmu ✒Lucas